tag:blogger.com,1999:blog-15166374252078689312024-02-18T21:25:13.571-08:00Warung SenggolSelamat menikmati sajian yang hangat, panas, dingin, gurih, manis, asem, pahit, pedas, dan berbagai
cita rasa semuanya ada. Jika Anda puas, ajak Pacar, Teman, Saudara Anda berkunjung kesini. Anda puas Kami semangat menulis.Semuanya Tentang Andaikatahttp://www.blogger.com/profile/08066652145429135922noreply@blogger.comBlogger273125tag:blogger.com,1999:blog-1516637425207868931.post-59106941810298625832019-11-21T03:35:00.001-08:002019-11-21T03:35:57.362-08:00Tehnik Membuat Paragraf Awal<div>Menulis cerita pendek membutuhkan teknik khusus. Kenapa? Kembali ke definisi, cerita pendek adalah cerita yang habis dibaca dalam sekali duduk. Artinya, kita kudu membuat pembaca bisa menghabiskan cerita dalam sekali duduk tanpa beranjak ke mana pun. Arti lainnya, cerita tersebut memiliki candu yang membuat pembaca terpaku sampai selesai untuk mendapatkan kenikmatan.</div><div><br></div><div>Tentu, dalam menulis cerita pendek yang seperti itu, kita harus memaku pembaca sejak cerita dimulai. Membuka cerita pendek pun ada teknik khusus sehingga pembaca langsung tertarik dan ingin melanjutkan cerita tersebut. Apalagi jika cerita pendek kamu mau diikutkan ke lomba atau kirim ke koran. Berikut beberapa teknik membuka cerita di antaranya:</div><div><br></div><div><b>Bukalah dengan dialog</b><br>Tentu, dialog bukan sembarang dialog. Dialog menggambarkan karakter atau memperkuat penokohan. Dialog yang dijadikan pembukaan cerita adalah dialog yang menarik, dialog yang menyimpan konflik, dialog yang bikin pembaca penasaran.</div><div><br></div><div>"ALINA, tolong aku!"<br>"Kamu di mana sekarang?"<br>"Di kartu pos."<br>"Kartu pos?"<br>"Iya, aku terkurung di dalam kartu pos."<br>"Sontoloyo!</div><div>(dalam <a href="https://googleweblight.com/i?u=https://catatanpringadi.com/macondo-melankolia/&hl=id-ID&tg=378&pt=5">Macondo, Melankolia</a>)</div><div><br></div><div><b>Bukalah dengan setting atau latar</b></div><div><b><br></b>Ketika duduk di bangku sekolah, kita tentu sering mendengar pembukaan cerita seperti Pada suatu hari, di kerajaan Antah Berantah atau penggambaran latar dengan suasana alam. Nah, cara itu sebenarnya efektif juga asal tidak klise atau melakukan perulangan atau penggunaan kalimat yang sering digunakan.</div><div><br></div><div>Di stasiun Koenji, aku menaiki salah satu kereta cepat jalur Chuo. Gerbong yang aku tempati kosong, dan aku satu-satunya penumpang di gerbong tersebut. Hari ini aku tidak memiliki rencana atau kegiatan apapun sehingga aku dapat pergi ke manapun dan melakukan apapun sesuka hatiku. Jam menunjukkan pukul sepuluh pagi, dan karena sekarang adalah musim panas, udara di sekitarku terasa sangat menyengat.</div><div><br></div><div>(dalam <a href="https://googleweblight.com/i?u=https://catatanpringadi.com/tersesat-di-kota-kucing-haruki-murakami/&hl=id-ID&tg=398&pt=6">Tersesat di Kota Kucing)</a></div><div><br></div><div>Suatu pagi yang cerah di bulan April, di pinggiran jalan sempit di Harajuku, sebuah area perbelanjaan di Tokyo, aku berjalan melewati seorang gadis yang 100% sempurna.</div><div><br></div><div>(dalam <a href="https://googleweblight.com/i?u=https://catatanpringadi.com/dia-yang-sempurna-haruki-murakami/&hl=id-ID&tg=406&pt=7">Dia yang Sempurna</a>)</div><div><br></div><div><b>Bukalah dengan Konflik atau Tegangan</b></div><div><b><br></b>Cara membuka cerita seperti ini membutuhkan intensitas yang tinggi dari seorang pengarang. Kalau di film, Avengers :The Infinity War bisa dijadikan contoh ketika penonton sudah dibuat tegang di awal ketika Thanos menginvasi kapal yang dinaiki Thor.</div><div><br></div><div>Biasanya, setiap cerita pembunuhan akan dimulai dengan ditemukannya mayat korban. Lalu dimulailah penyelidikan oleh seorang inspektur polisi, meneliti satu per satu misteri sampai ditemukan motif dan bukti-bukti yang mengarahkan kebenaran siapa pelaku pembunuhan. Tetapi, saya tidak akan bercerita dengan metode kuno seperti itu. Saya akan mulai dengan sebuah pengakuan, sayalah yang telah melakukan pembunuhan dengan memukulkan benda keras ke kepala, berkali-kali (saya akan berhenti kalau sudah merasa puas), sampai berdarah-darah dan sang korban sudah tak lagi menghembuskan napas. Kemudian, akan saya tinggalkan sebuah jam dinding di samping mayat korban. Jam dinding yang jarum-jarumnya sudah saya atur sesuai urutan dan waktu pembunuhan.</div><div>(dalam <a href="https://googleweblight.com/i?u=https://catatanpringadi.com/cerpen-suara-merdeka-seseorang-dengan-agenda-di-tubuh/&hl=id-ID&tg=427&pt=8">Seseorang dengan Agenda di Tubuh</a>)</div><div><br></div><div>Bukalah dengan Kalimat atau Pernyataan yang Menarik <br>Kalimat yang menarik bisa jadi kalimat yang puitis, pepatah atau kutipan tertentu, atau pernyataan-pernyataan yang tidak diduga pembaca sehingga pembaca bertanya-tanya, apa sih maksudnya? apa sih relevansinya terhadap cerita?</div><div>Tiga kali tiga sama dengan enam, dan aku dibilang tak lebih berotak ayam.</div><div><br></div><div>(Dalam <a href="https://googleweblight.com/i?u=https://catatanpringadi.com/cerpen-otak-ayam-detik-20-oktober-2018/&hl=id-ID&tg=453&pt=9">Otak Ayam</a>)</div><div><br></div><div>Malabar. Aku padamu bagai embun di pucuk daun teh yang lenyap dimakan cahaya. Berapa menit waktu telah melenyapkan aku dari kedua matamu ketika duduk di kafe itu, kau memesan Coupe la Braga, aku tak memesan apa pun kecuali segala rasa cemburumu yang diam-diam kupadatkan di dalam pikiran.</div><div><br></div><div>(Dalam <a href="https://googleweblight.com/i?u=https://catatanpringadi.com/cerpen-malabar/&hl=id-ID&tg=464&pt=10">MALABAR</a>)</div><div><br></div><div><b><br></b></div><div><b>Bukalah dengan garis besar bercerita</b></div><div><b><br></b>Dengan cara ini, pembaca bisa mengidentifikasi garis besar cerita hanya dengan membaca paragraf pertama. Namun hati-hati menggunakan jenis pembukaaan ini. Menampilkan seluruh garis besar cerita sama saja menyuruh pembaca pergi. Karena itu, jenis pembukaan ini sengaja menahan informasi penting mengenai motif karakter (alasan mengapa kisah terjadi).</div><div><br></div><div>Wanita itu kesulitan mengingat namanya sendiri. Biasanya masalah ini terjadi saat ada orang yang tiba-tiba menanyakan namanya. Di butik, misalnya. Saat hendak mengukur jahitan untuk gaunnya, pramuniagawati akan bertanya, "Nama Anda, Bu?" lalu sekejap pikirannya buyar. Ia mengakalinya dengan mengeluarkan surat izin mengemudi, lalu perlahan membaca tulisan yang tertera pada kolom nama---yang tentu agak aneh buat lawan bicaranya. Jika kejadian macam ini berlangsung di telepon, tanpa sadar ia menciptakan kecanggungan, harus merogoh dompetnya dulu hingga membuat orang lain bertanya-tanya apa yang sedang terjadi di ujung sana.</div><div><br></div><div>(Dalam <a href="https://googleweblight.com/i?u=https://catatanpringadi.com/cerpen-haruki-murakami-monyet-shinagawa/&hl=id-ID&tg=480&pt=11">Monyet Shinagawa</a>)</div><div><br></div><div>Lima cara di atas bukanlah cara baku. Masih banyak cara lain yang bisa dilakukan. Sekali lagi, pilihan untuk membuka cerita adalah sebuah selera. Tidak ada aturan baku dalam menulis.</div><div>Saya pribadi menyukai cara membuka cerita dengan dialog dan pernyataan yang menarik. Hal itu dikarenakan saya meyakini bahwa kunci sentral dari sebuah cerita adalah karakter atau penokohan Sehingga segala sesuatunya harus mendukung penciptaan karakter tersebut. Dengan adanya dialog yang kuat di awal cerita, pembaca langsung bisa membayangkan karakter seperti apa yang ada di dalam cerita.</div><div>Kemenarikan pernyataan pun bukan sekadar dilihat dari struktur maupun impresi kalimat, melainkan keberadaannya di dalam cerita memang penting. Biasanya sebagai foreshadow atau pertanda terhadap baik itu gagasan atau konflik penceritaan.</div><div>Nah, bagaimana dengan kamu? Mau coba cara yang mana?</div>Semuanya Tentang Andaikatahttp://www.blogger.com/profile/08066652145429135922noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1516637425207868931.post-20694662892045124562019-10-01T00:17:00.001-07:002019-10-01T00:17:47.296-07:00Jurus Jitu Menaklukkan Lomba Menulis<p dir="ltr">Salah satu cara mengukur progres kemampuan menulis kita adalah dengan ikut berkompetisi pada sayembara menulis yang pesertanya melibatkan penulis-penulis papan atas.</p>
<p dir="ltr">Banyak anggapan bahwa mustahil ada peluang bagi para penulis pendatang baru untuk mampu berbicara di perlombaan tersebut. Tentu saja anggapan ini salah. Terbukti pada beberapa sayembara menulis bergengsi tingkat nasional maupun internasional, beberapa pendatang baru justru tampil mengejutkan, mampu menyingkirkan nama-nama pendahulunya.</p>
<p dir="ltr">Apa saja kiat mereka? Berikut ini adalah lima jurus jitu menaklukkan sayembara menulis bagi penulis pemula.</p>
<p dir="ltr"><b>Pelajari Profil Penyelenggara</b></p>
<p dir="ltr">Sebelum menulis dan mengirimkan naskah, sangat penting bagi kita untuk mengetahui profil penyelanggara lomba. Cari informasi sebanyak-banyaknya tentang seluk beluk instansi, komunitas, atau penerbit yang mengadakan perlombaan. Jika perlu, kenali juga profil dan karakter juri yang menjadi penilai. Suka ataupun tidak, gaya tulisan mereka akan berpengaruh terhadap subyektivitas penilaian naskah kita.</p>
<p dir="ltr">Salah satu contoh adalah even sayembara menulis yang masuk 5 besar festival sastra sedunia versi Telegraph UK, Ubud Writers & Readers Festival (UWRF). Festival ini diselenggarakan oleh Yayasan Mudra Saraswati, sebuah yayasan yang bergerak dalam bidang pemerhati seni, budaya, sejarah dan kearifan lokal. Sangat tidak pas kalau jenis tulisan yang kita kirim ke UWRF adalah cerpen <i>romance pop</i> dan cerita humor. Sebab mereka akan lebih mempertimbangkan tulisan-tulisan yang kental bergaya <i>nyastra </i>dengan muatan seni, budaya, sejarah, maupun kearifan lokal.</p>
<p dir="ltr"><b>Sesuaikan Tema dan Tujuan</b></p>
<p dir="ltr">Beberapa panitia penyelenggara sayembara menulis biasanya telah menentukan tema perlombaan. Jangan sekali-kali mengirim tulisan di luar tema, kecuali kita menginginkan naskah akan berakhir di <i>recycle bin</i> komputer Dewan Juri.</p>
<p dir="ltr">Kenali juga tujuan penyelenggara. Beberapa instansi dan perusahaan akhir-akhir ini banyak yang mengadakan sayembara menulis, kebanyakan adalah nonfiksi. Meski ada beberapa yang memperlombakan puisi dan cerpen. Mereka melakukannya bukan tanpa tujuan.</p>
<p dir="ltr">Sebuah perusahaan pemilik produk tertentu, pasti tujuannya mengkampanyekan keunggulan produk tersebut. Jangan memuat kritik, apalagi cacian kepadanya. Begitu pula dengan instansi yang menyelenggarakan sayembara menulis, sosialisasi program unggulan pasti menjadi harapan mereka. Masukkan unsur gagasan kreatif dan konstruktif ke dalam tulisan kita.</p>
<p dir="ltr"><b>Ciptakan Ide Tak Terduga</b></p>
<p dir="ltr">Mengangkat isu politik, konflik sosial, peristiwa aktual terkini adalah gagasan yang selalu mampu menarik simpati redaksi. Namun perlu dicatat, dalam sebuah even sayembara menulis, tidak menutup kemungkinan akan ada ratusan bahkan ribuan naskah yang sama-sama mengangkat isu seperti itu.</p>
<p dir="ltr">Lalu, bagaimana menyiasatinya?</p>
<p dir="ltr">Berikan eksekusi yang tak terduga, mengejutkan ketika mengangkat isu-isu tersebut. Lakukan ekperimen dengan memainkan alur, penciptaan karakter tokoh, dan ending di luar kebiasaan penulis pada umumnya.</p>
<p dir="ltr"><b>Perbanyak Riset</b></p>
<p dir="ltr">Setelah kita menemukan sebuah gagasan yang mengejutkan, berarti satu langkah kita sudah menuju kemenangan. Langkah selanjutnya adalah mengeksekusi gagasan tersebut ke dalam tulisan yang memiliki jiwa.</p>
<p dir="ltr">Jiwa dalam sebuah tulisan yang dimaksud adalah muatan informasi dan pesan moral yang terkandung di dalamnya. Di sinilah letak kunci kemenangan. Kunci itu bisa didapatkan jika tulisan kita didukung data yang kuat. Maka lakukanlah riset dengan menggali informasi sebanyak mungkin.</p>
<p dir="ltr"><b>Jangan Menyerah</b></p>
<p dir="ltr">Bangkit dari kegagalan adalah motto lama yang tetap patut kita pegang. Jika naskah yang kita kirim ke sebuah even sayembara menulis belum mampu menaklukkan Dewan Juri, lakukan evaluasi kepada tulisan tersebut. Pelajari kembali, di mana letak kekurangannya? Edit lagi, riset lagi, lalu edit kembali.</p>
<p dir="ltr">Banyak even sayembara menulis yang diadakan rutin setiap tahun. Kirimkanlah naskah yang gagal sebelumnya, tentu setelah melalui proses evaluasi dan <i>editing </i>ulang. Jangan lelah untuk mengikuti even yang sama, meskipun berkali-kali kita gagal.</p>
<p dir="ltr">Selamat mencoba.</p>
<p dir="ltr"><b>Heru Sang Amurwabumi</b>, <i>penasehat Komunitas Menulis ODOP, finalis 6 besar Sayembara Sastra Bunga Tunjung Biru 2019, penulis emerging terpilih di Ubud Writers & Readers Festival 2019.</i></p>
Semuanya Tentang Andaikatahttp://www.blogger.com/profile/08066652145429135922noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1516637425207868931.post-49043245963216996852019-09-18T06:26:00.001-07:002019-09-18T06:26:53.756-07:00Sekilas Tentang Kesenian Wayang Kulit<p dir="ltr"><u>Wayang</u> Kulit (untuk selanjutnya disebut wayang) dikenal sejak zaman prasejarah, yaitu sekitar 1500 tahun sebelum Masehi. Masyarakat Nusantara (Indonesia) pada saat itu memeluk kepercayaan, berupa pemujaan roh nenek moyang; yang disebut Hyang atau Dhanghyang (danghyang/danyang) yang diwujudkan dalam bentuk upacara dan kebudayaan.</p>
<p dir="ltr">Wayang merupakan seni tradisional yang terutama berkembang di pulau Jawa, tetapi juga dikenal di tempat lainnya diseluruh dunia. Pertunjukan Wayang Kulit Infonesia telah diakui oleh UNESCO pada tanggal 7 November 2003, sebagai karya kebudayaan yang mengagumkan dalam bidang cerita narasi dan warisan yang indah dan sangat berharga (Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity).</p>
<p dir="ltr">Pertunjukan wayang disetiap masing-masing negara, memiliki teknik dan gayanya sendiri. Dengan demikian, wayang Indonesia merupakan buatan orang Indonesia asli yang memiliki cerita, gaya, dan dalang yang luar biasa. Ada versi wayang yang dimainkan oleh orang dengan memakai kostum, yang dikenal sebagai Wayang Orang (sandiwara), dan ada pula wayang yang berupa sekumpulan boneka (wayang golek) yang dimainkan oleh seorang Dalang. Cerita yang dikisahkan dalam pagelaran wayang, biasanya berasal dari kisah Mahabharata dan Ramayana.</p>
<p dir="ltr">Kesenian wayang sendiri awalnya sangat kental dengan ajaran Hindu, dengan epik Ramayana dan Mahabarata. Tapi seiring masuknya Islam yang dibawa oleh saudagar dari Arab, Gujarat, dan Cina, telah banyak perubahan yang terjadi pada pewayangan. Perubahan dalam sistem pewayangan Jawa secara baku, terutama dilakukan oleh para Walisongo. Hal ini dikarenakan; wayang (pada saat itu) dijadikan sebagai media dakwah, dalam menyebarkan ajaran agama Islam.</p>
<p dir="ltr">Sebelum Walisongo menggunakan wayang sebagai media dakwah, mereka (para Wali) sempat berdebat mengenai adanya unsur-unsur yang bertentangan dengan aqidah (doktrin keesaan Tuhan dalam Islam). Selanjutnya para Wali melakukan berbagai penyesuaian, agar lebih sesuai dengan kaidah dalam ajaran Islam.</p>
<p dir="ltr">Bentuk wayangpun diubah. Yang awalnya berbentuk menyerupai manusia, menjadi bentuk yang baru. Perwajahannya dirubah menjadi tampak miring, leher dibuat memanjang, serta beberapa perubahan lainnya. Salah satu yang mendorong adanya perubahan dalam kesenian wayang adalah Raden Patah, pendiri dan Sultan pertama kerajaan Demak.</p>
<p dir="ltr">Beliau meminta para Wali, agar mengubah beberapa aturan dalam pertunjukan wayang. Atas dasar itulah, para Wali akhirnya secara gotong-royong melakukan sejumlah besar perubahan.</p>
<p dir="ltr">Wayang Beber karya Prabangkara (zaman Majapahit) yang dahulunya berbentuk seperti manusia asli, dimodifikasi sedemikian rupa dari kulit kerbau yang ditipiskan, penampilannya dibuat menyamping, tangan dipanjangkan, dan diapit dengan penguat (agar mudah dipegang) dari bahan tanduk Kerbau atau Sapi.</p>
<p dir="ltr">Perubahan lain yang dilakukan raden Patah adalah, menambahkan tokoh Gajah dan wayang Pramponan. Selain itu, Sunan Bonang menyusun strutur gramatikanya, Sunan Prawata menambahkan tokoh Buto (raksasa), Kera, dan juga menambahkan skenario cerita di dalamnya. Sedangkan Sunan Kalijaga mengubah sarana pertunjukan, yang awalnya dari kayu diganti dengan batang pisang. Ada pula penambahan Blencong (lampu penerangan), Kotak Wayang, Cempala (pengatur ritme, berupa kayu untuk memukul kotak), dan Gunungan.</p>
<p dir="ltr">Dalam hal esensi yang disampaikan dalam cerita-ceritanya, tentu disisipkan unsur-unsur moral keislaman. Dalam lakon Bima Suci misalnya, Bima sebagai tokoh sentralnya diceritakan menyakini adanya Tuhan Yang Maha Esa. Tuhan Yang Esa itulah yang menciptakan dunia dan segala isinya. Tak berhenti di situ, dengan keyakinannya itu Bima mengajarkannya kepada saudaranya, Janaka, juga beberapa tokoh lainnya. Lakon ini juga berisi ajaran-ajaran tentang menuntut ilmu, bersikap sabar, berlaku adil, dan bertatakrama dengan sesama manusia.</p>
<p dir="ltr">Dalam sejarahnya, para Wali berperan besar dalam pengembangan pewayangan di Indonesia. Sunan Kalijaga dan Raden Patah sangat berjasa dalam mengembangkan Wayang. Bahkan para Wali di tanah Jawa sudah mengatur sedemikian rupa menjadi tiga bagian.</p>
<p dir="ltr">Pertama Wayang Kulit di Jawa Timur, kedua Wayang Wong atau Wayang Orang di Jawa Tengah, dan ketiga Wayang Golek di Jawa Barat. Masing masing sangat bekaitan satu sama lain yaitu “Mana yang Isi (Wayang Wong) dan Mana yang Kulit (Wayang Kulit) serta mana yang harus dicari (Wayang Golek)”.</p>
<p dir="ltr">Disamping menggunakan wayang sebagai media, para Wali juga melakukannya melalui berbagai bentuk akulturasi budaya lainnya, contohnya melalui penciptaan tembang-tembang keislaman berbahasa Jawa, Gamelan, dan lakon Islami.</p>
<p dir="ltr">Setelah penduduk tertarik, mereka diajak membaca Syahadat, diajari Wudhu’, Shalat, dan sebagainya. Sunan Kalijaga adalah salah satu Walisongo, yang tekenal dengan minatnya berdakwah melalui budaya, dan kesenian lokal. Beliau menggunakan seni ukir, wayang, gamelan, serta seni suara suluk, sebagai sarana dakwah. Sunan Kalijaga jugalah pencipta (perancang model) dari baju takwa, perayaan Sekaten, Grebeg Maulud, Layang Kalimasada (dalam pewayangan), sebuah lakon wayang Petruk Jadi Ratu (raja). Lanskap pusat kota berupa Kraton, Alun-alun dengan dua Beringin (kembar) serta Masjid Jami' dalam lingkupnya,  diyakini sebagai karya beliau.</p>
<p dir="ltr">(Selesai)</p>
<p dir="ltr">Diolah dari beberapa sumber baca (buku), dan tulisan lain dalam pembahasan yang <u>sama</u> di internet.</p>
<p dir="ltr"> </p>
<p dir="ltr"> </p>
Semuanya Tentang Andaikatahttp://www.blogger.com/profile/08066652145429135922noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1516637425207868931.post-53560179521702896022019-09-12T20:51:00.001-07:002019-09-18T06:27:13.308-07:00Pengertian Prosa: Ciri-Ciri, Jenis, dan Contoh Prosa<p dir="ltr">Pengertian Prosa: Ciri-Ciri, Jenis, dan Contoh Prosa</p>
<p dir="ltr">Pengertian Prosa <u>Adalah</u><br>
Apa yang dimaksud dengan prosa? Pengertian Prosa adalah suatu karya sastra yang bentuknya tulisan bebas dan tidak terikat dengan berbagai aturan dalam menulis seperti rima, diksi, irama, dan lain sebagainya.</p>
<p dir="ltr">Arti tulisan di dalam prosa bersifat denotatif atau tulisan yang mengandung makna sebenarnya. Walaupun terkadang terdapat kata kiasan di dalamnya, hal tersebut hanya berfungsi sebagai ornamen untuk memperindah tulisan dalam prosa tersebut.</p>
<p dir="ltr">Secara etimologis, kata prosa diambil dari bahasa Latin “Prosa” yang artinya “terus terang”. Sehingga pengertian prosa adalah karya sastra yang digunakan untuk mendeskripsikan suatu fakta.</p>
<p dir="ltr">Ciri-Ciri Prosa</p>
<p dir="ltr">Kita dapat mengenal suatu karya sastra dari karakteristiknya. Adapun ciri-ciri prosa adalah sebagai berikut:</p>
<p dir="ltr">1. Bentuknya Bebas</p>
<p dir="ltr">Seperti yang dijelaskan pada pengertian prosa di atas, bentuk prosa tidak terikat oleh baris, bait, suku kata, dan irama. Umumnya bentuk prosa adalah rangkaian kalimat yang membentuk paragraf, misalnya dongeng, hikayat, dan lainnya. Prosa dapat disajikan dalam bentuk tulisan maupun secara lisan.</p>
<p dir="ltr">2. Memiliki Tema</p>
<p dir="ltr">Setiap prosa pasti memiliki tema yang menjadi dasar dalam cerita dan merupakan pokok bahasan di dalamnya.</p>
<p dir="ltr">3. Mengalami Perkembangan</p>
<p dir="ltr">Prosa selalu mengalami perkembangan karena dipengaruhi oleh perubahan yang ada di masyarakat.</p>
<p dir="ltr">4. Terdapat Urutan Peristiwa</p>
<p dir="ltr">Biasanya di dalam prosa terdapat alur cerita yang menjelaskan urutan peristiwa. Alur peristiwa tersebut ada yang berbentuk alur mundur, maju, atau campuran.</p>
<p dir="ltr">5. Terdapat Tokoh di Dalamnya</p>
<p dir="ltr">Seperti halnya karya sastra lain, di dalam prosa terdapat tokoh, baik itu manusia, hewan, ataupun tumbuhan.</p>
<p dir="ltr">6. Memiliki Latar</p>
<p dir="ltr">Di dalam prosa terdapat latar pada masing-masing kejadian, baik itu latar tempat, waktu, dan suasana.</p>
<p dir="ltr">7. Terdapat Amanat</p>
<p dir="ltr">Di dalam prosa mengandung amanat yang ingin disampaikan kepada pembaca atau pendengarnya sehingga dapat mempengaruhi mereka.</p>
<p dir="ltr">8. Pengaruh Bahasa Asing</p>
<p dir="ltr">Pada prosa bisa dipengaruhi oleh bahasa asing, misalnya bahasa Jepang, atau bisa juga tidak terpengaruh.</p>
<p dir="ltr">9. Nama Pengarang</p>
<p dir="ltr">Setiap prosa tentu ada yang mengarangnya. Namun, nama pengarang tidak selalu dipublikasikan.</p>
<p dir="ltr">Jenis-Jenis Prosa</p>
<p dir="ltr">Secara umum prosa dapat dikelompokkan menjadi 2 jenis, yaitu prosa lama dan prosa baru. Mengacu pada pengertian prosa, adapun jenis-jenis prosa adalah sebagai berikut:</p>
<p dir="ltr">A. Prosa Lama</p>
<p dir="ltr">Prosa lama adalah jenis prosa yang tidak atau belum dipengaruhi oleh kebudayaan luar dan biasanya disajikan secara lisan. Beberapa yang termasuk dalam prosa lama adalah:</p>
<p dir="ltr">1. Hikayat</p>
<p dir="ltr">Bentuk prosa lama yang sifatnya fiktif yang mengisahkan tentang kehidupan peri, dewi, pangeran, puteri, dan raja-raja yang mempunyai kekuatan gaib.</p>
<p dir="ltr">Contoh; Hikayat Hang Jebat, Hikayat Raja Bijak</p>
<p dir="ltr">2. Sejarah (Tambo)</p>
<p dir="ltr">Bentuk prosa lama yang menceritakan peristiwa sejarah dan sesuai fakta. Di dalamnya juga terdapat silsilah raja-raja.</p>
<p dir="ltr">Contoh; Sejarah Melayu oleh Tun Sri Lanang (1612).</p>
<p dir="ltr">3. Kisah</p>
<p dir="ltr">Bentuk prosa lama yang menceritakan mengenai perjalanan, pengalaman, atau petualangan seseorang di jaman dahulu.</p>
<p dir="ltr">Contoh; Kisah Raja Abdullah Menuju Kota Mekkah.</p>
<p dir="ltr">4. Dongeng</p>
<p dir="ltr">Bentuk prosa lama yang berisi cerita khayalan masyarakat di jaman dahulu. Dongeng memiliki beberapa bentuk, yaitu;</p>
<p dir="ltr">Mitos (myth), dongeng yang menceritakan kisah-kisah gaib. Contoh; Ratu Pantai Selatan, Batu Menangis, dan lain-lain.Legenda, dongeng yang menceritakan tentang asal-usul terjadinya suatu peristiwa atau tempat. Contoh; Legenda Danau Toba, Legenda Tangkuban Perahu, dan lainnya.Fabel, dongeng yang tokoh di dalam adalah binatang. Contoh; Si Kancil dan Buaya, dan lain-lain.Sage, dongeng yang menceritakan tentang kisah kepahlawanan, kesaktian, atau keberanian seorang tokoh. Contoh; Patih Gadjah Mada, Calon Arang, Ciung Winara, dan lainnya.Jenaka atau Pandir, dongeng yang menceritakan tentang perilaku orang bodoh, malas, cerdik, dimana penyampaiannya dengan humor. Contoh; Lebai Malang, Pak Belalang, dan lainnya.</p>
<p dir="ltr">5. Cerita Berbingkai</p>
<p dir="ltr">Bentuk prosa lama dimana cerita di dalamnya terdapat cerita lagi yang disampaikan oleh tokoh di dalamnya.</p>
<p dir="ltr">Contoh; Cerita Berbingkai Seribu Satu Malam.</p>
<p dir="ltr">B. Prosa Baru</p>
<p dir="ltr">Prosa baru adalah jenis prosa yang telah mengalami perubahan akibat pengaruh kebudayaan barat. Beberapa yang termasuk dalam prosa baru adalah:</p>
<p dir="ltr">1. Novel</p>
<p dir="ltr">Bentuk prosa baru yang di dalamnya terdapat cerita yang panjang mengenai kehidupan tokoh di dalamnya, dan bersifat fiktif atau non-fiktif.</p>
<p dir="ltr">Contoh; Novel Laskar Pelangi, Ave Maria dan lainnya.</p>
<p dir="ltr">2. Cerpen</p>
<p dir="ltr">Bentuk prosa baru yang di dalamnya terdapat kisah tokoh utamanya, konflik serta penyelesaiannya yang ditulis secara ringkas dan padat.</p>
<p dir="ltr">Contoh; Keluarga Gerilya oleh Pramoedya Ananta, Robohnya Surau Kami oleh A. A. Navis.</p>
<p dir="ltr">3. Roman</p>
<p dir="ltr">Bentuk prosa baru yang di dalamnya terdapat kisah hidup seseorang secara menyeluruh, mulai dari lahir hingga meninggal.</p>
<p dir="ltr">Contoh; Layar Terkembang oleh Sultan Takdir Ali Syahbana.</p>
<p dir="ltr">4. Riwayat</p>
<p dir="ltr">Jenis prosa baru berupa tulisan yang menceritakan mengenai kisah hidup seseorang yang menginspirasi.</p>
<p dir="ltr">5. Kritik</p>
<p dir="ltr">Jenis prosa baru berupa tulisan dimana isinya merupakan tulisan yang memberi alasan atau menilai hasil kerja orang lain.</p>
<p dir="ltr">6. Resensi</p>
<p dir="ltr">Jenis prosa baru berupa tulisan yang berisi rangkuman atau ulasan suatu karya (buku, seni, film, musik, dan lainnya). Di dalam resensi berisi pendapat dari sudut pandang penulis mengenai kelebihan dan kekurangan suatu karya.</p>
<p dir="ltr">7. Esai</p>
<p dir="ltr">Bentuk tulisan yang isinya adalah opini atau sudut pandang pribadi mengenai suatu hal yang menjadi topik utama di dalam tulisan tersebut.</p>
<p dir="ltr">Itulah penjelasan ringkas mengenai pengertian prosa, ciri-ciri prosa, jenis-jenis dan contoh prosa. Semoga artikel ini bermanfaat dan menambah pengetahuan kamu.</p>
<p dir="ltr">Dikutip dari berbagai sumber, berdadarkan hasil pencarian Google.</p>
Semuanya Tentang Andaikatahttp://www.blogger.com/profile/08066652145429135922noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1516637425207868931.post-39177736663724734242019-09-04T22:37:00.001-07:002019-09-18T06:29:53.621-07:00Takkan Ada Cinta Lama<p dir="ltr">Panorama gunung Pandan tampak begitu indah dari kejauhan, sekilas penampilannya seperti seorang raksasa yang sedang tertidur dengan pulasnya. Banyak legenda yang menceritakan penampakan gunung di Kecamatan Rejoso, Nganjuk itu, terutama tentang dongeng Gunung Pandan yang konon adalah kuburan Raden Hanoman (salah satu tokoh dalam epik Ramayana). Penampakannya yang terlihat seperti gundukan besar memanjang, menyerupai sebuah makam. Dan berbagai kisah mistis-mistis lain didalamnya, yang selalu mengundang rasa penasaran dalam relung kalbuku.</p>
<p dir="ltr">Entah, mengapa setelah hampir tigapuluh tahun lamanya, perasaan rindu untuk bisa kembali datang ke sana terasa begitu kuat. Dahulu, menjelajahi hutan di lerengnya menjadi kebiasaanku di masa muda. Menyusuri setapak di bawah lerengnya, diantara hamparan pohon jati yang rimbun, dimana kelebatan daunnya mampu menghalangi sinar matahari mencapai lantai hutan.</p>
<p dir="ltr">Tentu kisah ini pasti juga akan sampai kepada kisah asmara di masalaluku, dengan salah seorang gadis gunung yang sangat cantik jelita, Supeni, kembang desa Bendosewu saat itu.</p>
<p dir="ltr">Sekitar pukul sepuluh pagi, ketika motor trailku tiba di ujung desa. Di samping sebuah warung kecil kuparkirkan sepedamotor, di tempat yang terlindung dari paparan sinar mentari. Kemudian dengan perlahan kulangkahkan kaki menuju pintu warung, lalu mengucapkan salam kepada pemilik warung, dan beberapa orang yang terlihat ada di sana.</p>
<p dir="ltr">"Kulonowun!"</p>
<p dir="ltr">"Monggo!" terdengar balasan salam, dari semua yang ada di sana.</p>
<p dir="ltr">Kemudian aku beranjak untuk menjabat tangan pada dua orang tamu warung, dan kepada seorang wanita setengah baya pemiliknya.</p>
<p dir="ltr">"Ini dulu warung Mak Yati ya kan, Yu (kakak)?" tanyaku kepada pemilik warung.</p>
<p dir="ltr">"Iya, dulu ini memang warung beliau. Orangnya sudah meninggal sepuluhtahun yang lalu, saya meneruskan usahanya," jelas pemilik warung, "Sepertinya saya belum pernah melihat, atau bertemu dengan Sampeyan (bahasa Jawa halus untuk kamu), tapi sepertinya kenal betul dengan mertua saya?"</p>
<p dir="ltr">"Nama saya Kasmijan, Yu. Saya dari desa Talang, dulu saya sering datang kemari ketika Mak Yati masih ada."</p>
<p dir="ltr">"Kasmijan?! Dulu yang sering kesini, membawa bibit Lamtoro Gung (petai)?!" seorang yang sepantaran denganku, tiba-tiba menukas pembicaraan dengan ekspresi bertanya-tanya.</p>
<p dir="ltr">"Eh iya, Kang. Sampeyan siapa, ya?"</p>
<p dir="ltr">Orang itu berdiri dari tempat duduknya, kemudian memindahkan dirinya duduk disampingku.</p>
<p dir="ltr">"Aku Tarmidi, Jan! Anaknya Mbah Jodikromo, ingat?!" kata Tarmidi girang, dan saat dia tersenyum aku langsung mengingatnya.</p>
<p dir="ltr">"Ya, aku ingat kamu Di! Aku langsung teringat pada codet di bibirmu itu, saat tadi kamu tersenyum. Hahaha!" kamipun berangkulan, saling menepuk-nepuk bahu masing-masing.</p>
<p dir="ltr">"Kenapa kamu sudah tampak setua ini, Di? Hampir semua rambut di kepalamu, sudah berwarna putih."</p>
<p dir="ltr">"Jangan meledek! Rambutmu pun pasti sudah sepertiku ini, tetapi kamu menyemirnya kan?!"</p>
<p dir="ltr">"Hahaha!"</p>
<p dir="ltr">"Kalian sudah saling kenal?" tanya pemilik warung kepada heranan.</p>
<p dir="ltr">"Tentu sudah lama aku mengenalnya, Nem. Dia adalah teman baikku di masalalu, yang terbaik bahkan." jawab Tarmidi, dengan raut bangga di wajahnya.</p>
<p dir="ltr">"Nem, siapa?" tanyaku.</p>
<p dir="ltr">"Nama pemilik warung ini Sakinem, dia menantu dari almarhumah Mak Yati. Istrinya Wagiran, kamu masih ingat dia?" jawab Tarmidi, kali ini ada kesan kesedihan pada raut wajahnya.</p>
<p dir="ltr">"Wagiran Sudrun (bodoh)?" jawabku.</p>
<p dir="ltr">"Hahaha! Ternyata kamu masih mengingatnya, sudah hampir 30 tahun yang lalu."</p>
<p dir="ltr">"Kenapa Kang Wagiran dipanggil Sudrun, Kang?" tanya Yu Sakinem.</p>
<p dir="ltr">"Hahaha! Dia bukan hanya sudrun, bahkan sinting! Suatu hari dia pulang dari hutan, sambil membawa 3 ekor anak Macan Kumbang," Tarmidi menghentikan ceritanya, seperti srdang berusaha masuk ke dalam kisah kenangan itu, "malam harinya, orangtua macan itu datang mengambil paksa anak-anaknya. Rumah Wagiran diobrak-abrik, sampai hampir roboh oleh kedua macan itu. Untunglah pada malam itu, kedua orangtua dan Wagiran sedang tidak ada di rumahnya, karena sedang menghadiri acara pernikahan salah seorang kerabatnya di desa lain."</p>
<p dir="ltr">"Apa?! Kang Wagiran belum pernah menceritakannya ini, selama menjadi suamiku. Tolong ceritakan tentang hal itu ya, Kang Tarmidi!"</p>
<p dir="ltr">"Akan kuceritakan, tapi jangan kamu diamkan saja tamu kita seperti ini. Buatkan secangkir kopi, atau segelas teh manis untuknya!"</p>
<p dir="ltr">Yu Sukinem tampak sangat terkejut, karena melupakan hal itu. Memandangku dengan tersenyum dan menunduk malu, seakan memintaku untuk mengatakan sesuatu padanya.</p>
<p dir="ltr">"Teh manis saja, Yu!" seruku, sambil mengangguk padanya.</p>
<p dir="ltr">Dengan cepat tubuh wanita itu menghilang ke arah ruang dapur warung, yang terpisah oleh gedheg (dinding dari anyaman bambu) itu. Tetapi sebelumnya dia meninggalkan satu permintaan ke arah Tarmidi, "berceritalah dengan agak nyaring ya, Kang!"</p>
<p dir="ltr">"Iya, iya!."</p>
<p dir="ltr">*****</p>
<p dir="ltr">Bendoasri tahun 1988, saat baru saja lulus dari SMA. Teman-teman mengajakku mengadakan camping, dan berkegiatan sosial di desa itu. Kami akan menyumbangkan beberapa dus Mi Instan, beberapa puluh bibit Ayam, dan beberapa pakaian bekas layak pakai. Dan aku bawakan mereka seratus bibit lamtoro gung, dalam wadah polybag.</p>
<p dir="ltr">Desa itu sungguh sangat terpencil, akses menuju ke sana sangatlah sulit. Sebetulnya jarak dari kota Kecamatan tidaklah terlalu jauh, tetapi karena prasarana jalan yang memprihatinkan, jadilah tempat itu seperti terkucil nun jauh di lereng perbukitan.</p>
<p dir="ltr">Kami hanya pergi bertujuh dalam rombongan itu, bersama Satir, Tarjono, Sipan, Tarimin, Kardiman, Toha, dan aku sendiri. Mereka semua adalah teman sekelasku di SMA, tapi hanya Sipan yang rumahnya sedesa denganku.</p>
<p dir="ltr">Rencana camping yang sedianya hanya dua hari, tiba-tiba molor menjadi seminggu. Ini terjadi karena beberapa hal, selain karena pertimbangan kenyamanan, juga karena beberapa orang dari kami sudah terjerat cinta lokasi dengan para gadis desa di sana. Aku juga termasuk yang memilih tinggal lebih lama, dan memutuskan untuk tidak pulang.</p>
<p dir="ltr">Hati memang seluas samudera, akann sangat sulit menemukan titik mana yang membuatku jatuh cinta. Cinta aneh yang melibatkan perasaan terdalamku, kepada seorang gadis penggembala kambing bernama Supeni.</p>
<p dir="ltr">Seperti biasa setelah melakukan aktifitas di pagi hari, mandi di sendang (telaga), mencuci baju di pancuran, akupun segera kembali ke tenda. Tidak seperti pagi itu, aku dibuat terkejut dengan kehadiran seirang gadis penggembala kambing yang tampak sedang kebingungan. </p>
<p dir="ltr">"Sedang apa, Dik?" tanyaku, setelah meletakkan cucian dan peralatan mandiku di samping tenda.</p>
<p dir="ltr">"Mencari seekor anak Kambingku, Mas." jawab gadis itu lirih, menunduk malu tanpa berusaha menatap wajahku.</p>
<p dir="ltr">"Memang dia lari ke arah sini?"</p>
<p dir="ltr">"Iya, Mas. Eh, tidak tahu. Mungkin ke sini, beberapa tempat sudah kudatangi."</p>
<p dir="ltr">"Boleh aku ikut membantu mencari kambingmu itu, Dik?"</p>
<p dir="ltr">Dia tampak terkejut, dengan tidak sadar atas keterkejutannya itu dia menatap wajahku. Barulah kusadari, gadis ini sangat cantik. Sekilas orang yang memandang kecantikannya, pasti tidak akan percaya dia hanya seorang gadis desa biasa.</p>
<p dir="ltr">"Mas?! Kenapa menatapku seperti itu?!" tanyanya tergagap, dan itu sudah cukup membuatku salah tingkah tak karuan.</p>
<p dir="ltr">"Eh, anu. Bagaimana? Boleh aku membantu, mencari anak kambingmu yang hilang?"</p>
<p dir="ltr">"Jangan, Mas. Aku tidak ingin merepotkanmu, Mas. Biarlah, aku akan mencarinya seorang diri."</p>
<p dir="ltr">"Jangan! Hutan ini sangat luas, phon-pohonnya sangat lebat, belum lagi jika nanti kamu bertemu dengan Macan Tutul, Macan Kumbang, Babi, Ular, atau hewan berbahaya lainnya!"</p>
<p dir="ltr">"Hihihi!" Supeni terbahak mendengar nada khawatirku, lalu dia membungkam mulutnya sendiri karena tak ingin terdengar gelaknya, "aku kan lahir dan besar di tempat ini, masakan aku tidak mengetahui itu semua?"</p>
<p dir="ltr">"Eh, iya." Wajahku pun memerah mendengar jawaban katanya, tak terasa akupun menirukan dia membungkam bibirku sendiri. Kami akhirnya tergelak bersama.</p>
<p dir="ltr">(Draft)</p>
Semuanya Tentang Andaikatahttp://www.blogger.com/profile/08066652145429135922noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1516637425207868931.post-53684352453047773412019-09-02T23:54:00.001-07:002019-09-02T23:55:50.986-07:00Pahlawan Alumnus 88<p dir="ltr">"Bener-bener nggak masuk akal!" kataku sambil marah-marah, di sepanjang jalan pulang sekolah menuju rumah. Keputusan yang konyol, sepanjang jalan hidupku sebagai siswa teladan (telat datang pulang duluan), menurutku. </p>
<p dir="ltr">Terus memikirkan hal itu sampai tiba di rumah, hingga di dalam hati seakan aku berdialog dengan diriku sendiri.</p>
<p dir="ltr">Padahal kalo dipikir-pikir, sebesar apa sih kesalahanku? Masih tergolong dibatas kewajaran kan? Bagiku apa yang kulakukan itu adalah hal yang benar. Membela kaum yang lemah, tertindas, dan teraniaya (baca: kaum.memprihatinkan).</p>
<p dir="ltr">Orang-orang yang seharusnya, dan sepantasnya mendapat uluran tangan dewa dariku. Soalnya aku tahu, selain termasuk golongan kurang mampu (berfikir), mereka juga bernyali tikus, tidak punya keberanian, maupun keterampilan apa-apa. Mereka hanya pelajar lemah, yang tidak berdaya, dan kurasa aku wajib menolong, karena menyangkut masa depan mereka.</p>
<p dir="ltr">Tapi jujur saja, aku juga termasuk dalam kelompok mereka. Bedanya, aku punya nyali dan mental baja, bukan orang yang mudah ditindas. Akhirnya aku mencuri daftar nilai ulangan kelas, dan membuangnya. Itu, adalah perbuatan paling mengerikan. Bagai ibutiri,  siap merebus para pelajar yang sulit memahami hitung-hitungan.</p>
<p dir="ltr">Mungkin hanya aku yang berani melakukannya di kelas ini, atau bahkan di satu sekolahan. Itu adalah sebuah rekor paling bernyali bagiku, karena aku yakin; sampai lima, atau sepuluh tahun kedepan pun belum ada yang akan bernyali mengalahkannya.</p>
<p dir="ltr">Memang selain sebagai solidaritas membantu sesama, itu juga dalam rangka penyelamatan diriku sendiri. Siapa coba yang nggak pusing, tiap latihan atau ulangan nilaiku tidak pernah lebih dari tiga. Itupun kalau aku berhasil melirik kertas jawaban bintang kelas, yang duduk berseberangan bangku denganku.</p>
<p dir="ltr">Tapi tenang, yang lemah itung-itungan di kelas ini bukan cuma aku seorang. Ada banyak teman lainnya yang dapat nilai lebih parah dariku. Sebenarnya, kelompok lemah (golongan tidak mampu itung-itungan) hampir tiga perempat dari jumlah murid di kelas ini. Jadi kalau jumlah muridnya empat puluh orang, berarti yang matematikanya jeblok... sekitar tiga puluh orang.</p>
<p dir="ltr">Makanya setiap ulangan tiba, bukan cuma aku yang susah---satu kelas pun turut gelisah. Sebab semuanya tahu, bagimana cara perhitungan nilai di rapor. Semua nilai ulangan dan latihan selama ini ditotal, terus dibagi berapa kali ulangannya.</p>
<p dir="ltr">Pokoknya kalau aku itung-itung sendiri, nilai raporku kemungkinan dua koma enam. Sebab beberapa kali ulangan dapet nol besar banget, sampai guruku biasanya bilang, "Makan tuh, telur dadar!"</p>
<p dir="ltr">Dua koma enam (2,6), pasti emakku miris mendengarnya. Anak tunggalnya yang menuntut ilmu setiap hari, pagi berangkat sekolah dibuatin sarapan, dikasih sangu (uang jajan), tiap bulan dibayari SPP, cuma dapet nilai segitu.</p>
<p dir="ltr">Aku tidak bisa membayangkan gimana malunya emakku itu, apalagi kalau ngambil rapor, dia selalu duduk di bagian paling depan. Walaupun pastinya akan dipanggil belakangan, karena huruf awal namaku adalah W.</p>
<p dir="ltr">Ah  itu masih mending, lagi. Yang lebih gawat adalah, dua koma enam masih ditambah lagi sama nilai ulangan umum terus dibagi dua. Kalau ulangannya dapet nilai tinggi, kalau dapet nol lagi? Abis deh, dua koma enam dibagi dua, jadi satu koma tiga. Ini artinya, nilai matematikaku di rapor satu koma tiga?</p>
<p dir="ltr">Emakku pasti histeris teriak-teriak.</p>
<p dir="ltr">"Gusti! Owalah Le (panggilan anak lelaki), mending kamu ngarit (menyabit rumput) saja di sawah sana. Sekolah tinggi begini, tapi gak pinter. Mendingan emakmu, ngitung apapun bisa! Kamu cuma ngitung pakai kertas saja, ora bisa!"</p>
<p dir="ltr">Yah, mungkin (kurang lebih) omelannya seperti itu, seperti yang dialami oleh anak tetanggaku, yang mengalami hal yang sama denganku tahun kemarin.</p>
<p dir="ltr">Tapi setelah kupikir-pikir, semua ini tidak seratus persen murni kesalahanku. Ada faktor lain yang melatarbelakanginya, yaitu guru tua yang udah keriput, dan nafasnya tersengal.</p>
<p dir="ltr">Guru matematikaku itu sudah tua, tiap mengajar paling suka nembang (menyanyi lagu Jawa) sendiri. Dengan lagu yang sama, nada minor dan nada mayor tidak beda. Biramanya sama tinggi, disertai rintik-rintik bau jengkol yang membasahi mukaku saat mengkritikku. Saking seringnya nembang, sampai-sampai aku hafal banget tuh lagu---ora jelas!</p>
<p dir="ltr">Murid malas!<br>
Apa kamu tidak pernah belajar, di rumah?<br>
Ulangan nilai nol terus, kalau  guru nerangin tidak diperhatikan!<br>
Bagaimana mau dapet nilai bagus, kalau belajar aja gak serius?<br>
Mau jadi apa kamu?!</p>
<p dir="ltr">Menurutku itu lagu cuma reff doang, kalau denger syair yang super dahsyat itu kepalaku pasti langsung pusing. Kayaknya itu guru waktu sekolah nggak belajar seni musik deh, soalnya kalau dia belajar, pasti dia juga ngerti ngatur alur nadanya, kapan harus tinggi kapan harus rendah, nggak semuanya tinggi.</p>
<p dir="ltr">Akhirnya pas hari itu, rencana besarku dimulai. Rencana itupun mempunyai banyak dukungan, dari berbagai penjuru sudut kelas 1C. Bukan cuma dari (halaqoh lemah otak) di kelasku, tapi kelas yang lainnya juga sama. Mungkin juga ada dukungan non partai dari sekolah PGRI, atau Tsanawiyah, kuharap itu tidak pernah terjadi.</p>
<p dir="ltr">Matematika, selalu bikin pusing para penuntut ilmu. Dan yang kepilih untuk tugas besarku ini adalah teman-teman, yang biasa nongkrong di warung pojok sekolah.</p>
<p dir="ltr">Logikanya atau hanya fikiranku saja, kalau daftar nilai milik guru itu aku buang, maka catatan nilai semua murid selama ini akan hilang. Kalau menurut pegawai sipil, ini namanya pemutihan.</p>
<p dir="ltr">Awalnya pekerjaan ini berjalan mulus, buku absensi nilai itu berhasil kucuri dari ruang staf di kantor sekolah, dan kubuang ke kali dekat belakang sekolah. Dan dengan keyakinan hakiki, sampai kiamat pun kertasnya gak bakalan dapat diketemukan. Karena sudah kusobek-sobek sampai menjadi serpihan kecil, yang jumlahnya lupa gak kuitung. Yang pasti banyak, berhamburan mengikuti aliran sungai yang deras itu.</p>
<p dir="ltr">Kupikir, perbuatan itu akan aman-aman saja. Ternyata hari Sabtu aku dipanggil ke ruang guru, di sana aku dicerca pertanyaan dari berbagai corong, yang akhirnya bermuara ke gendang telingaku.</p>
<p dir="ltr">Dari mulai cuma pertanyaan biasa, sampai luar biasa. Dari ocehan kayak yang terdengar bagai geledek di masa kemarau, yang pada akhirnya sampai kepada satu keputusan. Aku diskorsing, selama satu minggu.</p>
<p dir="ltr">Teman-temanku yang ikut dalam misi tim "The koclok" itu, harusnya ikut bertanggung jawab juga. Sebab mereka termasuk orang yang terlibat langsung, dalam pencurian dokumen itu. Mereka memang tidak turun langsung dalam pencurian buku nilai, tapi hanya mengawasi keamanan saja. Waktu aku menyelinap ke kantor guru, ketika para guru itu sedang mengadakan rapat.</p>
<p dir="ltr">*****</p>
<p dir="ltr">Tapi aku bukanlah tipe orang yang suka ngumpet di belakang, kalau ada masalah. Dengan sifat kesatria, di hadapan para hakim, jaksa, dari guru-guru itu, aku mengaku dengan tegas. Aku jelaskan proses kejadiannya, yang apa adanya itu. Termasuk juga menyampaikan alasanku, kenapa mencuri daftar nilai tersebut. Dan aku juga menyatakan, bahwa tidak ada orang lain yang ikutserta dalam misi konyol ini. Hanya aku seorang, yang menjadi pelaku tunggal.</p>
<p dir="ltr">Kalau dipikir-pikir, aku bisa mengambil pelajaran dari kejadian ini. Aku jadi tahu, bagaimana sikap orang-orang di sekitarku. Kalau sudah begini, jangankan teman (yang ikut misi kemarin), teman sekelas, bahkan tetangga kelas (yang juga ikut merasakan berkah dari hilangnya daftar nilai itu) tidak ada yang peduli. Mereka seolah tutup mata dan telinga, bahkan menutup hidung juga. Mereka tidak mau tau, dan tidak ingin berbagi merasakan kesusahan yang sedang menimpaku.</p>
<p dir="ltr">Mungkin harus berbesar hati, juga berbesar jiwa. Ada kalanya, pemeran utama harus mengalami masa suram dalam pejalanan hidupnya. Ini pelajaran yang harus aku terima, untuk menyongsong masa depan yang lebih suram (sepertinya). Mau sukses bagaimana lagi, coba? Kalau jalan untuk nuntut ilmu saja malah distop begini? Tidak diijinkan mengikuti pelajaran, selama seminggu. Pasti jadi lebih bodo, kan?</p>
<p dir="ltr">Aku pulang meninggalkan halaman sekolah dengan kepala tegak, tidak mau tertunduk lemah dan sedih. Sebab aku tahu (dari setiap jendela kelas) murid-murid yang termasuk golongan otak lemah itu, sedang mengiringi kepergianku dari kelasnya masing-masing. Berdiri memagar memadati pinggiran lapangan, dan aku lewat di depan mereka (fantasiku saja).</p>
<p dir="ltr">Aku menarik napas dan menahannya, dada lebih kubusungkan lagi ke depan. Gaya jalanku juga kubuat sewibawa mungkin. Mata lurus ke depan, rahang mengatub, kedua pipi melembung, dan mulut sedikt gue manyunin (mulutku memang manyun). </p>
<p dir="ltr">Dari arah samping kiriku kubayangkan ada seseorang bersuara, "Kepada... Pahlawan revolusioner Sekolah Menengah Pertama Negeri Rejoso... Hormaaaattttt.... grakk!!"</p>
<p dir="ltr">Aku berpikir siapa yang memberi komando super konyol itu---pasti Suhanto, atau Sumarno, mungkin juga Wardi (yang kutahu sejak awal bercita-cita menjadi tentara) merekalah yang ikut bergabung dalam modus kemarin itu.</p>
<p dir="ltr">Serempak mereka memberi aba-aba, pada anak-anak yang berbaris mengiringi kepergianku siang itu. Indiah segera memimpin murid putri, menyanyikan koor Mars Pahlawan Bangsa. </p>
<p dir="ltr">Lebih dari itu, mereka pasti akan selalu mengingat siapa pahlawan sekolah ini. Di karier, juga masa depan mereka nantinya. Siapa pahlawan yang telah menyelamatkan nilai rapor mereka, dari ocehan bapak dan ibu mereka. Siapa yang berperan penting, dalam kenaikan kelas pada akhirnya.</p>
<p dir="ltr">Hanya satu orang yang akan mereka ingat yaitu aku, Winarto.</p>
<p dir="ltr">Biarpun <u>diskors</u>, aku tidak akan sedih. Aku bukan orang yang menyesali nasib, duduk galau di lantai, menangis meraung-raung seperti anak kecil. Aku adalah orang yang hebat, aku pemberani, pembela kaum lemah.</p>
<p dir="ltr">Telah berjasa, penyelamat kaum telmi (telat mikir), juga setia kawan. Murid terhebat dari murid hebat lainnya, walaupun pada akhirnya dengan semua yang aku banggakan itu membuatku diskorsing!</p>
<p dir="ltr">Yang jadi permasalahanku saat itu adalah, bagaimana cara ngomong sama emakku. Perempuan yang sudah melahirkan, membesarkanku dengan kedua tangannya seorang diri. Bagaimana reaksinya, kalau mendengar aku diskors?</p>
<p dir="ltr">Jika tidak mengaku pun dia pasti juga akan curiga, kalau aku tidak berangkat sekolah pada pagi harinya. Ini <u>juga</u>, bukan waktu libur panjang kenaikan kelas. Pasti aku akan diberondong pertanyaan-peetanyaan, yang pasti sepanjang gerbong kereta api. Belum lagi  mendengar dakwahannya tentang sekolah SR (sekolah rakyat), yang dibanggakannya itu.</p>
<p dir="ltr">Sesungguhnya pun, aku tidak pernah betah tinghal di rumah. Karena setiap hari, setiap waktu, setiap detik, harus selalu mendengar siraman qolbu, dari seorang emak milenial di rumah ini (bava: cerewet). Bahkan setiap aku melakukan hal kesalahan yang terkecil saja, gagang sapunya pasti ikut menyertai iringan (suara khas) radio rusak yang dimilikinya.</p>
<p dir="ltr">Sepertinya, aku harus cari jalan untuk menghabiskan waktu satu mingguku. Ini sangat wajib, kalau aku mau aman dari emakku itu. Mungkin yang harus aku lakukan, refreshing buat mendinginkan otakku yang ganas, karena lingkungan belakangan ini. Tempat mana yang cocok ya? Beijing? Belanda? Atau Ndrenges, ya?</p>
<p dir="ltr">Dari beberapa pilihan yang ada, rasanya tidak ada yang cocok buatku. Maklum, kan masih pelajar. Ahh... jadi malu sendiri. Baru ingat kalau masih pelajar, sombong-sombong pakai mau ke luar negeri segala.</p>
<p dir="ltr">Jangankan ke luar negeri, berangkat sekolah yang jaraknya 1 kilometer saja aku jalan kaki, karena gak punya sepeda. Apalagi udah dua minggu ini aku gak dikasih uang jajan, gara-gara disangka merebut permen lolipop anak tetanggaku yang masih umur lima tahun.</p>
<p dir="ltr">Konyol sih kedengarannya, tapi itu hanya bagi orang yang tidak tahu permasalahan aslinya, termasuk emakku sendiri. Sebenarnya aku tidak merebut lolipop itu, tetapi anak kecil itu sendiri yang memberikannya.</p>
<p dir="ltr">Tetapi, anak kecil itu kemudian menangis sampai termehek-mehek? Karena jempol kakinya terinjak kakiku, setelah permen darinya itu kuemut-emut</p>
<p dir="ltr">Nah, orang yang lewat dan sepintas melihat kejadian, disangkanya aku merebut permen punya anak kecil itu.</p>
<p dir="ltr">Itulah kesialan beruntun yang kualami, setelah berasa menjadi pahlawan di sekolahku (31 tahun yang lalu).</p>
<p dir="ltr">Dan bagi kalian alumni SMP Negeri Rejoso tahun1988, masih ingatkah akan kejadian itu? Pasti tidak! Karena aku mengarang cerita ini.</p>
<p dir="ltr">Selesai.</p>
Semuanya Tentang Andaikatahttp://www.blogger.com/profile/08066652145429135922noreply@blogger.com8tag:blogger.com,1999:blog-1516637425207868931.post-63186809631368428902019-09-02T23:49:00.001-07:002019-09-02T23:49:57.769-07:00Melawan Lupa Tentang PRRI/PERMESTA <p dir="ltr">Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) merupakan gerakan perjuangan menentang kebijakan pemerintah pusat yang dijalankan oleh Soekarno dan kroni-kroninya.</p>
<p dir="ltr">Dalam lintasan sejarah Indonesia, kehadiran PRRI (Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia) tak bisa dipisahkan dari keberadaan PDRI (Pemerintah Darurat Revolusioner Indonesia). Kedua peristiwa ini bagai mata rantai yang saling melengkapi.</p>
<p dir="ltr">PDRI dibentuk pada 19 Desember 1948 di Bukit Tinggi, Sumatera Barat oleh Syafruddin Prawiranegara. Ihwal terbentuknya PDRI bermula ketika Belanda melancarkan agresi kedua dengan menduduki ibukota negara, yang saat itu berada di Yogyakarta. Ketika itu Belanda juga berhasil menawan Presiden Soekarno, dan Wakil Presiden Mohammad Hatta. Beberapa jam sebelum ditawan, Soekarno menyurati Syafruddin selaku Menteri Kemakmuran RI, yang saat itu sedang menjalankan tugas di Bukit Tinggi, Sumatera Barat. Surat itu berisi mandat kepada Syafruddin agar segera membentuk PDRI.</p>
<p dir="ltr">Tanpa ada hambatan, sehari setelah itu, negara darurat pun terbentuk. Namun Syafruddin dan kawan-kawan terus diburu Belanda, yang tidak senang dengan berdirinya pemerintahan baru itu.</p>
<p dir="ltr">Roda pemerintahan terpaksa digerakkan dengan cara bergerilya, di hutan-hutan Sumatera Barat. Upaya Syafruddin menyelamatkan bangsa dari ketiadaan pemerintahan, boleh dikatakan berhasil. Melalui pemancar radio di Koto Tinggi, PDRI telah membukakan mata internasional, untuk tetap mengakui kedaulatan Republik Indonesia. </p>
<p dir="ltr">Setelah agresi militer Belanda berhenti, Soekarno dan Hatta pun dibebaskan. Setelah Dewan PBB mengakui kedaulatan Indonesia. Muhammad Natsir lalu datang ke Payakumbuh, membawa Syafruddin kembali ke Yogyakarta; untuk mengembalikan mandat pemerintahannya kepada Soekarno.</p>
<p dir="ltr">Setelah 10 tahun PDRI berlalu, pada tanggal 15 Februari 1958 Letnan Kolonel Achmad Husein mendeklarasikan berdirinya PRRI (Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia) yang berpusat di Padang, Sumatera Barat. Gerakan ini mendapat sambutan hangat dari para pejuang di wilayah Sulawesi, di mana pada tanggal 17 Februari 1958 mereka menyatakan mendukung PRRI.</p>
<p dir="ltr">Ikhwal pertentangan ini terjadi; dipengaruhi oleh tuntutan pemberlakuan otonomi daerah yang lebih luas, bukan tuntutan pembentukan negara baru, maupun pemberontakan. Tetapi lebih merupakan protes, mengenai bagaimana konstitusi dijalankan.</p>
<p dir="ltr">Bibit-bibit konflik tersebut mulai terjadi setelah dikeluarkannya Perda No. 50 tahun 1950 tentang pembentukan wilayah otonom; yaitu Provinsi Sumatera Tengah, yang mencakup wilayah provinsi Sumatera Barat, Riau, Kepulauan Riau, dan Jambi sekarang. Namun, protes tersebut yang harus ditumpas dengan kekuatan senjata. </p>
<p dir="ltr">Pengerahan kekuatan militer dalam penumpasan pemberontakan PRRI, adalah show of force terbesar yang pernah tercatat dalam sejarah militer Indonesia.</p>
<p dir="ltr">Semua tokoh PRRI adalah para pejuang kemerdekaan Indonesia, pendiri dan pembela NKRI. Pada waku Rapat Penguasa Militer Pusat pada tanggal 27 April 1957 di Istana Negara Jakarta, dalam pidatonya Achmad Husein mengatakan:</p>
<p dir="ltr">"Saya menjelaskan latar belakang terbentuknya dewan-dewan tersebut (Dewan Banteng di Sumatera Barat, Dewan Gajah di Medan, Dewan Garuda di Sumatera Selatan, dan Dewan Manguni di Manado). Sebagai seorang petugas negara dan sebagai TNI sejati yang ingin bertanggung-jawab bersama masyarakat, dalam rangka usaha untuk menyelamatkan nusa dan bangsa. Saya tidak dapat mengesampingkan fakta-fakta, yang tumbuh dan hidup di sekeliling saya. Bersumber pada pengalaman pahit, selama sebelas tahun dalam melaksanakan apa yang dinamakan demokrasi. Penyalahgunaan demokrasi yang meningkat kepada <i>politieke verwording</i>, dan <i>verwording van het partijwezen</i>, yang memang diberi kesempatan untuk tumbuh dan berkembang oleh sistem-sistem sentralisme.</p>
<p dir="ltr">Tidak dapat disangkal; bahwa sistem sentralisasi mengakibatkan birokrasi yang tidak sehat, <i>stagnasi</i> dalam segala lapangan pembangunan daerah, sehingga mengakibatkan seakan-akan seluruh rakyat menjadi apatis dan kehilangan inisiatif. Apalagi adanya unsur-unsur, dan golongan-golongan yang tidak bertanggung-jawab, yang hendak memaksakan kemauan mereka yang tidak sesuai dengan alam pikiran Rakyat Indonesia, yang demokratis, dan bersendikan ketuhanan. </p>
<p dir="ltr">Keadaan yang seperti itulah pada umumnya menjadi latar belakang, dan sebab musabab dari tumbuhnya gerakan daerah di Sumatera Tengah, serta daerah-daerah lain. Jelaslah bahwa perjuangan atau gerakan-gerakan tersebut bersumber dari tujuan yang suci ke arah pembinaan suatu masyarakat yang adil, makmur dan berwatak, seperti berbahagia di bawah pemerintahan oleh rakyat, dari rakyat dan untuk rakyat; di mana terkandung unsur-unsur persamaan, bukan saja dalam lapangan politik dan hukum, tetapi juga persamaan dalam lapangan ekonomi, sosial, dan kebudayaan.</p>
<p dir="ltr">Pada tempatnya kiranya pemimpin negara berterima kasih kepada gerakan-gerakan rakyat di daerah-daerah, yang ingin mencegah pembelotan cita-cita Proklamasi 1945, yang disebabkan oleh usaha tidak jujur dari pemimpin-pemimpin yang berkuasa di masa lalu. </p>
<p dir="ltr">Tetapi alangkah kecewanya saya mendengar reaksi-reaksi dari beberapa pemimpin dan golongan di ibu kota ini, seakan-akan gerakan-gerakan yang timbul di daerah itu adalah suatu kesalahan besar. Saya menolak keras dan tegas segala provokasi dan propaganda palsu yang dilancarkan oleh siapa pun yang mencap perjuangan suci rakyat di daerah-daerah sebagai gerakan <i>separatisme</i>, agen <i>imperialisme</i>, dan nama-nama lain.</p>
<p dir="ltr">Apabila kita boleh berkata tentang penghianatan, maka sejarahlah yang telah dan akan menentukannya. Tetapi yang pasti pada masa silam, daerahlah yang telah menyelamatkan kelanjutan hidup pemerintahan Negara Republik Indonesia. yang ada sekarang ini, dengan diselamatkannya Pemerintah Darurat Republik Indonesia pada masa revolusi tengah bergejolak.</p>
<p dir="ltr">Saya sendiri sebagai Ketua Daerah berusaha menemui berbagai tokoh-tokoh terkemuka, seperti Bung Hatta, Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Bung Sjahrir, Halim dari PSI, Moehammad Natsir dari Masyumi, dan K.H. Dahlan dari NU. Malah Bung Hatta dua kali mengunjungi Sumatera Tengah untuk meninjau dan melihat sendiri pembangunan-pembangunan yang tengah dilaksanakan. Ia menganjurkan agar pembangunan dilanjutkan terus.</p>
<p dir="ltr">Diakui atau tidak, hingga akhir tahun 1957, kondisi Indonesia sudah mengkhawatirkan. <i>Infiltrasi komunis</i> di pemerintahan dan masyarakat sudah sampai ke titik tertinggi, dan kekuatan komunis di Jawa sudah membahayakan. Apalagi tingkah laku Bung Karno makin menyuburkan PKI."</p>
<p dir="ltr"><b>1. Awal Gerakan</b><br>
Sejumlah perwira aktif dan perwira pensiunan mantan anggota Divisi IX Banteng di Sumatera Tengah menggagas pembentukan Dewan Banteng di Jakarta pada 21 September 1956. Gagasan itu didorong oleh kenyataan bahwa setelah kemerdekaan nasib para prajurit dan masyarakat yang menetap di luar pulau Jawa jauh dari kesejahteraan, padahal mereka adalah para pejuang yang bertaruh nyawa dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan pada tahun 1945-1950. Kondisi yang ada di Sumatera mereka pandang jauh berbeda dibanding pembangunan di pulau Jawa, padahal sumber devisa terbanyak saat itu berasal dari pulau Sumatera.</p>
<p dir="ltr">Hal lain yang menimbulkan ketidakpuasan mereka adalah munculnya ide NASAKOM (Nasionalis, Agama, Komunis) yang digagas oleh Soekarno tahun 1956. Dan perlakuan pemerintah pusat terhadap Komando Divisi IX Banteng.</p>
<p dir="ltr">Divisi IX Banteng adalah suatu divisi dalam Angkatan Perang Republik Indonesia, yang dibentuk pada masa Perang Kemerdekaan tahun 1945-1950 melawan kolonialis Belanda, dan membawahi teritorial Sumatera Tengah yang terdiri dari Sumatera Barat, Riau, Kepulauan Riau serta Jambi sekarang ini. Divisi IX Banteng mempunyai pasukan yang cukup banyak karena adanya Sekolah Pendidikan Opsir di Bukit Tinggi, bahkan salah satu pasukannya yaitu Resimen 6 dianggap sebagai pasukan terbaik di Sumatera.</p>
<p dir="ltr">Penciutan Divisi Banteng dilakukan dengan mengirim pasukan-pasukannya ke berbagai daerah diantaranya ke Jawa Barat, Aceh, Ambon dan lain-lain. Salah satu pasukan Divisi Banteng yaitu Batalyon Pagaruyung mengalami nasib yang lebih menyedihkan dibanding batalyon lainnya. Seusai bertugas di Ambon, lima dari delapan kompinya dipindahkan dan dilebur ke dalam Divisi Siliwangi, Jawa Barat sehingga menyebabkan terputusnya hubungan dengan divisi induknya yaitu Divisi Banteng di Sumatera Tengah. Penciutan itu berlanjut terus sehingga akhirnya menyisakan satu brigade. Brigade yang kecil itu masih menyandang nama Brigade Banteng yang dipimpin Letnan Kolonel Achmad Husein. Selanjutnya brigade itupun diciutkan lagi sehingga hanya berbentuk resimen yaitu Resimen Infanteri 4 yang kemudian dilebur ke dalam Komando Tentara Teritorium I Bukit Barisan (TT I BB) yang berkedudukan di Medan. Achmad Husein-pun hanya menjadi Komandan Resimen Infanteri 4 TT I BB.</p>
<p dir="ltr">Perlakuan pemerintah pusat yang memecahbelah batalyon-batalyon, dan pembubaran Divisi IX Banteng menimbulkan rasa sakit hati para perwira-perwira, dan anggota pasukan lainnya dari Divisi Banteng yang telah berjuang mati-matian dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan bangsa Indonesia.</p>
<p dir="ltr">Pertemuan para perwira yang pertama di Jakarta pada 21 September 1956, kemudian dilanjutkan dengan pertemuan kedua di Padang pada tanggal 20-24 November 1956. Pertemuan tersebut dihadiri tidak kurang dari 612 perwira aktif dan pensiunan yang berasal dari Divisi Banteng yang telah dibubarkan itu. Dalam pertemuan itu mereka membahas tentang situasi sosial, politik dan ekonomi rakyat Sumatera Tengah yang dianggap memprihatinkan. Pertemuan itu akhirnya menghasilkan beberapa keputusan dalam bentuk tuntutan.</p>
<p dir="ltr">Pada tanggal 20 Desember 1956 dibentuklah suatu dewan untuk mewujudkan hasil-hasil pertemuan yang kedua itu. Dewan itu dinamakan "Dewan Banteng", yang tetap mengambil nama dari Divisi Banteng yang telah dibubarkan. Dewan Banteng tidak hanya didukung oleh para perwira militer mantan anggota Divisi Banteng, tetapi juga oleh semua partai politik yang ada di Sumatera Tengah kecuali Partai Komunis Indonesia (PKI). Bahkan Dewan itu juga didukung oleh semua elemen masyarakat Sumatera Tengah, seperti ulama, kaum intelektual, pemuda, kaum adat, sehingga melahirkan semboyan ketika itu yang berbunyi: "Timbul Tenggelam Bersama Dewan Banteng".</p>
<p dir="ltr">Namun dalam pendiriannya Dewan Banteng tetap mengakui Pemerintahan Republik Indonesia dibawah Presiden Soekarno, dan Perdana Menteri Djuanda, serta Jenderal A.H. Nasution sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD). </p>
<p dir="ltr">Adapun tuntutan Dewan Banteng adalah: </p>
<p dir="ltr">a. Pemberian dan pengisian otonomi luas bagi daerah-daerah dalam rangka pelaksanaan sistem pemerintahan desentralisasi serta pemberian perimbangan keuangan antara pusat dan daerah yang wajar, layak dan adil.</p>
<p dir="ltr">b. Dihapuskannya sistem sentralisme yang dalam kenyataannya mengakibatkan birokrasi yang tidak sehat dan juga menjadi pokok pangkal dari korupsi, stagnasi pembangunan daerah, hilangnya inisiatif dan kegiatan daerah serta kontrol.</p>
<p dir="ltr">c. Pembentukan kembali Komando Pertahanan Daerah dalam arti teritorial, operatif dan administratif yang sesuai dengan pembagian administratif dari Negara Republik Indonesia dewasa ini dan merupakan komando utama dalam Angkatan Darat.</p>
<p dir="ltr">d. Ditetapkannya eks. Divisi IX Banteng Sumatera Tengah sebagai kesatuan militer yang menjadi satu korps dalam Angkatan Darat.</p>
<p dir="ltr">Pada tanggal 20 Desember 1956, Letkol Achmad Husein merebut kekuasaan Pemerintah Daerah dari Gubernur Ruslan Muljohardjo, dengan dalih gubernur yang ditunjuk Pemerintah tidak berhasil menjalankan pembangunan daerah dengan baik.</p>
<p dir="ltr">Pada tanggal 22 Desember 1956, dua hari sesudah terbentuknya Dewan Banteng, Kolonel Maludin Simbolon, Panglima Komando Tentara Teritorium I Bukit Barisan juga mengumumkan pembentukan Dewan Gajah di Medan, dan menyatakan melepaskan diri dari pemerintahan PM Djuanda, serta mengaku wilayah teritorialnya dalam keadaan Darurat Perang (SOB).</p>
<p dir="ltr">Maludin Simbolon, Panglima Tentara dan Teritorium I (TT-I) Bukit Barisan yang menjabat Menteri Luar Negeri PRRI melihat bahaya komunis mengintai Sumatera Utara. Perkebunan-perkebunan raksasa yang saat itu berada di bawah pengawasannya rawan untuk disusupi komunis. Sebab, para buruh merupakan ”ladang emas” bagi mereka untuk digarap. Para buruh yang sudah terasuki paham komunis ini mendirikan organisasi bernama SOBSI (Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia). Organisasi ini bertugas melumpuhkan usaha perkebunan, transportasi, dan pelabuhan di Belawan, Sumatera Utara, sehingga pemasukan negara terhambat dan pemerintah mengalami kesulitan ekonomi. Rencana berikutnya, mereka akan menuntut kekuasaan.</p>
<p dir="ltr">Maludin Simbolon membentuk Divisi Pusuk Buhit dibantu oleh Mayor Boyke Nainggolan yang diangkat sebagai penasehat. Boyke merupakan putera dr. F.J. Nainggolan, mantan Menteri Kesehatan Negara Sumatera Timur. Sikap Kolonel Maludin Simbolon ini mendapat reaksi keras dari pemerintah pusat dengan memerintahkan KSAD Jenderal A.H. Nasution untuk memecatnya dan menggantinya dengan Letnan Kolonel Djamin Ginting.</p>
<p dir="ltr">Pada Maret 1958 Mayor Sinta Pohan menghalangi pengembangan pelabuhan Samudra, dan lapangan terbang Pinang Sori di Sibolga, Tapanuli Tengah. Ia mendapat dukungan dari Mayor Sahala Hutabarat selaku Komandan Resimen IV. Letkol Jamin Gintings lalu menskorsing mereka, tapi mereka justru keluar dari TNI dan bergabung dengan PRRI. Di samping itu Mayor Boyke Nainggolan, Wakil Kepala Staf Komando Daerah Militer (Kodam) TT I/BB malah mengultimatum Panglima TT I/BB Jamin Gintings agar turut membelot. Akibat imbauannya tidak dihiraukan, pada 16 Maret 1958 sekira pukul 03.00 pagi Mayor Boyke Nainggolan bersama pasukannya menyerang lapangan terbang Polonia, dibantu oleh Mayor Sinta Pohan dengan dukungan 12 truk pasukan. Mereka menahan pejabat militer yang tak mau bergabung. </p>
<p dir="ltr">Pada pertengahan bulan Januari tahun 1957 di Sumatera Selatan Letnan Kolonel Barlian juga membentuk Dewan Garuda, demikian juga pada 17 Februari 1957 Letkol Herman Nicholas Ventje Sumual mendirikan Dewan Manguni di Manado. Di Padang, Achmad Husein juga menuntut pembubaran Kabinet Juanda, dan mengusulkan Bung Hatta dan Sultan Hamengkubuwono IX untuk membentuk kabinet nasional. Untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi, pemerintah pusat mengadakan musyawarah nasional pada September tahun 1957. Kemudian Musyawarah Nasional Pembangunan pada November 1957, yang bertujuan mempersiapkan pembangunan di daerah secara integral. </p>
<p dir="ltr">Di tengah kemelut yang demikian, pada 21 Februari 1957, Soekarno menyampaikan pidato tentang konsep Demokrasi Terpimpin yang disiarkan langsung oleh RRI ke seluruh Indonesia. Bukan meredakan keadaan, pidato ini justru menambah ketegangan politik negara. Pro dan kontra di tengah masyarakat tak terhindarkan. Masyumi dan Partai Katholik secara jelas menolak konsep ini. NU, PSII, Parkindo, IPKI, dan PSI menolaknya samar-samar. Sedangkan PNI dan PKI menjadi partai yang paling gigih mendukung konsep ini. Paling disayangkan dari keadaan-keadaan di atas adalah sikap Soekarno yang telah bulat dan yakin bahwa satu-satunya solusi atas seluruh persoalan bangsa adalah Demokrasi Terpimpin.</p>
<p dir="ltr"><b>2. Berdirinya PRRI</b><br>
Akibat tuntutan dari Dewan Banteng tidak mampu dipenuhi oleh pemerintah pusat. Hal ini mengakibatkan Dewan Banteng tidak lagi mengirimkan penghasilan daerah Sumatera Tengah ke Pemerintah Pusat, tetapi dipakai untuk pembangunan daerah. Bahkan Dewan Banteng juga melakukan barter hasil-hasil alam Sumatera Tengah dengan pihak luar negeri. Seluruh dana yang didapat dari hasil bumi itu digunakan untuk pembangunan daerah.</p>
<p dir="ltr">Hanya dalam beberapa bulan saja terlihat hasil yang nyata berbeda dengan keadaan sebelumnya, bahkan pembangunan di Sumatera Tengah di bawah Dewan Banteng dianggap sebagai yang terbaik di Indonesia pada waktu itu.</p>
<p dir="ltr">Apa yang dilakukan Dewan Banteng tersebut membuat hubungan daerah Sumatera Tengah dengan pemerintah pusat semakin menegang. Puncak dari ketegangan itu berujung pada terbentuknya Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia atau PRRI. Pada waktu rapat raksasa di Padang, Letkol Achmad Husein selaku pimpinan mengeluarkan ultimatum yang isinya agar Kabinet Djuanda menyerahkan mandatnya kepada presiden dalam waktu 5 X 24 jam, dan presiden diminta kembali kepada kedudukan konstitusionalnya. Ia juga menuntut agar pemerintah pusat membersihkan kabinetnya dari unsur-unsur PKI. Ultimatum ini ditolak oleh pemerintah pusat, bahkan Achmad Husein dan kawan-kawannya dipecat dari Angkatan Darat.</p>
<p dir="ltr">Pada tanggal 15 Februari 1958, Letkol Achmad Husein mengumumkan berdirinya Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia di Padang. PRRI lalu membentuk kabinet dan Syafruddin Prawiranegara sebagai perdana menteri. Gerakan ini mendapat dukungan dari para tokoh elit politik pusat dari Partai Masyumi dan PSI. PRRI lalu membentuk kabinet yang terdiri dari:</p>
<p dir="ltr">Mr. Syafruddin Prawiranegara sebagai Perdana Menteri merangkap Menteri Keuangan,<br>
Mr. Assaat Dt. Mudo sebagai Menteri Dalam Negeri, Dahlan Djambek sempat memegangnya sebelum Mr. Assaat sampai di Padang,<br>
Kol. Maludin Simbolon sebagai Menteri Luar Negeri,<br>
Burhanudin Harahap sebagai Menteri Pertahanan dan menteri kehakiman,<br>
Prof. Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo sebagai Menteri Perhubungan dan Pelayaran,<br>
Muhammad Sjafei sebagai Menteri PPK dan Kesehatan,<br>
J.F. Warouw sebagai Menteri Pembangunan,<br>
Saladin Sarumpaet sebagai Menteri Pertanian dan Perburuhan,<br>
Muchtar Lintang sebagai Menteri Agama,<br>
Saleh Lahade sebagai Menteri Penerangan,<br>
Ayah Gani Usman sebagai Menteri Sosial,<br>
Kolonel Dahlan Djambek sebagai Menteri Pos dan Telekomunikasi setelah Mr. Assaat sampai di Padang.</p>
<p dir="ltr">Kolonel Maludin Simbolon sebagai Menteri Luar Negeri PRRI, pernah dibujuk oleh agen rahasia Amerika Serikat CIA (Central Intelligence Agency) agar PRRI meledakkan mau instalasi pertambangan minyak Caltex di Riau. Namun saran tersebut ditolak oleh Maludin, karena jika diledakkan akan ada alasan bagi Amerika Serikat untuk mendaratkan marinirnya ke Indonesia, karena usaha mereka di diganggu. Ia juga mengatakan bahwa ia tidak menghendaki Indonesia mengalami seperti yang terjadi antara Korea Utara dan Korea Selatan atau 'balkanisasi' negara dan bangsanya. Mengenai hal ini diungkap jelas dalam buku Payung Bangun: " Kolonel Maludin Simbolon Liku-Liku Perjuangan dalam Pembangunan Bangsa."(Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996, hal. 256-257). </p>
<p dir="ltr"><b>3. Berdirinya PERMESTA</b><br>
Di Makassar, Letkol H.N. Ventje Sumual bersama rekan seperjuangannya pada 2 Maret 1957 memproklamirkan berdirinya Piagam Perjuangan Semesta. Piagam tersebut ditandatangani antara lain oleh Letkol H.N. Ventje Sumual, Letkol Sjamsoedin Koernia (ayah Sjafri Sjamsoedin mantan Panglima Kodam Jaya), Mayjend Andi Matalatta (ayah penyanyi senior Andi Meriem Matalatta), Kolonel Daniel Julius Somba, Mayor Dolf Roentoerambi, Mayor Eddy Gagola, dan Kapten Wim Najoan. Gerakan ini meliputi hampir seluruh wilayah Indonesia Timur serta mendapat dukungan dari tokoh-tokoh Indonesia Timur. Ketika itu keadaan Indonesia sangat rawan dan hampir seluruh pemerintahan di daerah diambil alih oleh militer. Selain itu mereka juga membekukan segala aktivitas Partai Komunis Indonesia, serta menangkap kader-kader PKI.</p>
<p dir="ltr">Keadaan semakin genting tatkala diadakan rapat di gedung Universitas Permesta di Sario Manado yang menghadirkan para tokoh militer, politik, dan kaum cendikiawan. Dalam rapat tersebut dibicarakan tentang pemutusan hubungan dengan pemerintah pusat. Kolonel D. J. Somba,  Panglima Komando Daerah Militer Sulawesi Utara dan Tengah memberikan gambaran tentang perkembangan di Sumatera dan keputusan agar dibentuknya PRRI. Selanjutnya ia memberikan sebuah pernyataan, "Permesta di Sulutteng menyatakan solidaritas dan sepenuhnya mendukung pernyataan PRRI. Oleh sebab itu, mulai saat ini juga Permesta memutuskan hubungan dengan Pemerintah Republik Indonesia, Kabinet Djuanda."</p>
<p dir="ltr">Seketika para peserta rapat berdiri dan menyambutnya dengan pekik, "Hidup PRRI! Hidup Permesta! Hidup Somba!" Setelah itu rapat diskors 30 menit untuk menyusun teks pemutusan hubungan dengan pusat oleh tiga orang yaitu Kolonel D. J. Somba, Mayor Eddy Gagola, dan Kapten Wim Najoan. Setelah selesai menyusun teks pemutusan hubungan degan Pemerintah Pusat, rapat dilanjutkan dan teks tersebut dibacakan kepada para hadirin. Respon peserta rapat sangat antusias, dengan ramai mereka mendengungkan pekik, "Hidup Permesta! Hidup PRRI! Hidup Somba-Sumual!" Setelah itu Mayor Dolf Roentoerambi bertanya kepada hadirin, "Bagaimana, saudara-saudara setuju?" Serentak menjawab, "Setuju! Setuju!"</p>
<p dir="ltr">Kembali suasana yang sangat ramai dari para hadirin. Setelah rapat tersebut, Kolonel D. J. Somba selaku pimpinan Kodam Sulawesi Utara dan Tengah mengadakan rapat di Lapangan Sario, Manado. Ia membacakan teks pemutusan hubungan dangan Pemerintah Pusat yang isinya: "Rakyat Sulawesi Utara dan Tengah termasuk militer, solider pada keputusan PRRI dan memutuskan hubungan dengan Pemerintah RI."</p>
<p dir="ltr">Hari itu juga pemerintah pusat kemudian mengumumkan pemecatan dengan tidak hormat atas Letkol H.N. Ventje Sumual, Mayor D.J. Somba, dan kawan-kawannya, dari Angkatan Darat. Saat itu pula para pelajar, mahasiswa, pemuda, dan ex-KNIL mendaftarkan diri untuk menjadi pasukan dalam Angkatan Perang Permesta. Bagi mereka yang telah mendaftar, langsung diberi latihan di Mapanget. Pada tahun 1958 markas besar Permesta dipindahkan ke Manado. Di sini timbul kontak senjata dengan pasukan pemerintah pusat sampai mencapai gencatan senjata. Masyarakat di daerah Manado waktu itu tidak puas dengan keadaan pembangunan mereka. Pada waktu itu masyarakat Manado juga mengetahui bahwa mereka juga berhak atas hak menentukan diri sendiri (self determination) yang sesuai dengan sejumlah persetujuan dekolonisasi. Di antaranya adalah Perjanjian Linggarjati, Perjanjian Renville dan Konferensi Meja Bundar yang berisi mengenai prosedur-prosedur dekolonisasi atas bekas wilayah Hindia Timur.</p>
<p dir="ltr">Pergolakan ini pun terus berlanjut dan semakin menuju terjadinya Perang Saudara. Ketika itu Republik Indonesia, yang baru berdiri kurang lebih 10 tahun setelah pengakuan kedaulatan, benar-benar berada di ujung tanduk. Keutuhan Negara Republik Indonesia sangat membahayakan akibat maraknya terjadi pemberontakan karena ketidakpuasan dan ketidakcocokan terhadap kepemimpinan Soekarno, mulai dari DI/TII (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia), pemberontakan Andi Azis di Makassar, dan Republik Maluku Selatan.</p>
<p dir="ltr">Selain itu, di dalam tubuh pemerintahan RI banyak terjadi pergolakan politik terutama dengan silih bergantinya kabinet seiring dengan penerapan Demokrasi Terpimpin. Di sisi lain, hubungan Dwi Tunggal Soekarno dan Hatta mengalami keretakan. Hal ini terjadi akibat kedekatan Soekarno dengan Partai Komunis Indonesia yang selalu memusuhi Hatta. Akhirnya dengan berat hati, Hatta mengundurkan diri dari jabatan sebagai Wakil Presiden Republik Indonesia di kala suasana negara yang kritis.</p>
<p dir="ltr">Akibat pemutusan hubungan Permesta dengan pusat, Kota Manado menjadi sangat mencekam. Kegelisahan meghantui setiap penjuru Manado. Warga seakan tak bisa tenang untuk sesaat pun karena khawatir akan adanya serangan dari Pemerintah Pusat yang diperkirakan tak lama lagi akan datang menyerbu daerah yang dikuasai Permesta.</p>
<p dir="ltr">Banyak masyarakat Manado yang mengungsi ke luar kota untuk menghindari Perang Saudara yang tampaknya akan menjadi sebuah kenyataan, Di lain pihak juga dukungan terhadap Permesta semakin besar. Dengan masuknya Kolonel Alexander Evert Kawilarang mantan Panglima Kodam III/Siliwangi kelima dan Panglima Tentara dan Teritorium I Bukit Barisan pertama, setelah berhenti sebagai Atase Militer RI pada Kedubes RI di Washington DC, Amerika Serikat, ia berhenti dari dinas militer dengan Pangkat Brigadir Jenderal. Selanjutnya pulang ke Sulawesi Utara untuk bergabung dengan Permesta. Disana ia mendapat jabatan sebagai Panglima Besar/Tertinggi Angkatan Perang Revolusi PRRI dan Kepala Staf Angkatan Perang APREV (Angkatan Perang Revolusi) PRRI, dengan pangkat Mayor Jenderal dan selanjutnya ia menjadi Panglima Besar Permesta.</p>
<p dir="ltr"><b>4. Operasi </b><b><u>Militer</u></b><br>
Pemerintah Pusat menganggap gerakan PRRI harus segera ditumpas dengan kekuatan senjata. Lantas pemerintah pusat melakukan operasi gabungan yang terdiri dari Angkatan Darat, Laut, dan Udara. Operasi pun dilancarkan sebagai berikut:</p>
<p dir="ltr">1. Operasi Tegas dengan sasaran Riau, operasi ini bertujuan untuk merebut daerah perminyakan di Riau. Meski PRRI memiliki basis terkuat di Sumatera Barat dan Sumatera Utara, penunjukan Riau sebagai sasaran dinilai tepat. Pasalnya, posisi Riau cukup strategis karena berbatasan dengan jalur lalu lintas laut internasional. Menguasai Riau akan menutup kemungkinan pemberontak melarikan diri melalui selat Malaka. Selain itu Caltex (perusahaan minyak raksasa multi nasional asal Amerika Serikat), telah lama beroperasi di Riau.<br>
Duta Besar AS Howard Jones didampingi pejabat tinggi Caltex menemui Perdana Menteri Juanda di Jakarta. Kedua tamu ini khawatir keselamatan warga dan investasi Amerika di Riau. Mereka mengisyaratkan ancaman. Armada Laut AS yang berpangkalan di Pasifik dan kesatuan militer Inggris di Singapura bersiaga di perairan Riau. Pasukan marinir AS akan diturunkan bila pemerintah Indonesia tak mampu mengamankan wilayahnya.</p>
<p dir="ltr">Operasi ini tergolong skala besar karena melibatkan kekuatan inti dari semua angkatan mulai dari AD, AL, AU, termasuk Kepolisian. Sebagian besar armada laut dan pesawat terbang dikerahkan. Abdul Haris Nasution yang berpangkat Letnan Jenderal berkedudukan sebagai ketua Gabungan Kepala Staf (GKS). Adapun yang menjadi komandan operasi ialah Letkol AD Kaharudin Nasution, Wakil I Letkol AU Wiriadinata, dan Wakil II Mayor AL Indra Subagyo. Selain pasukan reguler, pasukan elite masing-masing matra dikerahkan. Satu kompi RPKAD (kini Kopassus), dua kompi Pasukan Gerak Tjepat (PGT, kini Paskhas AU), dan Korps Komando (KKO) AL. Dalam operasi di Riau, satuan-satuan Brimob diturutsertakan di bawah pimpinan Komisaris Polisi Sutjipto Danukusumo. Penerjunan dan pendaratan pasukan diberangkatkan dari Tanjung Pinang, ibukota Riau Kepulauan. Pasukan RPKAD dari komando Kangguru pimpinan Letnan II Benny Moerdani, menyita sekira 80 truk yang ditinggalkan di landasan lapangan terbang. Setelah digeledah, truk-truk tadi membuat kebutuhan logistik berupa persenjataan dan uang.</p>
<p dir="ltr">2. Operasi 17 Agustus pimpinan Kolonel Ahmad Yani dengan sasaran Padang. Pasukan khusus dari Banteng Raiders dan KKO menjadi pasukan andalan yang dipersiapkan untuk menggempur pusat konsentrasi musuh dari darat dan laut. KRI Pati Unus pun dipersiapkan untuk membombardir Kota Padang sekaligus untuk mendaratkan pasukan dari laut. Meskipun Komando Pasukan Katak (Kopaska) belum resmi berdiri di tahun 1958, namun beberapa perwira Angkatan Laut dan RPKAD sudah disekolahkandi Amerika Serikat. Satuan pasukan tempur bawah air ini pun memiliki peran tingg dalam menumpas PRRI di Padang.<br>
Malam 17 April 1958, pasukan inilah yang melumpuhkan penjagaan pantai pasukan PRRI di Kota Padang. Sehingga satu batalyon yang dipimpin oleh Kolonel Achmad Yani melenggang masuk ke kota ini. Ia berhasil menduduki Padang dalam waktu 6 jam. Setelah itu baru masuk ke Bukittinggi dan Payakumbuh, hingga akhirnya menguasai wilayah Sumatera bagian tengah sampai ke Riau dan Sumatera Utara. </p>
<p dir="ltr">3. Operasi Bukit Barisan di bawah pimpinan Letkol Jamin Gintings dilancarkan pada tanggal 7 April 1958. Jamin Gintings mendatangkan bantuan dari luar teritorialnya. Ada Yon Infantri Siliwangi, satu kompi Pasukan RPKAD dan satu kompi PGT/AURI. Selama dua minggu, pasukan Jamin Gintings beserta Batalyon 137 bergerak dari Sidikalang, via Dolok Sanggul, Siborong-borong, Tarutung, hingga Sibolga. Sementara itu pasukan Batalyon 133 Siliwangi pimpinan Mayor Raja Sahnan bergerak dari Rantau Parapat, via Kota Pinang, Gunung Tua, Panyabungan hingga ke Bukit Tinggi di Sumatera Barat. Hingga 27 April 1958 akhirnya Boyke dan pasukannya menyerah kepada pasukan Batalyon 137. Semua wilayah yang sempat diduduki Boyke seperti Lapangan Udara Pinang Sori kembali dikuasai Kodam TT I/BB. Jakarta mengirimkan pasukan payung yang diterjunkan di Medan untuk mendukung pasukan Jamin Gintings, sehingga pasukan yang setia pada Maludin mundur menghindari pertempuran ke utara Medan, lalu melanjutkan Balige, Tapanuli Tengah. Selanjutnya, Maludin dan pasukan yang loyal kepadanya kemudian melanjutkan perlawanan secara bergerilya, dan berkoordinasi dengan kekuatan PRRI lainnya di bawah Letkol Achmad Husein di Bukit Tinggi. Selain di Medan, pemerintah pusat juga menerjunkan pasukan payung dan melakukan pendaratan pasukan dari laut di Palembang dan Padang, untuk secara efektif menguasai kota-kota pusat perlawanan PRRI di Sumatera tersebut.<br>
Pada tanggal 27 Juli 1961, Maludin Simbolon bersama staff dan pasukannya "Divisi Pusuk Buhit" menyerahkan diri secara resmi kepada Panglima Kodam II, Letkol. Manaf Lubis di Balige, Tapanuli. Dengan demikian rencana Maludin Simbolon dan kawan-kawan untuk merebut Sumatera Timur dan Tapanuli berhasil digagalkan.</p>
<p dir="ltr">4. Operasi Sadar di bawah pimpinan Letkol Dr. Ibnu Sutowo yang merupakan Panglima TT-II Sriwijaya dengan sasaran Sumatera Selatan.</p>
<p dir="ltr">Di masa penumpasan ini, kesempatan PKI untuk membalas dendam terhadap PRRI yang selama ini memusuhi mereka terbuka lebar, apalagi setelah Kolonel Pranoto diangkat menggantikan Kolonel Ahmad Yani sebagai Panglima Kodam III dan Komandan Operasi 17 Agustus.</p>
<p dir="ltr">Syafrudin Bahar, dalam Kaharoeddin Gubernur di Tengah Pergolakan, 1998, memaparkan bagaimana Pranoto mengerahkan sekitar 6.341 OKR (Organisasi Keamanan Rakyat) dan OPR (Organisasi Pemuda Rakyat) untuk menyerang PRRI. Jumlah ini hampir setara dengan sembilan batalyon tentara. Kenyataannya OKR menjelma menjadi Pemuda Rakyat yang dijadikan ujung tombak PKI melakukan berbagai teror, intimidasi, dan tindakan brutal. Banyak korban berjatuhan di Sumatera Barat yang semuanya adalah pendukung PRRI. Kebiadaban kian menjadi-jadi dengan ikutnya Mayor Latif sebagai Perwira Seksi I/Intelijen, Letnan Untung (kelak memimpin kudeta G30S/PKI) sebagai Komandan Kompi, dan anggota Biro Khusus Komite CC-PKI, Djajusman. Jadilah penumpasan PRRI sebagai ajang balas dendam menghabisi mereka yang dulu gencar menuntut pembubaran PKI. Pendukung PRRI yang tidak lari ke hutan sering ditemukan dalam karung tanpa kepala atau mata. Di Matur Mudik, tentara pelajar yang dijemput malam oleh OPR banyak yang tak pernah kembali lagi.</p>
<p dir="ltr">Di Mahek Suliki, anggota PRRI yang bersiap kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi ditembaki hingga tewas. Di desa Lariang, Bonjol Pasaman, Kolonel Dahlan Djambek yang bersiap turun gunung memenuhi panggilan pemerintahan Soekarno pada 13 September 1961 diberondong sampai tewas. Pada 29 Mei 1961 Achmad Husein menyerahkan diri dan berakhirlah pemberontakan PRRI. Presiden Soekarno mengeluarkan Keppres Nomor 449/1961 tentang pemberian amnesti umum kepada semua orang yang terlibat dalam PRRI/Permesta untuk kembali ke pangkuan ibu pertiwi sebelum 5 Oktober 1961. Seluruh tokoh yang terlibat dengan PRRI menyerahkan diri. Namun, amat disayangkan, selepas kembali ke pangkuan NKRI, mereka ditangkap dan dipenjarakan. Muhammad Natsir mantan Perdana Menteri Indonesia kelima dan Menteri Penerangan kedua sekaligus salah seorang ulama besar Indonesia yang ikut mendamaikan perseteruan antara PRRI dan pemerintah juga dituduh pro terhadap PRRI, ia ikut dipenjara dari tahun 1962-1966 bersama dengan Syafruddin Prawiranegara dan Burhanudin Harahap. Perlu diketahui pula bahwa saat itu dunia dalam suasana Perang Dingin. Seperti halnya saat ini, pihak Amerika Serikat sering memberi bantuan pesenjataan terhadap negara yang sedang kacau. Namun pihak pemerintah tetap memandang bahwa Muhammad Natsir dan tokoh lainnya adalah pemberontak dan antek Amerika Serikat. Muhammad Natsir dan Syafruddin Prawiranegara melakukan gerakan ini bukan atas dasar kepentingan Amerika Serikat dalam melawan komunisme. Tapi mereka yakin berdiri di atas kebenaran dan menegakkan keadilan. Keyakinan tersebut memperlihatkan rasa tanggung jawab atas amanah yang diberikan Tuhan ke pundak mereka. Audrey Kahin mengatakan, “Natsir and Sjafruddin had never lost the belief that their struggle would ultimately be successful. Both were intensely devout and retained a strong faith in the justice of their cause."</p>
<p dir="ltr">Untuk menumpas gerakan Permesta di Sulawesi, pemerintah pusat melalui KSAD Mayor Jenderal A.H. Nasution melakukan persiapan guna melakukan operasi militer terhadap kedudukan Permesta di Sulawesi. operasi ini di sebut Operasi Militer IV dengan pimpinan Letkol Bardosono dengan rincian sasaran Sulawesi Utara bagian Tengah pada bulan Maret 1958. Palu dan Donggala telah direbut oleh APRI (Angkatan Perang Republik Indonesia) dan Pasukan Mobile Brigade, di bawah pimpinan Kapten Frans Karangan. Dikabarkan bahwa akhir Maret 1958, Permesta mendapatkan bantuan gerombolan Jan Timbuleng (Pasukan Pembela Keadilan/PPK) juga turut bergabung gerombolan pemberontak lainnya, kurang lebih 300 orang dari satu kelompok (Sambar Njawa) yang dipimpin Daan Karamoy serta bekas istri Jan Timbuleng, Len Karamoy sebagai komandan pasukan, menawarkan diri untuk melatih sebuah laskar wanita untuk Permesta (PWP).</p>
<p dir="ltr">Pada 13 April 1958 pesawat-pesawat milik AUREV menyerang lapangan udara Mandai, Makassar, serta tempat tempat lainya seperti Ternate, Balikpapan dan Donggala dan serangan yang paling fatal adalah serangan terhadap Kapal Hang Tuah yang sedang bersandar di pelabuhan Balikpapan enyebabkan Kapal tersebut tenggelam. Pada tanggal 18 mei 1958 dilakukanlah Operasi Mena II di bawah Komando Letkol. KKO Huhnholz untuk merebut lapangan udara Morotai di sebelah utara Halmahera.</p>
<p dir="ltr">Soedomo selaku Kepala Staf memerintahkan untuk berlayar ke Pulau Tiaga di lepas Pantai Ambon dengan di dukung Pesawat P-51 Mustang dan B-26 serta Pasukan Gerak Cepat, Pasukan Angkatan Darat dan Gabungan Marinir. Lalu Datanglah serangan dari Allen Pope menggunakan Pesawat B-26 Invader. Sebelumya ia telah menyerang Ambon setelah terbang dari Mapanget. Seketika pun Allen Pope menukikan pesawatnya untuk menyerang kedudukan Pasukan APRI. Melihat tanda bahaya, para awak yang berada di dalam kapal dengan serentak melakukan tembakan balasan. Hampir seluruh pasukan yang ada di dalam kapal melakukanya. Mulai dengan penangkis udara, senapan serbu, senapan otomatis, senapan infanteri bahkan pistol.</p>
<p dir="ltr">Di sisi lain bantuan untuk pemerintah pusat pun datang dari penerbang bernama Ignatius Dewanto dengan menggunakan Pesawat kopkit P-51. Dewanto langsung memacu pesawatnya dan lepas landas untuk membantu iring-iringan ALRI yang diserang. Tetapi dia tidak menemukan B-26 AUREV. Ferry Tank (Tangki bahan bakar cadangan) dilepas di laut. Lalu terlihatlah konvoi kawan-kawanya yang diserang B-26 milik AUREV buruannya. Dengan cepat ia mengejar Dewanto lalu mengambil posisi di belakang lawan. Roket ditembakkan namun, berkali-kali lolos, disusul dengan tembakan 6 meriam 12,7 karena jaraknya lebih dekat, memungkinkan ia dapat mengenainya lebih besar.</p>
<p dir="ltr">Dewanto yakin tembakannya mengenai sasaran. Lalu semua awak yang berada di dalam kapal melihat pesawat milik AUREV itu terbakar lalu terlihatlah dua buah parasut yang jatuh, ada yang jatuh di sebuah pohon, serta luka terhempas karang. Kedua orang itu adalah Allen Pope dan Harry Rantung, Pope adalah seorang penerbang bayaran asal Amerika Serikat yang sedang melakukan tugas untuk membantu Permesta. Akibat melemahnya kekuatan Permesta di udara, menyebabkan APRI dengan mudah menguasai setiap Wilayah yang semula diduduki Permesta. Kemudian Pasukan RPKAD bersiap untuk menyerang Mapanget namun mengalami kegagalan serta menewaskan Miskan, seorang Prajurit dan Sersan Mayor Tugiman.</p>
<p dir="ltr">Pada tahun 1960 Pihak Permesta Menyatakan kesediaanya untuk berunding dengan pemerintah pusat. Perundingan pun dilangsungkan Permesta diwakili oleh Panglima Besar Angkatan Perang Permesta, Mayor Jenderal Alex Evert Kawilarang serta pemerintah pusat diwakili oleh Kepala Staf Angkatan Darat Nicolas Bondan. Dari perundingan tersebut tercapai sebuah kesepakatan yaitu bahwa pasukan Permesta akan membantu pihak TNI untuk bersama-sama menghadapi pihak Komunis di Jawa. Pada tahun 1961 Pemerintah Pusat melalui Keppres 322/1961 memberi amnesti dan abolisi bagi siapa saja yang terlibat PRRI dan Permesta tetapi bukan untuk itu saja bagi anggota DI/TII baik di Jawa Barat, Aceh, Jawa Tengah, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Selatan juga berhak menerimanya.</p>
<p dir="ltr">Sesudah keluar keputusan itu, beramai-ramai banyak anggota Permesta yang keluar dari hutan-hutan untuk mendapatkan amnesti dan abolisi. Seperti Kolonel D.J. Somba, Mayor Jenderal A.E. Kawilarang, Kolonel Dolf Runturambi, Kolonel Petit Muharto Kartodirdjo, dan Kolonel Ventje Sumual beserta pasukannya menjadi kelompok paling akhir yang keluar dari hutan-hutan untuk mendapatkan amnesti dan abolisi. Pada tahun itu pula Permesta dinyatakan bubar. Setelah PRRI/PERMESTA jatuh, kedudukan PKI semakin menguat. Sebagian tokoh militer yang ikut menumpas perjuangan PRRI/PERMESTA pada tanggal 30 September 1965 akhirnya terbunuh secara mengenaskan di tangan PKI.</p>
<p dir="ltr">Disarikan dari berbagai sumber.</p>
Semuanya Tentang Andaikatahttp://www.blogger.com/profile/08066652145429135922noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1516637425207868931.post-74285747188879961762019-09-02T23:22:00.001-07:002019-09-02T23:32:17.011-07:00KECERDASAN ITU BUKAN INTELETUALITAS<p dir="ltr">Perampok berteriak kepada semua orang di bank, ketika mereka melakukan perampokan siang itu, ”Jangan bergerak! Semua uang di bank ini, adalah milik negara! Hidup Anda adalah milik Anda!” semua orang di bank, kemudian tiarap karenanya.</p>
<p dir="ltr">Hal ini disebut <i><b>mind changing concept</b></i> (merubah cara berpikir). Semua orang (perampok) berhasil merubah cara berpikir, dari cara yang biasa menjadi cara yang kreatif.</p>
<p dir="ltr">Salah satu nasabah yang <i>sexy</i> mencoba merayu perampok, tetapi malah membuat perampok marah dan berteriak,  "Yang sopan ya, Mbak! Ini perampokan, bukan perkosaan!”</p>
<p dir="ltr">Hal ini disebut <b><i>being professional</i></b> (bertindak profesional). Fokus hanya pada pekerjaan, sesuai prosedur yang diberikan.</p>
<p dir="ltr">Setelah selesai merampok bank dan kembali ke markas persembunyian, perampok muda yang lulusan MBA dari universitas terkenal berkata, kepada perampok tua yang hanya lulusan SD, ”Bang, sekarang kita hitung hasil rampokan kita.”</p>
<p dir="ltr">”Dasar bodoh! Uang yang kita rampok sangat banyak, tentu akan sangat repot untuk menghitungnya. Kita tunggu saja berita di televisi, pasti akan disebutkan mengenai jumlah uang yang kita rampok.”</p>
<p dir="ltr">Hal ini disebut <i><b>experience</b></i> (pengalaman). Pengalaman hidup lebih berguna, daripada selembar kertas ijazah dari universitas.</p>
<p dir="ltr">Sementara di Bank yang dirampok, sang Manager berkata kepada Kepala Cabangnya, untuk segera melaporkan perampokan itu kepada Polisi. Tetapi kepala cabang berkata, ”Tunggu dulu, Pak. Kita ambil dulu 10 milyar untuk kita bagi dua, nanti totalnya kita laporkan sebagai uang yang dirampok.”</p>
<p dir="ltr">Hal ini disebut <i><b>swim with the tide</b></i> (ikuti arus). Mengubah situasi yang sulit, menjadi keuntungan pribadi.</p>
<p dir="ltr">Kemudian kepala cabangnya berkata, ”Alangkah indahnya, jika terjadi perampokan setiap bulan.”</p>
<p dir="ltr">Hal ini disebut <i><b>killing boredom</b></i> (menghilangkan kebosanan). Kebahagiaan pribadi, jauh lebih penting dari pekerjaan Anda.</p>
<p dir="ltr">Keesokan harinya berita di televisi melaporkan, uang 100 milyar dirampok dari bank tersebut. Perampok menghitung uang hasil perampokan, dan sangat murka, “Kita susah payah merampok cuma dapat 20 milyar, orang bank tanpa usaha dapat 80 milyar. Lebih enak jadi perampok yang berpendidikan, rupanya!”</p>
<p dir="ltr">Hal ini disebut sebagai <i><b>knowledge is worth as much as gold</b></i> (pengetahuan lebih berharga daripada emas).</p>
<p dir="ltr">Dan di tempat lain manajer dan kepala cabang bank tersenyum bahagia, karena mendapat keuntungan dari perampokan yang dilakukan orang lain.</p>
<p dir="ltr">Hal ini disebut sebagai <i><b>seizing opportunity</b></i> (berani mengambil risiko).</p>
<p dir="ltr">Selamat mencermati kisah diatas. Meski mengandung humor, namun ada beberapa point yang bisa kita tangkap dari kejadiannya.</p>
<p dir="ltr">Apakah anda bisa melihat, mengapa bangsa ini selalu ribut?</p>
<p dir="ltr">Kisah Perampokan diatas, adalah <i><b>representing</b></i>, segala sesuatu yg terjadi di Negara ini.</p>
Semuanya Tentang Andaikatahttp://www.blogger.com/profile/08066652145429135922noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1516637425207868931.post-78076643059391453402019-07-09T07:18:00.001-07:002019-09-02T02:42:28.608-07:00Permohonan Bantuan TBM<p dir="ltr"><b>TAMAN BACA MASYARAKAT</b> <u><b>MANDIRI</b></u></p>
<p dir="ltr">Sekretariat: RT 12 RW 003 Desa Talang, Kecamatan Rejoso,  Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur 64453</p>
<p dir="ltr">Telepon: 082233450641</p>
<p dir="ltr"><b>Nomor</b>: 01/TBM-ODOB/VII/2019</p>
<p dir="ltr"><b>Lampiran</b>: 1 (satu) bendel</p>
<p dir="ltr"><b>Perihal:</b> Permohonan Bantuan Buku dan Sarana Taman Baca</p>
<p dir="ltr">Yth. Bapak/Ibu/Saudara/i<br>
di Tempat</p>
<p dir="ltr">Assalamu'alaikum warohmatullohi wabarokatuuh.</p>
<p dir="ltr">Dengan Hormat,<br>
Ilmu adalah kunci pembuka pintu dunia dan akhirat. Sedang buku adalah pemutus rantai kemiskinan, kebodohan, dan ketidakpedulian sosial. Sehubungan dengan kesadaran akan pentingnya ilmu, dan dalam upaya peningkatan wawasan serta pengetahuan masyarakat. Maka terbesit niat di benak kami, untuk mendirikan taman bacaan masyarakat yang diberi nama Taman Baca Masyarakat. Dalam upaya tersebut, kami membutuhkan berbagai koleksi buku, dan beberapa sarana pendukung lainnya.</p>
<p dir="ltr">Oleh sebab itu, kami mengharap bantuan Bapak/Ibu untuk memberikan bantuan berupa; buku-buku bacaan, donasi uang, maupun sarana pendukung lainnya, demi berdirinya taman bacaan tersebut.</p>
<p dir="ltr">Demikian surat permohonan ini kami buat. Besar harapan kami akan terkabulnya permohonan ini. Atas perhatian dan kerjasama Bapak/Ibu/Saudara/i kami ucapkan terima kasih. Semoga amal jariyah kita mendapat balasan terbaik di dunia dan akhirat. Aamiin.</p>
<p dir="ltr">Wassalaamu'alaikum wa rohmatullohi wabarokatuuh</p>
<p dir="ltr">Nganjuk, September 2019</p>
<p dir="ltr">Koordinator,</p>
<p dir="ltr">Winarto Sabdo</p>
<p dir="ltr"><b>LAMPIRAN:</b></p>
<p dir="ltr"><b>Bismillahirohmaanirrohim,</b></p>
<p dir="ltr">Assalamu‘alaikum warohmatullohi wabarokatuuh,</p>
<p dir="ltr"><b>PROPOSAL PENGAJUAN BANTUAN BUKU</b></p>
<p dir="ltr"><b>A.PENDAHULUAN</b></p>
<p dir="ltr">Dalam rangka ikut serta meningkatkan minat baca, dan kualitas pengetahuan masyarakat di lingkungan kami Desa Talang, Kecamatan Rejoso, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur, baik fisik maupun mental. Maka kami bermaksud mendirikan sebuah taman baca sederhana, di lingkungan kami. (yang akan kami kembangkan secara mandiri).</p>
<p dir="ltr">Mengingat keterbatasan kami dalam menanggung beban dana, penyedian buku-buku, serta operasional, maka bersama ini dengan hormat kami mengajukan permohonan bantuan kepada yang terhormat Bapak/Ibu/Sdr/i; berupa pengadaan buku, uang tunai, maupun sarana pendukung berdirinya taman bacaan ini.</p>
<p dir="ltr"><b>B.LATAR BELAKANG</b></p>
<p dir="ltr">Desa Talang merupakan sebuah desa, yang berjarak 10 kilometer arah utara kota Kabupaten Nganjuk. Tepatnya masuk dalam wilayah Kecamatan Rejoso, Kabupaten Nganjuk.</p>
<p dir="ltr">Berawal dari keprihatinan melihat anak-anak kecil usia sekolah, dan atau remaja dilingkungan sekitar kami, yang nyaris tidak pernah membaca buku di luar buku sekolah. Selain hanya dikuasai game/permainan hanphone, dan akhirnya menjadi pelanggan rutin pemancar wifi di lingkungan kami, nyaris tanpa ada kegiatan lainnya sepulang sekolah (selain mengaji pada sore harinya).</p>
<p dir="ltr">Maka kami berinisiatif untuk mengumpulkan buku bacaan anak-anak, remaja, dan dewasa. Yang kemudian akan kami sajikan secara sederhana, kepada anak-anak, remaja, serta orangtua, seperti yang kami maksudkan tersebut.</p>
<p dir="ltr">Keprihatinan juga muncul, ketika melihat kenyataan; bahwa sebagian besar orang tua disini adalah petani, pedagang, atau buruh, yang asing dengan dunia pendidikan. Serta berpenghasilan di bawah pendapatan nasional rata-rata, sehingga tidak mampu mencukupi sarana pendukung pendidikan (pengadaan buku bacaan) untuk anak-anak mereka. Juga masih banyaknya anak-anak usia sekolah, yang tidak bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi di lingkungan kami. </p>
<p dir="ltr">Berorientasi terhadap keadaan sosial masyarakat Desa Talang yang jarang berpendidikan tinggi, dan pola pikir masyarakat yang tidak menganggap penting ilmu pengetahuan​. ​Maupun masih banyaknya warga yang tidak mampu menyekolahkan sampai ke jenjang lebih tinggi, maka kami menganggap perlu menyajikan menu baru untuk menggugah, dan mendekatkan masyarakat dengan jendela ilmu berupa buku.</p>
<p dir="ltr">Masyarakat perlu diperhatikan dalam hal pengayaan ilmu pengetahuan, karena dengan pengetahuan setidaknya; masyarakat akan mengerti, dan memahami hal-hal, yang selama ini mereka abaikan, dan juga dianggap tidak penting. Menjadi sesuatu yang bisa bermanfaat, untuk memperbaiki taraf hidup, serta kesejahteraan mereka.</p>
<p dir="ltr">Dengan keberadaan Taman Bacaan Masyarakat ini, kami berharap bisa memberi warna baru, dan tambahan pengetahuan di lingkungan masyarakat desa kami; yang masih banyak membutuhkan pembinaan di segala bidang. Terutama pada anak-anak, dan remaja yang lebih senang bermain gawai, dari pada membaca. Sehingga, dengan keberadaan TBM ini; bisa memberikan nuansa baru, dan berwisata pengetahuan lebih jauh, serta bermutu melalui kegiatan membaca buku.</p>
<p dir="ltr">Melalui pembudayaan baca, masyarakat akan meningkat pengetahuannya, meningkat kesehatannya, meningkat tatanan ekonominya. Yang mana peningkatan tersebut (diharapkan) akan mengurangi pengangguran, kemiskinan, dan kesejahteraan.</p>
<p dir="ltr">Dengan membaca pula, seseorang akan terbentuk kepribadiannya menjadi lebih baik. Kepribadian adalah pola menyeluruh semua kemampuan, perbuatan serta kebiasaan seseorang: baik yang jasmani, mental, rohani, emosional, maupun sosial. Semua ini telah ditata dalam cara yang khas, di bawah beraneka pengaruh dari luar. </p>
<p dir="ltr">Pola ini terwujud, dari tingkah laku dalam usahanya menjadi manusia yang (sebagaimana) dikehendakinya.<br>
Mendidik kepribadian dapat dilakukan melalui buku, karena dengan membaca buku seseorang akan memiliki ilmu dan pengetahuan yang luas. Dari situ dia dapat membedakan mana yang baik, dan mana yang buruk. Sehingga akan terbentuk pribadi yang jauh lebih baik, dari sebelum-sebelumnya.</p>
<p dir="ltr">Minat dan kebutuhan masyarakat untuk gemar membaca, memerlukan perhatian serius dari segala lapisan masyarakat; pemerintah, aktor pendidikan, dan dari pihak yang sadar serta peduli, akan arti pentingnya membaca. Bukan hanya sebagai hobi, tetapi juga pemutus rantai kemiskinan, kebodohan, dan ketidakpedulian sosial.</p>
<p dir="ltr"><b>C.LANDASAN PEMIKIRAN</b></p>
<p dir="ltr">·“Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (Q.S. Al-Mujaadilah:11)</p>
<p dir="ltr">“Barangsiapa yang menginginkan dunia, wajib bagi dirinya dengan ilmu. Siapa yang menginginkan akhirat wajib dengan ilmu. Barangsiapa yang menginginkan keduanya wajib baginya dengan ilmu” (H.R. Tabrani)</p>
<p dir="ltr">Tujuan Negara yang tertuang dalam pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia aline ke 4, yaitu:</p>
<p dir="ltr">“Kemudian daripada itu, untuk membentuk suatu pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia, dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia, yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial”.</p>
<p dir="ltr"><b>D.TUJUAN</b></p>
<p dir="ltr">1.Mempermudah; anak–anak usia sekolah mendapatkan buku referensi sekolah</p>
<p dir="ltr">2.Menambah pengetahuan, bagi anak-anak putus sekolah</p>
<p dir="ltr">3.Memberikan anak-anak, juga remaja, kegiatan bermutu lewat membaca, dan menulis</p>
<p dir="ltr">4. Memberikan pengetahuan tentang dunia internet, dan teknologi kepada warga sekitar</p>
<p dir="ltr">5. Mendekatkan masyarakat dengan buku</p>
<p dir="ltr">6. Menumbuhkan kesadaran masyarakat, akan arti pentingnya membaca</p>
<p dir="ltr">7. Menggalakkan budaya membaca, di kalangan masyarakat</p>
<p dir="ltr">8. Meningkatkan keterampilan dan kecakapan, dalam berusaha (beternak, bertani, wirausaha), sehingga dapat meningkatkan taraf hidup perekonomian warga</p>
<p dir="ltr">9. Membuka cakrawala dunia; dengan menambah pengetahuan, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa</p>
<p dir="ltr">10. Meningkatkan kualitas; baik fisik maupun mental masyarakat, sehingga berdampak kepada kehidupan yang lebih baik</p>
<p dir="ltr">11. Dan masih banyak tujuan baik dari kegiatan membaca, dan terbentuknya taman baca ini. Insya Alloh.</p>
<p dir="ltr"><b>E.LOKASI</b></p>
<p dir="ltr">Rencana lokasi taman baca ini adalah di rumah pribadi Winarto Sabdo (koordinator TBM), yang terletak di RT 12 RW 003 Desa Talang, Kecamatan Rejoso, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur, Kodepos 64453. Untuk sementara taman baca kami buat di teras, dan ruang dalam rumah. Tetapi, pembaca juga dapat membawa buku bacaannya ke kebun belakang rumah (yang juga merupakan Kebun Edukasi), tentunya dengan sedikit modifikasi. </p>
<p dir="ltr">Dimasa mendatang, tentunya kami berharap bisa membangun sebuah ruang sederhana di lingkungan kami sebagai tempat taman baca, agar lebih layak, dan nyaman bagi pengunjung.</p>
<p dir="ltr"><b>F.SASARAN</b></p>
<p dir="ltr">Sasaran pengguna fasilitas umum gratis ini; adalah semua warga masyarakat Desa Talang khususnya, dan warga masyarakat pada umumnya  (warga Negara Republik Indonesia dalam cakupan yang lebih luas). Baik dari usia anak-anak, remaja, dan dewasa atau orang tua.</p>
<p dir="ltr"><b>G.PERMOHONAN BANTUAN</b></p>
<p dir="ltr">Melanjutkan penjelasan di atas, tentu tidak hanya rasa prihatin saja yang dibutuhkan, tetapi haruslah dijawab dengan langkah yang nyata untuk mewujudkan masyarakat yang gemar membaca. Untuk itu, dengan segelintir orang, saat ini kami sedang merintis sebuah Taman Bacaan Masyarakat sederhana untuk anak-anak, remaja hingga dewasa.</p>
<p dir="ltr">Visi kami: “Mengenal Dunia dan Akhirat dengan Membaca”.</p>
<p dir="ltr">Hingga saat ini, koleksi buku yang kami miliki masih sangat jauh dari harapan. Buku-buku tersebut berasal dari para donatur, yang mendapat informasi dari mulut ke mulut, maupun dari beberapa pesan media sosial, ataupun koleksi pribadi.</p>
<p dir="ltr">Namun saat ini kami masih mempunyai beberapa masalah, diantaranya; masalah keuangan pengadaan rak-rak buku, serta kurangnya bahan koleksi buku.</p>
<p dir="ltr">Sehingga melalui proposal ini: kami mohon bantuan dana, atau koleksi buku, atau majalah, atau komik edukatif, atau compactdisk pembelajaran, atau yang lainnya, yang sifatnya mendidik bagi masyarakat umum, untuk membantu demi terwujudnya taman baca termaksud.</p>
<p dir="ltr">Adapun koleksi buku yang kami perlukan, baik buku baru, maupun bekas baca yang masih layak baca, antara lain :</p>
<p dir="ltr">1. Buku referensi sekolah, dan pendukung pendidikan</p>
<p dir="ltr">2. Buku dongeng, dan cerita bergambar</p>
<p dir="ltr">3. Novel remaja, teenlit, maupun dewasa</p>
<p dir="ltr">4. Buku pengetahuan umum</p>
<p dir="ltr">5. Buku pertanian</p>
<p dir="ltr">6. Buku perkebunan</p>
<p dir="ltr">7. Buku Peternakan</p>
<p dir="ltr">8. Buku Perikanan</p>
<p dir="ltr">9. Buku Pertukangan</p>
<p dir="ltr">10. Buku Kerajinan, dan Keterampilan</p>
<p dir="ltr">11. Buku kewirausahaan</p>
<p dir="ltr">12. Buku resep makanan</p>
<p dir="ltr">13. Buku teknologi tepat guna</p>
<p dir="ltr">14. Buku komputer, dan internet</p>
<p dir="ltr">15. Buku agama (semua Agama dan Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa)</p>
<p dir="ltr">16. Buku kesehatan</p>
<p dir="ltr">17. Majalah, dan tabloid</p>
<p dir="ltr">18. Buku-buku atau bacaan yang bermanfaat lainnya.</p>
<p dir="ltr">Adapun perlengkapan dan sarana pendukung yang kami butuhkan antara lain :</p>
<p dir="ltr">1. Rak buku</p>
<p dir="ltr">2. Meja</p>
<p dir="ltr">3. Kursi</p>
<p dir="ltr">4. Karpet</p>
<p dir="ltr">5. Papan tulis whiteboard</p>
<p dir="ltr">6. Seperangkat computer/laptop</p>
<p dir="ltr">7. Router, sebagai sarana koneksi internet wifi</p>
<p dir="ltr">Selain bantuan berupa buku dan sarana penunjang, kami juga menerima donasi berupa uang tunai. Adapun nantinya uang tunai tersebut juga akan digunakan untuk membeli buku dan sarana kegiatan taman baca. Laporan penggunaan uang, akan (selalu) kami kirimkan kepada Donatur secara kontinyu, dan berkala.</p>
<p dir="ltr"><b>H.PROGRAM KEGIATAN</b></p>
<p dir="ltr">Keberadaan Taman Baca ini, di harapkan menjadi sarana/media edukatif bagi anak-anak, remaja, maupun orang tua dalam mengembangkan diri. Dalam jangka pendek, menengah, maupun jangka panjang, kami tidak hanya merencanakan taman baca ini saja untuk kegiatan membaca. Tetapi kami juga merencanakan beberapa program kegiatan antara lain :</p>
<p dir="ltr">1. Kegiatan belajar mengajar tambahan bagi siswa SD, SMP, SMA yang pengajarnya berasal dari sukarelawan yang memiliki pendidikan lebih tinggi (seperti para mahasiswa/Guru honorer)</p>
<p dir="ltr">2. Lomba menggambar, dan mewarnai tingkat PAUD, TK maupun SD</p>
<p dir="ltr">3. Lomba menulis esai, maupun puisi, bagi siswa SD, SMP, dan SMA</p>
<p dir="ltr">4. Kegiatan belajar komputer dan internet, bagi remaja dan orangtua</p>
<p dir="ltr">5. Donor darah demi menumbuhkan kepedulian sosial</p>
<p dir="ltr">6. Kegiatan belajar tentang teknik-teknik pertanian, dan peternakan, oleh mentor yang ahli di bidangnya.</p>
<p dir="ltr">7. Dan tentunya masih banyak lagi program-program yang kami rencanakan kedepan, demi terwujidnya suatu masyarakat yang madani di lingkungan kami.</p>
<p dir="ltr"><b>I.PENGATURAN</b> <b>OPERASIONAL TAMAN BACA</b></p>
<p dir="ltr">Agar roda taman baca bisa berjalan baik dan kontinyu, maka pengelolaan untuk sementara langsung di bawah kepengurusan Winarto Sabdo, dengan dua orang lainnya. Dan untuk selanjutnya, akan dicari beberapa orang (lagi) pengurus yang sevisi untuk menjalankannya.</p>
<p dir="ltr">Untuk mekanisme (pengelolaan) taman baca akan buka: setiap hari pukul 13.00 - 17.00 dan 19.00 - 21.00 WIB. Khusus untuk hari Minggu/Libur Nasional, akan buka mulai pukul 07.00 sampai 20.00 WIB. Mengingat untuk saat ini pengurus memiliki aktivitas lain, yaitu bekerja (penyesuaian pengelolaan).</p>
<p dir="ltr"><b>J.PENUTUP</b></p>
<p dir="ltr">Demikian proposal ini kami buat dengan sebenar-benarnya, semoga bisa dijadikan pertimbangan bagi pihak-pihak terkait. Semoga peranserta segenap donatur, akan mendapat balasan kebaikan dari Alloh SWT Tuhan Ywng Maha Esa. Aamiin.</p>
<p dir="ltr">Atas doa, donasi, sumbangan, bantuan baik materil maupun immaterial, kami sampaikan terima kasih.</p>
<p dir="ltr">Wassalamu‘alaikum warohmatullohi wa barokatuh.</p>
<p dir="ltr"><b>Nganjuk, September 2019</b></p>
<p dir="ltr">Hormat Kami</p>
<p dir="ltr">1. Koordinator: Winarto Sabdo</p>
<p dir="ltr">2. Sekretaris: Argantha Bayu Prabowo (Mahasiswa STKIP PGRI Nganjuk)</p>
<p dir="ltr">3. Bendahara: Yurike Linggarsari (Mahasiswi Universitas Negeri Surabaya/UNESA)</p>
<p dir="ltr">Nomor Rekening:</p>
<p dir="ltr">BRI UNIT REJOSO UTARA<br>
A/N WINARTO<br>
375601021096531</p>
<p dir="ltr">Tembusan:</p>
<p dir="ltr">1.Arsip</p>
Semuanya Tentang Andaikatahttp://www.blogger.com/profile/08066652145429135922noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1516637425207868931.post-53114847098250461262019-06-14T03:44:00.023-07:002019-07-10T00:59:28.987-07:00Alasan Mengikuti NAD<p dir="ltr">Kenapa ingin ikutan Nulis Aja Dulu? Alasan khusus sesungguhnya tidak ada, tetapi memang tertarik ikutan saja. Dengan harapan, dapat mengenal lebih banyak teman-teman baru penulis-penulis potensial disini. Alasanku ikut grup sudah tersampaikan, nah sekarang kenalan boleh dong?.<br></p>
<p dir="ltr">Namaku: Winarto Sabdo<br>
Umur: 47 tahun<br>
Alamat: Nganjuk, Jawa Timur<br>
Status: Nanti diperiksa lagi deh, maaf KTP ilang.</p>
<p dir="ltr">Nah, sebagai tantangan awal motivasi ikut Nulis Aja Dulu ini langkah bagus. Memberikan tema tulisan setiap hari, yang harus dituliskan oleh para peserta dalam 30 hari. Sebagai seorang penulis, sebenarnya sangat gampang menemukan ide untuk tema tulisan. Dan menjadi sebuah tantangan, ketika tema diberikan oleh orang lain. Juga pastinya akan menjadi boring, karena ada ketentuan mengenainya.</p>
<p dir="ltr">Bagiku, yang hampir menjalani hidup sebagai pengangguran. Atau tidak berpenghasilan tetap, atau pengandal transferan dari tulisan yang dikirimkan ke koran atau mahalah. Tantangan 30 hari menulis ini masih bisa kuikuti, walaupun sebenarnya saat ini juga dalam program Ramadhan Write Challange (tantangan menulis selama bulan puasa). Dan beberapa lagi, juga masih aktif di kegiatan WAG Group Literasi lainnya.</p>
<p dir="ltr">Eh rasanya sudah mencapai 300 kata ini ya (maaf aku tidak punya aplikasi penghitung kata), semoga bisa sedikit menguak tentang kepribadianku.</p>
<p dir="ltr">-<u>Selesai-</u></p>
Semuanya Tentang Andaikatahttp://www.blogger.com/profile/08066652145429135922noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1516637425207868931.post-36138826840009703112019-06-14T03:44:00.021-07:002019-06-14T03:44:16.970-07:00Day1<p dir="ltr">https://www.instagram.com/p/BxHI3EaA67U/?utm_source=ig_share_sheet&igshid=k8isk8vuqxw4</p>
Semuanya Tentang Andaikatahttp://www.blogger.com/profile/08066652145429135922noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1516637425207868931.post-12898259546901032862019-06-14T03:44:00.019-07:002019-07-12T04:17:45.253-07:00Marijan bin Sastro Kateno<p dir="ltr">Wasih terdiam duduk di sebuah bangunan bata pembatas jembatan, dari sungai yang melingkari desa kecilnya itu. Mata kecilnya menatap ke jalanan aspal di depannya, dimana berbagai macam kendaraan bergantian melaluinya. Bukan tanpa sebab bocah kelas lima SD itu melakukan semuanya, dia sedang menunggu kedatangan ibunya dari kota Surabaya tempatnya bekerja.</p><p dir="ltr">Setahun sekali dia pulang sebelum puasa, sebulan berkumpul dengannya dan juga Mbahdok (neneknya), untuk menjalani puasa bersama. Mereka akan sahur dan berbuka bersama, Wasih sangat menyukai masakan orangtua yang tinggal satu-satunya itu. Kue-kue dari kota yang banyak macamnya, dalam wadah kaleng yang beraneka rupa bentuknya. Hanya setahun sekali dia dapat merasakan makanan-makanan yang lezat-lezat itu, sekembali ibunya dari bekerja di kota Surabaya.<br></p>
<p dir="ltr">Sehari-hari Mbahdok hanya akan memasak; sayur bening, sayur asem, atau lalapan daun mengkudu. Terkadang, Mbah juga memberinya kulup daun pepaya yang sangat pahit rasanya, meskipun begitu Wasih tidak merasa terpaksa memakan semuanya. Karena Mbahdok menasehatinya, setiap makanan itu anugrah. Rasa pahit pada sayuran atau lalapan, itu semua adalah obat bagi kesehatan.</p>
<p dir="ltr">Puasa baru akan dimulai nanti malam, Pak Guru Agama Islam berkata: malam ini sudah melaksanakan Tarawih, dan sahur yang pertama untuk puasa pertama pada pagi harinya. Tapi hati Wasih mulai gelisah, tidak seperti biasa ibunya belum datang menjelang puasa pertama seperti ini. Biasanya, seminggu sebelumnya dia sudah ada di rumah.</p><p dir="ltr">Bunyi klakson mobil yang hendak masuk ke jalanan menuju desanya nyaring terdengar, membuat bocah kecil yang dikuasai lamunan itu tersentak kaget. Dengan tergesa tubuh kecilnya melompat kesisi jalan, memberi kesempatan mobil itu untuk melaluinya. Tetapi mobil itu malah tidak bergerak, Wasih menduga siapapun yang di dalamnya sedang membicarakan dirinya. Wasih hanya menduga, karena pandangannya bisa menembus keburaman kaca kendaraan itu.<br></p>
<p dir="ltr">Seorang yang berkerudung mengenakan kacamata sedang berbicara dengan sopir mobil itu, sesekali dia menunjuk kepada dirinya. Hal ini membuat hati hati gadis kecil itu mulai meragukan keberaniannya, jangan-jangan mereka ingin berbuat jahat padanya.</p>
<p dir="ltr">Kaca kiri depan mobil itu terbuka, seorang wanita berkerudung merah turun darinya. Berjalan menuju tempat Wasih, yang mulai berdiri dengan gemetaran. Ketika tinggal dua, atau tinggal tiga langkah lagi dari wanita berkacamata hitam itu, Wasih sudah bersiap-siap melarikan dirinya sekuat tenaga. Namun sebuah suara yang teramat dirindukannya itu terdengar, dari wanita yang berkerudung merah.</p>
<p dir="ltr">"Wasih! Kesini, nak." kata wanita itu, yang bersuara sangat mirip dengan suara ibunya.</p>
<p dir="ltr">Wasih tidak menjawab, rasa bingung dan ketakutan, masih menguasai raga dan perasaannya. Tetapi dalam hatinya berangsur mengakui, wanita ini tidak mungkin berniat ingin mencelakainya. Dia ingin menjawab sapaan itu, tetapi tiba-tiba menjadi gagap, sehingga lupa caranya berkata-kata.</p>
<p dir="ltr">'Wasih, kamu tidak mengenali Ibu?" wanita itu tiba-tiba sudah berjongkok didepan tubuh gemetarnya, memegang lembut kedua bahunya. Tetapi Wasih belum juga mengenali siapa wanita itu, dan seseorang pria tiba-tiba ikut berjongkok di dekat tubuh gemetarnya.</p>
<p dir="ltr">"Kamu belum melepaskan kacamatamu, Mah!" katanya, sembari memukulkan lembut sikunya ke tubuh wanita yang tampak sangat terkejut dengan teguran itu.</p>
<p dir="ltr">"Astaghfirullah, aku lupa Pah." bersamaan dengan itu dia menggeser kacamatanya, menyesak di rambut di atas keningnya.</p>
<p dir="ltr">Wasih meskipun meragukan daya ingatnya, tetapi nalurinya sebagai anak segera tahu siapa wanita itu.</p>
<p dir="ltr">"Ibu!" jerit gadis kecil itu dengan segenap perasaan, yang segera memeluk leher wanita itu sekuat-kuatnya. Emosi yang teramat sulit diterjemahkan anak sekecil Wasih, membuatnya pingsan dalam dekap kerinduannya. Diiring jerit ibu yang memeluknya dengan erat, dan wajah ketakutan pria yang menyertainya itu.</p>
<p dir="ltr">*****<br>
Entah berapa lama Wasih pingsan, saat dia terjaga sudah berada di bilik kecilnya. Disampingnya, ibu tercinta tampak sembab di kedua matanya. Selama Wasih pingsan, dia selalu menangis tiada hentinya.</p>
<p dir="ltr">"Ibu?" Wasih membuka suaranya, "Siapa Bapak yang bersama Ibu tadi?"</p>
<p dir="ltr">Ibunya tetsenyum, tangan kirinya menyibakkan helai rambut dari kening anaknya. Dia mencium lembut kening bocah itu, sehingga dua tetes airmata menetesi wajah anakmya.</p>
<p dir="ltr">"Dia sekarang yang akan menjadi Ayahmu. Ibu dan Om Tio sudah menikah di Surabaya, mulai sekarang dia adalah Ayahmu."</p>
<p dir="ltr">Wasih tersenyum, meskipun dia tidak mengerti ucapan ibunya. Dia hanya ingat satu hal, setahun lalu Ibunya sudah berjanji membawakannya sebotol sirop untuk berbuka puasa.</p>
<p dir="ltr">"Ibu tidak lupa membawakan kami sirop kan, Bu?"</p>
<p dir="ltr">"Tidak sayang, ibu selalu mengingat permintaanmu," Ibunya justru memandang aneh kepada Wasti, "Malah ibu yang curiga, kamu yang sudah lupa dengan nama sirop pesananmu itu?"</p>
<p dir="ltr">"Tidak, Bu. Aku selalu mengingat-ingatnya setiap hari, namanya sama dengan nama almarhum Kakek."</p>
<p dir="ltr">"Apa namanya, sayang?"</p>
<p dir="ltr">"Sirop Marijan bin Sastro Kateno, Bu."</p>
<p dir="ltr">Jawaban Wasti ternyata membuat ibunya terbahak-bahak, sehingga ayah baru, dan Mbahdok sampai berlarian masuk ke dalam kamarnya.</p>
<p dir="ltr">"Ada apa, Mah? Kenapa kamu tertawa sekeras itu?' tanya ayah barunya kaget, sambil mengguncang bahu ibunya dengan keras.</p>
<p dir="ltr">" Tidak ada apa-apa, Pah. Mamah hanya kaget, mendengar Wasih salah menyebutkan merek sirop yang diinginkannya." terang Ibu pada suaminya.</p>
<p dir="ltr">"Emang, Wasih ingin sirop apa?" tanya Om Tio, sambil memegang tangan gadis kecil itu.</p>
<p dir="ltr">"Sirop Marijan bin Sastro Kateno, Om." jawab Wasih ragu.</p>
<p dir="ltr">"Itu nama Mbah Kung (kakek), kenapa dijadikan nama sirop?" protes Mbahdok, yang disambut gelak tawa mereka semua. </p><p dir="ltr">Jadi selama ini, Wasih menghafalkan nama almarhum Kakeknya, agar ingat dengan merek sirop, yang diinginkannya sejak setahun yang lalu itu. Nama kakeknya adalah Marijan bin Sastrokateno.</p><p dir="ltr"><br></p><p dir="ltr"><br></p>
<p dir="ltr">#Day2<br>
#RWCOdop2019<br>
#<u>onedayonepost</u></p>
Semuanya Tentang Andaikatahttp://www.blogger.com/profile/08066652145429135922noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1516637425207868931.post-69643152935978081832019-06-14T03:44:00.015-07:002019-06-14T03:44:11.805-07:00Day4<p dir="ltr">"Sudah siap, Mbor?" tanya Robert Paijan mantap, setelah merasa yakin panggilan dari gawainya tersambung ke gawai kekasihnya.</p>
<p dir="ltr">"Sudah dari tadi, Kang." Jawab Debora Wakinem, yang dipanggil Kombor olehnya tadi.</p>
<p dir="ltr">Pemuda itu segera menutup percakapan, kemudian memasukkan kembali gawai kevilnya ke dalam saku bajunya. Lelaki 25 tahunan itu beranjak menuju sebuah cermin yang tergantung di dinding kayu ruang tamunya, menelisik setiap detil penampilannya. Setelah puas mematut diri, jebolan kelas 11 SMA El Panas itu segera pergi ke istal. Memilih seekor dari kuda tunggangannya, seekor peranakan sadel arab yang sangat gagah. Tetapi, begitu keluar dari istal ibunya sudah siap menghadang langkahnya.</p>
<p dir="ltr">"He, bocah gemblung. Kamu mau pergi kemana, sebentar lagi Maghrib!" tanya Mak Michele Paijah, sambil berkacak pinggang di hadapan putra tunggalnya itu.</p>
<p dir="ltr">'Mau pergi ngabuburit, Mak. Nanti sebelum Maghrib, aku janji sudah ada di rumah." jawab Robert Paijan, yang langsung saja melompat ke punggung kucanya yang tidak berpelana itu.</p>
<p dir="ltr">"Baiklah, awas jika kumandang adzan Maghrib terdengar, dan kamu belum siap di meja makan!"</p>
<p dir="ltr">"Baiklah, Mak. Aku janji hanya pergi sebentar saja, assalamu'alaikum!"</p>
<p dir="ltr">"Waalaikumusalaam!"</p>
<p dir="ltr">Dan kuda berwarna hitam itupun melesat, berlari meninggalkan halaman rumah dengan cepatnya. Mengarah ke barat, ke arah kota Talang City ibukota kecamatan El Panas. Pada setiap tiba bulan puasa, kota itu menjadi sangat ramai. Karena munculnya pedagang takjil dadakan, dan masakan untuk kepentingan berbuka puasa.Dan sesungguhnya, keramaian itu juga dikarenakan orang yang sedang ngabuburit. Menunggu saat adxan Maghrib berkumandang, sambil melupakan rasa lapar mereka dengan kegembiraan.</p>
<p dir="ltr">El Kilat, nama kuda blasteran arab dan sunda itu dipacu dengan sangat kencang. Melewati halaman Masjid Al Maghribiha yang megah itu, terus dipacu ke arah matahari yang akan tenggelam. Tetapi di tengah jalan, Robert Paijan menghentikan El Kilat dengan tiba-tiba. Dari kejauhan, dia melihat kuda Deborah Wakinem sedang berlari ke arahnya. Tetapi dia tidak melihat sang pemilik mengendarainya, sampai La Nyinyir si kuda putih itu berhenti berlari di samping El Kilat kuda hitamnya. Robert Paijan memandang asal si Nyinyir datang, berharap melihat bayangan Debora Wakinem... tapi tidak ditemukannya kekasihnya disana. Dan dia mulai merasa khawatir, jangan-jangan telah terjadi sesuatu yang buruk pada diri kekasihnya itu.</p>
<p dir="ltr">Tanpa berfikir panjang lagi, Paijan segera membelokkan kudanya berlari menuju arah La Nyinyir datang. Sepanjang jalan fikirannya melayang, apa yang terjadi dengan Debora Wakinem kekasihnya?.</p>
<p dir="ltr">Di pinggiran kota El Panas City, daerah yang juga tempat tinggal Deborah, Robert Paijan menghentikan langkah kudanya. Dia terpaku melihat pemandangan yang tidak pernah ada di benaknya selama ini, dia melihat Deborah Wakinem duduk sepelana dengan Steven Parjo. Yang membuat dadanya merasa sesak seketika adalah, dia melihat kedua tangan Wakinem memeluk erat pinggang anak Marshal Mukiyo penguasa El Panas City.</p>
<p dir="ltr">"Aku melihat La Nyinyir berlari sendiri ke tengah kota, aku membawanya kembali untukmu!" teriak Robert Paijan kepada Debora Wakinem, mereka berdua segera turun dari kudanya.</p>
<p dir="ltr">"Hai Paijan, apa kabar kawan?" sapa Parjo akrab, tetapi Paijan menghiraukannya. Pandangannya tertuju ke arah Deborah, yang seakan tidak mengenalinya lagi. Sikapnya seperti orang yang baru pertama kali berjumpa, kaku dan tidak ada senyuman.</p>
<p dir="ltr">"Kamu jangan salah faham dulu, Jan. Gadis yang kamu lihat bersamaku itu bukan Wakinem, tapi dia adalah Anaconda Wakijah... saudari kembar kekasihmu Deborah Wakinem. La Nyinyir baru saja menjatuhkannya dari punggungnya, untung aku melihat kejadian itu dan segera menolongnya."</p>
<p dir="ltr">"Jadi, dia bukan Wakinem?" Robert Paijan melompat turun dari punggung El Kilat, memperbaiki pandangan matanya ke arah gadis itu.</p>
<p dir="ltr">"Aku disini, Kakang!" sebuah seruan, membuatnya memalingkan wajahnya ke arah suara tersebut. Dan betapa sangat terkejut hati Paijan, disana dia melihat kekasihnya Debora Wakinem tampak begitu jelita, duduk di punggung La Nyempluk kuda yang satu lagi miliknya.</p>
<p dir="ltr">"Kombor?! Kenapa kamu tidak pernah bercerita, kalau punya saudari kembar padaku?" tanyanya, sambil meraih tangan kekasihnya itu turun dari sadel kudanya.</p>
<p dir="ltr">"Kakang tidak bertanya, lagian Wakijah juga baru sekali ini datang ke El Panas, setelah 21 tahun diasuh keluarga Pamanku Alex Saidi di kota lain." jawab Debora Wakinem.</p>
<p dir="ltr">"Sudahlah, kebetulan kalian datang. Aku pasrahkan Anaconda Wakijah kepada kalian, sementara itu aku meneruskan perjalananku ke kota." kata Parjo dengan gentlemen, Paijan menyalami dan memeluk tubuh Parjo sahabatnya di SD El Anyep dulu itu. Mengucapkan terima kasih, kemudian melambaikan tangan ke arah pemuda yang baik hati itu.</p>
<p dir="ltr">"Aku terjatuh dari punggung El Nyinyir, rupanya dia baru sadar jika bukan kamu yang mengendarainya Nem." Kata Anaconda Wakijah, ketika Debora Wakinem sedang memeriksa luka ringan di dengkul saudarinya itu.</p>
<p dir="ltr">"Tidak ada yang serius, Jah. Kamu ikut kami pergi ngabuburit, atau pulang ke rumah dengan La Nyempluk?"</p>
<p dir="ltr">"Baiklah, aku ikut kalian saja!"</p>
<p dir="ltr">"Dan untukmu, Kang! Hafalkan perbedaanku dengan Wakijah, jangan sampai keliru lagi seperti saat ini!"</p>
<p dir="ltr">"Eh iya, Mbor. Aku sudah langsung tahu dari penampilan kalian berdua, kamu lebih trendy dari Wakijah yang feminis." jawab Paijan terbata.</p>
<p dir="ltr">"Baiklah, itu masuk akal. Aku menerima jawabanmu, dan mari kita lanjutkan acara ngabuburit kita."</p>
<p dir="ltr">Ketiganya, secara berlari sedang memacu kudanya masing-masing. El Kilat merasa sangat beruntung, berlari didampingi kedua kekasih hatinya El Nyinyir dan La Nyempluk. Mungkin juga hati Robert Paijan, baru di puasa Ramadhan 1440 hijriyah ini, dia ngabuburit dengan dua orang gadis tercantik di seluruh kota El Panas Kecamatan Talang City.</p>
<p dir="ltr">#RWCOdop2019<br>
#onedayonepost<br>
#Day4</p>
Semuanya Tentang Andaikatahttp://www.blogger.com/profile/08066652145429135922noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1516637425207868931.post-92091791818216869322019-06-14T03:44:00.013-07:002019-06-14T03:44:10.334-07:00Day5<p dir="ltr">Keceriaan Desa Balongkenco seakan bangkit kembali, setelah seharian ini terdiam oleh suasana puasa ramadhan. Tidak seperti biasanya, pada siang hari tidak terlihat ramai penjual menjajakan dagangannya. Para petani pun hanya sebentar menengok sawahnya, mereka pergi ke sawah kemudian pulang kembali ke rumah jika dirasa semua tidak ada masalah.<br>
Hanya para peladang di sekitaran hutan yang tetap berada di gubug mereka, menghalau rombongan Babi hutan, atau rombongan Monyet, yang akan datang menyerbu tanaman disana. Sesungguhnya mereka lebih suka berada di rumah, berkumpul dengan sanak saudara, anak istri, atau melakukan hataman di Masjid Al Kautsar satu-satunya di desa itu.</p>
<p dir="ltr">Balongkenco sudah berubah total, dahulunya desa teepencil di tepian hutan itu adalah sarang maksiat. Hampir setiap rumah mereka adalah warung remang-remang, yang menyediakan minuman beralkohol, juga wanita-wanita pemuas nafsu syahwat.</p>
<p dir="ltr">Konon, desa itu dibangun dengan dendam dan sakit hati seorang janda cantik bernama Kenconowati, yang terusir dari desanya karena fitnah perselingkuhan yang tidak pernah dilakukannya.</p>
<p dir="ltr">Bersama dengan anak perempuannya yang terpaksa juga harus menjanda karena peristiwa itu, Nyi Kenco dan Srigati anaknya pergi dari desanya. Konon sebelum pergi dari desanya dia mengucapkan sumpah, akan membuat desa itu kehilangan setiap laki-lakinya.</p>
<p dir="ltr">Nyi Kenconowati yang berparas jelita itu menunaikan sumpahnya, dari sebuah gubug bekas orang berkebun yang di tepi sebuah sungai kecil. Setiap hari dia dan anaknya selalu melakukan kegiatan hampir tanpa busana, hanya menutupi sebagian kecil auratnya dengan sobekan kain Batik Balongan yang dibaginya dengan Srigati. Mereka berladang dengan menanam ubi jalar, dan berbagai tanaman yang bisa dimakan.</p>
<p dir="ltr">Beberapa lelaki yang pergi mencari kayu bakar ke hutan, menyebarluaskan berita tentang kehidupan Nyi Kenco yang berkain balongan itu ke desa-desa sekitarnya. Sehingga sedikit demi sedikit para pria hidung belang mendatanginya, mengajaknya berasyik masyuk dengan imbalan yang telah disepakati. Kurang dari setahun, desa yang akhirnya dinamai Balongkenco (kain balongan yang dipakai Nyi Kencono) itu menjadi semakin besar. Para janda yang sakit hati karena ditinggalkan para suaminya demi wanita lain, berduyun-duyun datang berkeluh kesah kepada Nyi Balongkenco. Atas bantuan para lelaki hidung belang, mereka dibuatkan rumah kecil untuk tempat tinggal. Sehingga semakin banyak para janda yang datang ke desa itu, semakin habislah lelaki dari desa asal Nyi Balong Kenco. Setelah yakin sumpahnya terlaksana, wanita itupun meninggalkan desa dan anaknya. Pergi bertapa di lereng Gunung Lengki di sebelah utara desa, dan hilang rimba dan kabar beritanya.</p>
<p dir="ltr">*****</p>
<p dir="ltr">Balongkenco dimasa kini, setelah kedatangan seorang Ustadzah Aminah. Seorang janda konglomerat dari Surabaya, yang sangat miris hati dan jiwanya, setelah membaca kisah desa di tepian hutan itu dari surat kabar. Dia membeli sebuah pekarangan yang luas di desa itu, membangun sebuah Masjid yang sangat megah di samping rumahnya yang mewah. Dan setahun yang lalu dia memutuskan meninggali rumah barunya itu, mulai memperkenalkan ajaran Islam yang sesungguhnya di Balongkenco.</p>
<p dir="ltr">Niat tulusnya itu bukannya tanpa ada hambatan, terror dan tentangan datang silih berganti menerpanya. Terutama dari Lurah Winarno, yang merupakan juragan mebel dari kayu ilegal, dan pemasok minuman beralkohol di desa itu.</p>
<p dir="ltr">Bahkan di suatu malam yang gulita, rumah Aminah didobrak segerombolan pria. Yang kemungkinan adalah anakbuah dari Lurah Win, yang kalah berdebat di halaman masjid saat itu. Aminah yang sedang melaksanakan sholat tahajjud mereka gelandang keluar, membawanya ke tengah hutan. Disana mereka menelanjangi wanita yang masih terlihat cantik diusianya yang 55 tahun, dan mereka berniat memerkosanya di tengah hutan itu. Tetapi sungguh kuasa Allah SWT berlaku malam itu, keajaiban yang akan membuat bulukuduk merinding jika diceritakan.</p>
<p dir="ltr">Aminah yang sedari diculik dari rumahnya tidak berkata atau menjerit meminta pertolongan, hanya beristighfar dengan penuh kekusyukan. Disaat para lelaki mabuk itu ingin melaksanakan niat jahatnya, barulah Aminah berkata.</p>
<p dir="ltr">"Minta ijinlah dahulu kepada Allah SWT, jika kalian ingin menikmati ciptaan-Nya. Bacalah bismillah sebelum kalian memulainya, dan serukan alhamdulillah saat kalian menyelesaikannya. Ingatlah, Gusti kuwi ora sare (Tuhan itu tidak tidur) Dia tahu apa yang sedang kalian lakukan."</p>
<p dir="ltr">Sungguh ajaib, sepuluh orang yang berniat jahat kepadanya itu langsung gemetar seluruh badannya. Hilang nafsu birahinya, terduduk lemas bagai tiada bertulang. Sebentar kemudian mereka menangisi kekhilafan mereka, dan kesemuanya tersungkur dalam sujud permintaan ampun kepada wanita yang hampir mereka celakai itu. Setelah mengenakan kembali pakaiannya, Aminah membimbing kesepuluhnya membaca dua kalimat Syahadat.</p>
<p dir="ltr">Sekembalinya ke desa, kini Aminah memiliki 10 orang yang sangat ditakuti di desa itu. Mereka rela tidur di teras rumah janda itu, untuk mengamankan ustadzah itu dari dendam orang-orang yang membencinya. Inilah sepenggal kisah tentang Desa Balongkenco, sampai saat ini kisah ini masih diceritakan dari mulut ke mulut.</p>
<p dir="ltr">Inilah hari pertama penduduk desa Balongkenco melaksanakan puasa bulan ramadhan, suasananya berubah dari setahun yang lalu, apalagi sungguh sangat bertolak belakang dengan kisah terciptanya desa ini.</p>
<p dir="ltr">Tarawih pertama di puasa pertama desa Balongkenco, hampir semua rumah tertutup rapat. Jika rumah tersebut tidak tertutup, pasti ada seorang kakek atau nenek yang tidak sanggup lagi melaksanakan sholat tarawih karena usianya.</p>
<p dir="ltr">Di rumah Hajjah Aminah, para ibu, juga para remaja putri berkumpul, mempersiapkan takjil seusai melaksanakan sholat tarawih. Dan puluhan anak kecil bermain riang disekitarnya, dengan tangan dan mulut yang penuh dengan makanan dan minuman.</p>
<p dir="ltr">Subhanallah, tarawih pertama membuat masjid itu tidak mampu menampung jama'ah yang hadir. Sehingga sampai meluber ke halaman masjid, karena banyak juga warga dari desa sekitar yang bertarawih di Masjid Al Kautsar Balongkenco.</p>
<p dir="ltr">-Tamat-</p>
<p dir="ltr">#RWCOdop2019<br>
#onedayonepost<br>
#Day5</p>
Semuanya Tentang Andaikatahttp://www.blogger.com/profile/08066652145429135922noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1516637425207868931.post-72742071470543935952019-06-14T03:44:00.011-07:002019-06-14T03:44:08.767-07:00Day6<p dir="ltr">Nissa terjaga dari tidurnya, suara air yang mengucur dari belakang rumahnya telah membangunkannya dari tidur. Sejenak dia mencoba mengingat dengan nalarnya, darimana suara air yang bergemericik itu berasal. Tubuhnya terlonjak kaget, demi menyadari darimana suara air mengucur itu berasal.</p>
<p dir="ltr">"Astaghfirullah, air padasan (gerabah tempat menyimpan air untuk berwudu)!" gumannya dalam hati, kemudian dengan cepat melontarkan dirinya dari tempat tidur.</p>
<p dir="ltr">Dengan langkah berhati-hati dia berjalan meninggalkan kamar tidurnya, dia tidak ingin membangunkan nenek yang tidur di kamar sebelahnya. Berjingkit-jingkit berjalan melewati pintu kamar neneknya, berhenti sebentar untuk memastikan orang tua itu tidak terjaga karena pergerakannya. Alhamdulillah, orang tua itu terlihat lelap dalam tidurnya. Nissa memang hanya tinggal berdua dengan neneknya, setelah semenjak bayi dia ditinggalkan kedua orang tuanya menghadap Sang Pencipta. Nenek adalah satu-satunya gantungan hidupnya, pengganti kedua orangtuanya.</p>
<p dir="ltr">Melewati kamar nenek, Nissa masih mengendap-endap mendekati pintu belakang rumahnya. Menggeser pengganjal pintunya, dan langsung keluar menuju pekarangan belakang rumah. Suasana masih teramat gelap, bahkan dia tidak mampu mengira itu jam berapa. Dengan meraba dinding bambu di sebelah kanan pintu rumah, Nissa menemukan senter kecil yang selalu diletakkan di tempat itu. Benda itu pun dinyalakannya, sehingga alam sekitar yang terjangkau cahayanya terlihat jelas. Suara gemericik air itu sudah tidak lagi terdengar, tetap saja gadis 9 tahun itu ingin mencari tahu penyebabnya. Dengan bantuan cahaya dari lampu senter kecilnya, perlahan dia berjalan menuju tempat padasan itu berada.</p>
<p dir="ltr">Ketika sampai di tempat yang ditujunya, dia sungguh sangat terkejut dengan apa yang dilihatnya. Padasan itu sudah dalam keadaan kosong, semua airnya mengucur terbuang karena lepas penyumpat lubangnya. Padahal seperti biasanya, air yang ada seharusnya masih cukup untuknya berwudu, juga nenek, ketika Shubuh datang.</p>
<p dir="ltr">Ini bukan berita bagus, karena berarti dia dan neneknya tidak akan bisa mengambil air wudu ketika waktu Shubuh datang. Mengisinya kembali? Itu yang sedang difikirkannya, karena dia harus mengambil air dari pancuran di pinggiran desa. </p>
<p dir="ltr">Nissa tidak ingin nenek kesulitan mengambil air Wudu, ketika hendak melaksanakan ibadah sholat. Tetapi untuk mengambil air di pancuran selarut ini, bukan ide yang bagus untuk anak kelas III SD itu. Sesaat bocah itu berfikir dalam sunyi, membiarkan angannya melayang. Andai saja orangtuanya masih ada, tentu masalah seperti ini tidak terjadi pada dia dan neneknya. </p>
<p dir="ltr">Hampir saja gadis kecil itu menangis, karena merasa tidak akan mampu menyelesaikan permasalahannya. Tiba-tiba sorot cahaya senter dari arah samping rumahnya, menyoroti sekujur tubuhnya. Gadis itu terkejut, tetapi tidak bisa melihat siapa yang sedang menyorotkan senter kepadanya. Hingga sebuah suara, terdengar memanggil namanya.</p>
<p dir="ltr">"Nissa?! Kamu sedang apa malam-malam begini ada diluar rumah, ha?" suara itu dikenalinya, suara Pak Wali Min tetangga depan rumahnya.</p>
<p dir="ltr">Nissa tidak menjawab, tetapi justru berlari mendekati Pak Guru di sekolahnya.</p>
<p dir="ltr">"Saya akan pergi ke pancuran mengambil air, Pak." jawab gadis kecil itu, setelah sampai didepan orang itu.</p>
<p dir="ltr">"Kenapa kamu mau mengambil air selarut ini, Nis?"</p>
<p dir="ltr">"Padasanku sumbatnya lepas, Pak. Jadi semua air didalamnya habis terbuang, ketika kami terlelap tidur."</p>
<p dir="ltr">Pak Wali segera memahami apa yang terjadi, di kegelapan dia tersenyum melihat tekad bocah perempuan kurus itu.</p>
<p dir="ltr">"Kamu tidak perlu pergi jauh-jauh ke pancuran, Nis. Di rumah Pak Wali kan sudah pasang PDAM, aku akan membawakanmu beberapa timba untuk mengisi padasanmu itu." kata Pak Guru, sambil menepuk bahu bocah yang masih ternganga tidak percaya itu.</p>
<p dir="ltr">"Benarkah itu, Pak?"</p>
<p dir="ltr">"Tentu saja benar, kemarikan timbamu itu. Sementara itu, tolong kamu terangi jalannya saat aku membawakanmu air."</p>
<p dir="ltr">"Baiklah, terima kasih Pak!" seru Nissa kegirangan, padahal dia tadi sudah mau menangis sebelum kedatangan Pak Wali. Dia takut mengambil air ke pancuran, selain itu tempatnya jauh, sedangkan dia harus mengatur cahaya senter dan membawa timba yang berat berisi air. Sekarang dia bisa tersenyum lega, karena pertolongan Alloh sudah berlaku padanya. Hanya sebaris rasa syukur terucap dari bibir mungilnya, diantara langkah riang mengikuti langkah Pak Wali mengangkut air mengisi padasannya.</p>
<p dir="ltr">"Terima kasih ya Alloh, telah Kau kirimkan seorang baik hati untuk mengisi padasanku. Aamiin!"</p>
<p dir="ltr">-Tamat-</p>
<p dir="ltr">#RWCOdop2019<br>
#onedayonepost<br>
#Day6</p>
Semuanya Tentang Andaikatahttp://www.blogger.com/profile/08066652145429135922noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1516637425207868931.post-77022811797993356552019-06-14T03:44:00.009-07:002019-06-14T03:44:07.021-07:00Day7<p dir="ltr">Seusai menjalankan ibadah shalat Ashar, Eny Siswanti segera bergegas menuju dapurnya. Inilah waktunya, untuk mempersiapkan hidangan berbuka puasa. Atas kesepakatan dengan suaminya Winarto Sabdo semalam, dia akan menghidangkan satu menu makanan tradisional. Sayur asem daun ubi jalar dan kacang panjang, dengan taburan taoge yang banyak didalamnya. Juga sambal terasi pereng/kehitaman (karena proses penggorengan), yang sudah lama tidak dihidangkannya.</p>
<p dir="ltr">Semua bahan memasak telah tersedia, yang sebelumnya dia simpan semua di lemari pendingin. Satu bahan yang belum ditemukannya adalah terasi mentah, yang baru tadi pagi dibelinya pada tukang sayur langganannya. Dimana dia menyimpannya? Mungkinkah benda itu tidak ikut disimpannya dalam kulkas?</p>
<p dir="ltr">Terasi itu masih terbungkus plastik seukuran sabun mandi, pagi tadi dia baru saja membelinya seharga 50ribu. Terasi Sidoarjo (salah satu kabupaten di Jawa Timur, yang terkenal dengan produksi terasi andalannya) yang paling terkenal keasliannya, dan rasanya yang melegenda. Hampir sepuluh menit dia mengobrak-abrik seisi dapurnya, tapi benda itu tidak juga ditemukannya.</p>
<p dir="ltr">Tiba-tiba tercium aroma terasi yang digoreng sampai di dapurnya, dari arah dapur rumah Bu Hasanatun tetangganya. Hidung Eny tidak akan tertipu, karena dia sudah sangat hafal aroma khas dari terasi Sidoarjo ini. Ketika digoreng, aroma yang keluar darinya sangat berbeda dengan jenis terasi apapun.</p>
<p dir="ltr">"Apakah yang digoreng Bu Hasanatun itu, adalah terasi miliknya yang hilang?" tanya hati Eny, sambil terduduk lemas di sebuah kursi disisi meja makannya.</p>
<p dir="ltr">"Apakah seseorang dari keluarga Bu Hasanatun menyatroni dapurnya, kemudian mengambil terasi itu dari lemari pendinginnya?" sebuah tanya berkecamuk di fikirannya, membuatnya menutup muka dalam-dalam.</p>
<p dir="ltr">Bu Hasanatun adalah tetangga yang tinggal di sebelah rumahnya, seorang janda dengan lima orang anak kecil. Yang tertua duduk di kelas VI SD, dan yang terakhir masih belum disekolahkan walaupun umurnya sudah waktunya. Wanita 40 tahun itu sehari-harinya bekerja sebagai pemulung sampah, sambil menggendong si bungsu mengorek tempat sampah di sekitaran pemukiman itu.</p>
<p dir="ltr">"Astaghfirullaahalaziim!" Eny mengakhiri fikiran buruknya itu, setan telah membelokkan prasangkanya menuduh dan menjelekkan tetangga baiknya itu.</p>
<p dir="ltr">Selama ini, justru hanya kepada Bu Hasanatunlah dia selalu meminta pertolongan saat membutuhkan. Kepada tetangga lain dia tidak mungkin mengharapkan bantuan, karena seperti juga rumahnya... rumah tetangganya juga berpintu gerbang sangat tinggi, pun setiap hari tertutup rapat dan tergembok rapat.</p>
<p dir="ltr">Terdengar pintu gerbangnya dibuka, sebentar kemudian terdengar suara mobil Winarto Sabdo suaminya memasuki garasi rumah. Eny masih terduduk gemetaran, karena telah berfikiran buruk kepada tetangga terbaiknya.</p>
<p dir="ltr">"Assalamu'alaikuum!" terdengar suaminya mengucapkan salam, ketika membuka pintu depan untuk masuk ke dalam rumah.</p>
<p dir="ltr">"Waalaikumusalaam!" jawab Eny, yang masih terduduk gemetar di dapurnya.</p>
<p dir="ltr">Winarto merasa aneh, karena tidak seperti biasa istri tercintanya itu tidak menyambut kedatangannya. Mencium tangannya, serta melepaskan jas dan dasinya. Merasa ada sesuatu yang tidak biasa, lelaki 45 tahun yang menjadi direktur Bank Sami'an itupun bergegas ke dapur. Mendapati istri tercintanya tengah terduduk lemas di meja makan, dia segera menghampirinya dengan was-was.</p>
<p dir="ltr">"Sayang, kamu kenapa?!" tanyanya.</p>
<p dir="ltr">Eny segera mencium tangan kanan suaminya, kemudian memintanya duduk berhadapan dengannya. Kemudia wanita cantik itu menceritakan, perihal kehilangan terasinya hingga prasangka buruk kepada tetangganya.</p>
<p dir="ltr">"Astaghfirullah, Sayang. Tadi sebelum berangkat ke kantor, aku melihat seekor kucing membawa bungkusan plastik warna merah. Dia keluar dari dapur rumah kita, tapi menjatuhkan benda itu di belakang roda elakang mobilku. Ketika benda itu dijatuhkan, aku segera memungutnya." cerita suaminya.</p>
<p dir="ltr">"Plastik merah seukuran sabun mandi, Mas?" tanya Eny tampak terkejut.</p>
<p dir="ltr">"Iya, Sayang. Baunya seperti terasi, kupikir kucing itu mengambilnya dari tempat sampah dapur kita. Mungkin daging busuk, yang sengaja kau buang karena tidak layak makan. Aku ambil tissu dari dalam mobil, kemudian bermaksud melemparkannya ke tempat sampah depan rumah kita," Winarto menghentikan ceritanya, sambil mencoba melonggarkan ikatan dasi yang membelenggu lehernya, "Ketika kulemparkan, aku tidak menyadari Bu Hasanatun ada di sekitar tempat itu. Dan segera berbalik arah menuju garasi kembali, tetapi Bu Hasanatun segera mengikutiku dan memanggilku."</p>
<p dir="ltr">"Apa yang terjadi kemudian, Mas?"</p>
<p dir="ltr">"Dia bertanya padaku, apakah benda dalam bjngkusan plastik merah itu dibuang? Aku mengiyakannya, dan mengijinkan dia memanfaatkannya, Karena katanya, benda itu sangat berguna untuk keluarganya."</p>
<p dir="ltr">Tiba-tiba tangis Eny pecah berderai, dengan gemetar dia memeluk tubuh suaminya dengan gemetaran.</p>
<p dir="ltr">"Aku berdosa telah berprasangka buruk kepada Bu Hasanatun, Mas! Aku telah menyangka, salah satu dari keluarganya mengambil bungkusan terasi itu di rumah kita! Antarkan aku untuk meminta maaf kepadanya, Mas!" raung dan tangis penyesalan yang dalam, dihamburkannya dalam pelukan lelaki pujaannya itu.</p>
<p dir="ltr">"Baiklah, sebentar lagi waktunya berbuka. Kita pergi ke rumah Bu Hasanatun untuk meminta maaf, sekalian kita ajak seluruh keluarga mereka untuk berbuka di luar bersama. Dan karena kamu sudah batal karena menangis, sekarang minumlah segelas air untuk meredamkan emosimu itu."</p>
<p dir="ltr">Eny tersenyum malu kepada sauaminya, memukul pelan pundak lelaki itu sebelum pergi ke kamar mandi.</p>
<p dir="ltr">Pukul lima sore, Eny dan suaminya sudah berada di rumah Bu Hasanatun. Setelah prosesi permohonan maaf yang mengharu biru, berpeluk-pelukan bagai suasana hariraya. Mereka lalu pergi ke kota, menuju sebuah rumah makan padang yang sangat terkenal. Semua bebas memilih menu makanan yang tersedia, boleh memesan minuman apapun yang disuka. Sungguh, suasana seperti begini bagaikan suasana surga yang penuh bahagia. Semua bersukacita, bersukaria, tidak ada dendam, hanya jiwa-jiwa yang bersyukur atas karunia-Nya.</p>
<p dir="ltr">-Tamat-</p>
<p dir="ltr">#RWCOdop2019<br>
#onedayonepost<br>
#Day7</p>
Semuanya Tentang Andaikatahttp://www.blogger.com/profile/08066652145429135922noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1516637425207868931.post-68295641281739554202019-06-14T03:44:00.007-07:002019-06-14T03:44:05.665-07:00Day8<p dir="ltr">Rumah, hanyalah benda tidak bergerak yang tidak bisa berubah dengan sendirinya. Karena waktu hanya mengelupaskan cat di dindingnya, atau memudarkan bekas sapuan pelitur di kayunya. Akan tetap seperti itu, selama dia mampu mempertahankan eksistensi atau keberadaannya.</p>
<p dir="ltr">Yang tidak akan tergantikan di dalamnya adalah kenangan, suatu kejadian yang akan selalu tertanam dalam ingatan penghuninya. Seseorang yang pernah menjadi salah satu bagian, dari tujuan rumah itu dulu diciptakan. Para bekas penghuninya, yang pernah melindungkan dirinya dalam dekapan serta rasa nyaman di dalamnya. Dari terik matahari yang membakar, hingga dingin yang membekukan. Rumah juga melindungi mereka dari gangguan binatang buas atau hewan beracun, yang bisa saja mengancam jiwa penghuninya. Itulah sesungguhnya fungsi sebuah rumah, tetapi ini tidak berlaku untuk sebuah rumah Sunduk Sate (tusuk sate) yang terbengkalai di tengah Desa Kalisat.</p>
<p dir="ltr">Mbah Paino Ketua RT tertua di desa itu, yang juga pemangku jabatan dimana rumah itu berada pernah bercerita.</p>
<p dir="ltr">"Dulunya rumah itu milik Ndoro Jumeno, seorang pedagang hasil bumi yang kaya raya. Dia mempercayakan transaksi jual beli usahanya kepada Pak Sakino, seorang bekas perampok yang dijadikannya seorang Mandor."</p>
<p dir="ltr">Lambat laun gaji besar dari tuannya terasa kurang, karena kehidupanya yang berfoya-foya. Menghambur-hamburkan uang gajinya untuk bermain perempuan, atau mabuk-mabukan dengan para kaum Bajingan. Lambat laun dia mulai berani memakai uang usaha tuannya, yang menyebabkannya dipecat dan diusir keluar dari perkongsian.</p>
<p dir="ltr">Mandor Sakino sangat tidak berkenan dengan pengusirannya dari kerja itu, dan dia mengancam akan menuntut balas pada tuannya. Dendam mandor itu akirnya tertunaikan, ketika negeri ini dilanda gonjang-ganjing politik tahun 1965. Sakino membuat kesaksian palsu kepada Pasukan Hitam, bahwa dia pernah melihat bendera Palu Arit terpasang di kamar bekas tuannya itu.</p>
<p dir="ltr">Tanpa ampun lagi, keluarga pedagang itupun ditumpas habis Pasukan Bercadar Hitam. Kepala Ndoro Jumeno ditebas samurai tanpa pengadilan, juga kepala istri dan kedua kepala anak gadisnya turut mereka tebas. Karena mereka keluarga Komunis, halal darahnya untuk ditumpahkan. Akhirnya, hak kepemilikan atas rumah itu jatuh kepada Sakino. Yang langsung dijualnya juga kepada seorang pedagang China bernama Babah Chong, yang kesehariaannya berjualan kain di pasar kecamatan.</p>
<p dir="ltr">Entah apa yang terjadi dengan rumah itu, satu persatu keluarga Babah Chong meninggal dengan tidak wajar. Limei anak tertuanya, ditemukan meninggal menggantung diri. Adiknya Lingsi, secara bersamaan juga ditemukan tewas tenggelam di sumur belakang rumah. Istri Babah Chong pun menjadi gila, dia menikam dada suaminya yang sedang tertidur sampai mati. Wanita itupun akhirnya juga meninggal, dengan menusukkan pisau yang masih berlumuran darah suaminya ke dadanya.</p>
<p dir="ltr">Penduduk desa akhirnya menguburkan mereka bersama, dalam sebuah lubang di belakang rumah itu. Semenjak tahun itulah rumah ini kosong, tidak ada yang berani menempatinya lagi. Bahkan walaupun setiap bulan rumah dan lingkungannya dibersihkan, serta dilakukan pengecatan berulang-ulang. Tidak ada satupun yang berani menempati rumah terkutuk tersebut, bahkan kru sebuah Televisi yang ingin mengungkap rahasia rumah itu kocar-kacir. Semua host, bintang tamu, dan cohost yang mengaku murid dari Sunan Kalijogo pun tunggang langgang tidak karuan.</p>
<p dir="ltr">Karena itulah, rumah angker itu disayembarakan. Siapapun yang betah menempati rumah itu selama satu bulan, maka sertifikat rumah dan pekarangan akan diberikan.</p>
<p dir="ltr">Anis Hidayati seorang praktisi supranatural asal Banyuwangi pernah mengikuti sayembara itu, hanya satu jam didalamnya sudah tunggang langgang. Lalu ada Eny Siswanti pendekar putri dari Kabupaten Pati, juga hanya sejam saja sudah keluar dengan tubuh menggigil. Kemudian Ki Wali Min dari Solo, sang penguasa Ilmu Panglimunan itu lari berhamburan dengan wajah pucat penuh ketakutan.</p>
<p dir="ltr">Bulan-demi bulan berganti tahun, selama itu juga banyak para pendekar dan pakar supranatural yang coba menaklukkan rumah terkutuk itu. Inilah daftar keikut sertaannya (yang aslinya tersimpan dalam arsip Kelurahan Desa Kalisat).</p>
<p dir="ltr">1. Nyi Yulia Ahkam Sandhi dari Jatisari<br>
2. Lutfi Yulianto Iyan si Pendekar Tebu Ijo<br>
3. Muhammad Septian Wijaya si Pendekar Janda (Jawa Sunda)<br>
4. Dwi Septiyana si Pendekar Kimia Jaya<br>
5. Benik Al Arif si Pendekar Ayat Kursi<br>
5. Ziana Lu'il Adha si Cucu Pendekar Anjuk Ladang<br>
6. Zen si Jurus Komputerisasi<br>
7. Novarina Dian Wardani si Pendekar Geli Ulat Bulu<br>
8. Eka Amelia si Pendekar Syair Berghairah<br>
9. Suden Basayev Pendekar Pena Berupiah<br>
10. Nining Purwanti si Pendekar Wonogiri<br>
Semuanya menyerah, menghadapi penghuni rumah angker itu.</p>
<p dir="ltr">Hingga suatu hari, datanglah sang Cerpenis kacangan si Raja Slengekan Winarto Sabdo. Dia merasa tertantang bukan karena tebalnya keimanan, atau karena tingginya ilmu yang dimilikinya. Sebagai seorang Bonek (Bondo Nekat) sang sudah bergelar Kawak Awu (senior), lelaki 48 tahun dari Kecamatan Rejoso itu mendaftarkan diri untuk mengusir para lelembut di dalam rumah itu.</p>
<p dir="ltr">Panitia sempat meremehkannya, tetapi para pengikutnya; Bonari Nabonenar, Yuditeha, Pangerang P. Muda, Asma Nadia Liyana, dan juga Hiday Nur R, semua meyakinkan panitia akan kemanpuan duda beranak lima itu.</p>
<p dir="ltr">Akhirnya, dengan terpaksa panitia mengijinkannya. Dengan perjanjian, jika setelah mengikuti sayembara menjadi gila... resiko ditanggung peserta dan pendukungnya. Semua berteriak setuju!.</p>
<p dir="ltr">Pukul sembilan malam, peserta kacangan itu dijinkan mempersiapkan dirinya. Winarto Sabdo bukannya mulai membentengi diri dengan jampe-jampe, malah asyik berkaraoke lagu 'Rasa Sayang Sayange'. Melihat kejadian itu, para penonton mulai mengadakan taruhan. Yang memprediksi cah gemblung itu hanya bertahan 10 menit atau kurang, sepertiga dari jumlah ratusan orang yang menonton mengatakan dia akan lari tunggang langgang. Karena tidak ada yang memasang lebih kecil dari sepuluh menitan, akhirnya Winarto Sabdo menjadi musuh tunggal. Nilai uang taruhan sebanyak hampir semilyar, dibawanya masuk ke dalam rumah dengan sebuah karung goni bekas beras jatahan.</p>
<p dir="ltr">Panitia dan kru televisi nasional juga internadional memulai peliputan, sedikit wawancara, dan menshot langkah kaki Novelis Koclok itu masuk ke dalam rumah. Semua yang menyaksikan menahan nafas (karena ada penonton yang kentut diam-diam), serta beberapa orang tampak pingsan karena kebauan.</p>
<p dir="ltr">Duda kesepian itupun perlahan masuk ke dalam rumah berhantu itu, semua penonton menahan nafasnya lagi. Hingga pintu rumah itu benar-benar tertutup dari dalam, suanapun sunyi senyap. Reporter tivi yang mencoba membuat laporan pandangan mata langsung terdiam ketakutan, setelah beberapa orang secara bersamaan meneriakinya, "Diam!".</p>
<p dir="ltr">Sepuluh menit, duapuluh menit, tigapuluh menit, hingga tembus satu jam. Duda Koclok itu masih bertahan di dalam, membuat seseorang penonton meneriaki panitia yang ketakutan.</p>
<p dir="ltr">" Coba tengok ke dalam, jangan-jangan si goblok itu sudah di makan setan!"</p>
<p dir="ltr">Salah seorang kameramen tivi, menyahut perkataan orang itu.</p>
<p dir="ltr">"Tenang saja, Pak. Dia sedang main gaple dengan para setan di dalam, tuh lihat mereka lagi asyik mabuk-mabukan!"</p>
<p dir="ltr">"Apa?!" teriak sebagian besar penonton.</p>
<p dir="ltr">"Terang saja gak digangguin setan, dia mengikuti kesukaannya setan!" teriak beberapa orang yang merasa jengkel, "Gak seru, ah! Ayo kita pulang!"</p>
<p dir="ltr">Hanya butuh sepuluh menit saja, semua penonton meninggalkan lokasi uji kenekadan itu. Termasuk para kru televisi, dengan tergesa kembali ke hotelnya masing-masing. Meninggalkan panitia yang kebingungan, antara ikutan bubar atau ikutan main gaple di dalam. Para panitia baik yang menang, merekapun akhirnya pergi juga dari lokasi uji kenekatan.</p>
<p dir="ltr">"Percuma nungguin setan, lagi kumpul sama setan! Kita pulang saja!" gerutu mereka, sambil menggotong peralatan.</p>
<p dir="ltr">Kemudian, tidak ada saksi mata lagi yang bisa menceritakan. Habis dah ceritanya.</p>
<p dir="ltr">-TAMAT-</p>
<p dir="ltr">#RWCOdop2019<br>
#onedayonepost<br>
#Day8</p>
Semuanya Tentang Andaikatahttp://www.blogger.com/profile/08066652145429135922noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1516637425207868931.post-91769055745464424592019-06-14T03:44:00.005-07:002019-06-14T03:44:03.915-07:00Day9<p dir="ltr">Sholawat (Flash Fiction)</p>
<p dir="ltr">"Kyai, aku adalah seorang yang teramat sial dalam ketidak beruntungan" kata Farukh, kepada sang Kyai.</p>
<p dir="ltr">"Bacalah sholawat sebelum sholat!" kata sang Kyai.</p>
<p dir="ltr">"Sebelum sholat, Kyai?"</p>
<p dir="ltr">"Jika buluh tidak berhasil dari ujung pertama, pakailah ujung yang lainnya."</p>
<p dir="ltr">Farukh memahami kata Kyainya: Hidup adalah melulu tentang menyikapi, bukan menakhlukkan.</p>
<p dir="ltr">#RWCOdop2019<br>
#onedayonepost<br>
#Day9</p>
Semuanya Tentang Andaikatahttp://www.blogger.com/profile/08066652145429135922noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1516637425207868931.post-21803018777465606122019-06-14T03:44:00.003-07:002019-06-14T03:44:02.605-07:00Day10<p dir="ltr">Rasul</p>
<p dir="ltr">Dialah manusia pilihan Ilahi<br>
Sesempurna mahluk dunia<br>
Akhlakul karimah<br>
Muhammad</p>
<p dir="ltr">Lahir dari bani Quraish<br>
Bani yang menganiaya teraniaya<br>
Mendapatkan penampakan wahyu kebenaran<br>
Ketika hidupnya gersang tiada daya</p>
<p dir="ltr">Allohuma sholi wa saliim alaa<br>
Sayidina Muhammadinnurdzaat<br>
Wasirri saari fi sairil asmaa'i sifaati<br>
Wa alaa alili wasalimu taslimah</p>
<p dir="ltr">#RWCOdop2019<br>
#onedayonepost<br>
#Day10</p>
Semuanya Tentang Andaikatahttp://www.blogger.com/profile/08066652145429135922noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1516637425207868931.post-60970749167687902522019-06-14T03:44:00.001-07:002019-06-14T03:44:00.996-07:00Day11<p dir="ltr">Sahabat Facebookku<br>
Oleh: Winarto Sabdo</p>
<p dir="ltr">Bismillaahirohmaanirrohiim, kumulai tulisan ini dengan basmalah. Karena yang akan aku tuliskan ini adalah kebenaran, ketika RWCOdop 2019 mengharuskanku menulis tentang Sahabat.</p>
<p dir="ltr">Aku akan berkata benar, inilah nama-nama sahabat facebookku. Tidak ada tendensi apapun, tanpa kategori apapun, hanya sahabat saja.</p>
<p dir="ltr">Mereka yang awal berkenalan melalui ODOP (One Day One Post), TPL (Teras Pejuang Literasi), Nulis Cerkak, GYN-Nasional (Gerakan Yuk Nulis Nasional), KBM (Komunitas Bisa Menulis), KOPLING (Komunitas Pejuang Literasi Nganjuk), Nulis Aja Community, Komunitas KQ5 Nganjuk, INDIGO COMMUNITY NGANJUK, PSJATI (Persatuan Supranaturalis Jawa Timur Indonesia), Mayapadapala (Pecinta Alam), Jama'ah Shirathal Mustakiim, Jama'ah Padepokan Suryo Ngalam,dan beberapa lainnya, yang kebetulan memiliki akun facebook.</p>
<p dir="ltr">Silakan dibaca, mohon maaf jika terjadi salah menuliskan nama atau tanda serta gelar.</p>
<p dir="ltr">1. Drs.Suden Basayev<br>
2. Drs.Muhammad Septian Wijaya<br>
3. Drs.Heru Sang Mahadewa,Ma,MBA<br>
4. Drs.Lutfi Yulianto Iyan,Msc<br>
5. Dra.Nining Purwanti,SE<br>
6. Dra.Reni,Msc<br>
7. Ir.Wali Min,Sp,SpAg,Spc<br>
8. Prof.Dwi Septiyana,Mlab<br>
9. Prof.Hiday Nur R,Msc, MBA, MBB, MBC<br>
10. dr.Ummu Arrahma,SpAntology<br>
11. DRA.Yeti Nuryeti,Spd<br>
12. dr.Detta Rhapsodyna Siman,Spc<br>
13. dr.Anastasia Bona Ventura Matteussiman,Spc<br>
14. dr.Ndhiel Sindhiel Waelach,Spc<br>
15. Prof.Achmad Ikhtiar<br>
16. Yulia Ahkam Sandhi,Spd<br>
17. Anis Hidayati,Spd<br>
18. Eny Siswanti,Spd<br>
19. Yusi Abel,Spa<br>
20. Eka Amelia,Spa<br>
21. Rina Herawati,Spk<br>
22. Winarto Sabdo,Spe<br>
23. Winarto Sabdo,Spe<br>
24. Rheva Ayunda,SpSing<br>
25. Juminten Inten,Spv</p>
<p dir="ltr">Masih ada 525 nama lagi yang belum kusebutkan disini, dikarenakan keterbatasan penglihatan dan stamina saya. Mohon maaf, dan harap maklum. Terima kasih.</p>
<p dir="ltr">#RWCOdop2019<br>
#onedayonepost<br>
#Day11</p>
Semuanya Tentang Andaikatahttp://www.blogger.com/profile/08066652145429135922noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1516637425207868931.post-7771964789565013392019-06-14T03:43:00.033-07:002019-06-14T03:43:59.591-07:00Day12<p dir="ltr">Cinta<br>
Karya: Winarto Sabdo</p>
<p dir="ltr">Sudah terukir indah di dalam setiap gurat aksara, tentang kejadiannya<br>
Rikala gumpalan hati yang tiada bermata menemukan khasanahnya<br>
Degup berbalas degup karena pandangan pertama yang memesona<br>
Bergolak jiwa, bergejolak tiada penawarnya</p>
<p dir="ltr">Bagaikan kitab yang tiada tersurat bagaimanakah caranya<br>
Tetapi rasa sungguh tiada penerangannya<br>
Mengartikan senyuman yang menghujam<br>
Serta kerling yang menaburkan keinginan</p>
<p dir="ltr">Cinta bukan sekali menghampiri, tetapi sejatilah satu<br>
Kisah Adam mencintai Hawa, itulah ketika nafsu menggulat smara<br>
Cerita Romeo dan Juliet, dimana kesetiaan memenangkan jiwasraya<br>
Dongeng Rama dan Shinta, perjuangan dan pengorbanan bertemu nasnya</p>
<p dir="ltr">Tidak seperti rasa cintaku kepada adinda<br>
Melampaui keindahan syair pujanggasmara<br>
Meskipun keindahanmu tiada mengguncang nirwanaku<br>
Ketulusan hatimu lah membelenggu segenap rasa takhlukku</p>
<p dir="ltr">Nganjuk, 16 Mei 2019</p>
<p dir="ltr">#RWCOdop2019<br>
#onedayonepost<br>
#Day12</p>
Semuanya Tentang Andaikatahttp://www.blogger.com/profile/08066652145429135922noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1516637425207868931.post-80786527423863703372019-06-14T03:43:00.031-07:002019-06-14T03:43:58.256-07:00Day13<p dir="ltr">Balada, Setan Sinetron dan Film (Cermismin)</p>
<p dir="ltr">Karya: Winarto Sabdo </p>
<p dir="ltr">"Huh ini bulan terberat dari kehidupan kita ya, Cong?" desah Kunti dari jeruji penjara Setan blok wanita, yang berhadap-hadapan dengan jeruji Setan blog Pria.</p>
<p dir="ltr">"Emang kenapa, Ti?" tanya Poco (Pocong Cowok), sambil menggosok-gosokkan punggungya yang gatal ke jeruji penjara.</p>
<p dir="ltr">"Lhaiya, lah. Selama bulan Ramadhan, kita kan dibelenggu di tempat ini. Padahal aku sudah kangen sama Bang Bokir, pengen membeli satenya lagi." kata Kunti, dengan wajah seperti sedang mengenangkan masa lalu.</p>
<p dir="ltr">"Eh, ngawur kamu. Yang godain Bang Bokir kan aku? Aku beli satenya pakai daun kering, lalu aku makan satenya, dan kuminum kuah gulainya yang semuanya langsung keluar dari punggungku yang bolong." sergah Sundel Bolong, yang memang berada satu sel dengan si Kuntilanak, Poce Valen (Pocong Cewek), Wewe Gombel (Kalong Wewe), Leak Kharisma, Suster Ngesot, dan tentu saja ada Si Manis Jembatan Ancol (yang kebetulan sedang break shooting).</p>
<p dir="ltr">Sementara di sel Cowok ada Poco (Pocong Cowok), ada Gendruwo, ada Tuyul tanpa Mbak Yul (mereka sudah berpisah, karena masing-masing ganti program tipi), ada beberapa Pemeran Sinetron Adzab di Tipi Indoliar, yang tidak bisa move on dari perannya, seperti dalam lakon: Mati Nganga Karena Tidak Like Status Teman, Jenasah Pengintip Status Facebook, Jari Kriting Karena Salah Komen, dan Azab Menggoda Janda di Medsos.</p>
<p dir="ltr">Diujung sel wanita dikurunglah Mak Lampir, ditemani beberapa Capster Plus-plus, dan pegawai Panti pijat Plus-plus. Sementara diujung lainnya dikurunglah Gerandong, bersama Para roh LGBT yang bertugas memijiti, atau mengerik tubuhnya jika masuk angin.</p>
<p dir="ltr">Begitulah, mereka akan tetap dikurung disana sampai berakhirnya bulan Puasa. Ini salah satu jaminan dari Allah SWT, bagi umat Islam yang tengah khusyuk menjalankan perintah berpuasa. Sebulan penuh mereka akan menghuni tempat itu, dijaga dengan ketat oleh para malaikat yang berjaga 24jam nonstop. Jadi, selama bulan puasa dunia akan terbebas dari para Setan (kecuali setan kredit, dan setan-setan yang lagi main di Film Avenger:The End Day). Mereka sudah terlanjur teken kontrak, sih.</p>
<p dir="ltr">#RWCOdop2019<br>
#onedayonepost<br>
#Day13</p>
Semuanya Tentang Andaikatahttp://www.blogger.com/profile/08066652145429135922noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1516637425207868931.post-54871291866390744972019-06-14T03:43:00.029-07:002019-06-14T03:43:56.705-07:00Day14<p dir="ltr">Misteri Sepuluh Potongan Keramik Di Masjid Al Qodar Sumberasih</p>
<p dir="ltr">Oleh: Winarto Sabdo</p>
<p dir="ltr">Pembangunan Masjid Al Qodar terbengkalai, karena kematian Abah Syaif sang penyandang dana. Dia meninggal dunia mendadak, saat menunjukkan contoh keramik masjid yang diinginkannya. Selain sebagai penanggung jawab pembangunan masjid, tanah yang dipakai untuk mendirikannya juga waqaf dari Tetua Desa Sumberasih itu.</p>
<p dir="ltr">Desa Sumberasih terletak di sebuah perbukitan kapur, yang merupakan desa tertinggi di antara 21 desa di Kecamatan itu. Akses menuju kesana sungguh sangat sulit, apalagi saat musim penghujan seperti saat ini. Jalanan yang belum tersentuh aspal, membuat desa diatas bukit itu bagai terisolasi. Apalagi hampir semua penduduk Sumberasih tidak ada yang bekerja di luar desa mereka, lengkaplah keterisoliran desa itu.</p>
<p dir="ltr">Kebanyakan penduduk desa memproduksi kebutuhannya sendiri, menggali batu kumbung (sejenis batu kapur yang keras) untuk membangun rumah, atau mencetak batubata untuk dindingnya. Dan untuk kebutuhan makanan, mereka menanam Padi Gogo di ladang. Termasuk sayur-mayur, juga buah-buahan. Bahkan, sepertinya uang tidak berguna di desa yang subur makmur ini.</p>
<p dir="ltr">Permasalahan baru muncul, ketika Abah Syaif mendapat hadiah pergi haji dari Pemerintah. Karena program penghijauannya pada hutan disekitar Desa Sumberasih, dianggap pemerintah berhasil mengurangi dampak erosi di kawasan hutan itu. Ketika melakukan hajinya itulah, pertama kalinya dia melihat keramik lantai yang sangat indah. Dia membawa pulang secuil potongan keramik hingga pulang kembali ke rumahnya, dan itulah awal terjadinya keruwetan demi keruwetan pembangunan masjid di desanya itu.</p>
<p dir="ltr">Masalahnya dia membawa pulang cuilan keramik dari Arab Saudi, yang tidak akan ditemukan ada pembuatnya di Indonesia. Beberapa orang ditugaskannya mencari keramik yang serupa, baik tekstur dan coraknya. Dan sudah enam bulan lamanya mereka berupaya, satupun tidak ada yang berhasil menemukan keramik serupa itu. Bahkan orang yang dikirimnya ke berbagai pelosok Nusantara, mereka kembali dengan tangan hampa.</p>
<p dir="ltr">Hingga semua warga membuat kesepakatan rahasia, mereka akan mengganti potongan contoh keramik yang diinginkan lelaki tua itu, dengan potongan keramik serupa yang hampir mirip warna dan coraknya.</p>
<p dir="ltr">Hingga suatu hari kehebohan terjadi, Sueb salah seorang utusan dari desa itu berhasil mendapatkan contoh keramik yang diingini Pak Haji. Seisi kampung menyambut gembira kedatangannya, sepanjang perjalan menuju rumah sang tetua dia dielu-elukan bagai pahlawan bangsa. Kedatangan dan keberhasilannya, ternyata lebih cepat terdengar oleh Haji Saif. Seseorang langsung mengabarkan berita bahagia dan kesuksesannya itu dengan berurai airmata.</p>
<p dir="ltr">Haji Saif sudah menunggu kedatangan sang duta, di sebuah kursi di teras rumahnya. Penduduk sekitarpun dengan antisias ikut berdebar-debar hatinya, menunggu kedatangan harapan dan cita-cita mereka yang sudah didepan mata. Masjid mereka akan segera diberi keramik, dan satu-satunya bangunan yang terpasang di desa itu.</p>
<p dir="ltr">Sueb yang tiba dengan diusung oleh para pemuda, tiba di halaman rumah itu. Suasana terdengar semakin gegap gempita, karena mereka saling beebalas takbir.</p>
<p dir="ltr">"Allohu Akbar! Allohu Akbar!" teriak mereka ganti berganti, sahut menyahut, sehingga suasana sakralpun tercipta.</p>
<p dir="ltr">Contoh keramik yang dibawanya dari Kota Surabaya, dibungkus dengan kain kafan oleh Sueb. Diletakkannya diatas kepala, sebagai benguk rasa bangga teehadap perjuangan rekan-rekan sejawadnya. Sampai di halaman rumah, dia segera mengucapkan salam.</p>
<p dir="ltr">"Assalamu'alaikuum!"</p>
<p dir="ltr">"Waalaikumusalaam!" jawab mereka swmua yang hadir disana.</p>
<p dir="ltr">"Kiai, atas berkat do'a dan restu Kiai, Aku berhasil mendapatkan contoh, dari keramik yang anda inginkan!" kata Sueb dengan penuh keharuan, setelah menjabat tangan dan mencium tangan tetua desa itu.</p>
<p dir="ltr">"Alhamdulillah, Eb. Alloh mendengar do'aku, dan juga seluruh warga Sumberasih," jawab sang Kiai, "coba bukalah bungkusanmu itu, agar kita bisa menyerukan hamdallah." jawabnya.</p>
<p dir="ltr">Sueb dengan tangan gemetar mencoba membuka ikatan kain kafan itu, dibantu beberapa orang lainnya. Semua warga yang menyaksikan kejadian itu menahan nafas, tidak ada yang bersuara, bahkan anak kecil digendonganpun terdiam. Akhirnya bungkusan itupun terbuka, memperlihatkan sebuah keramik kehijauan yang mempesona. Terdengar decak kagum dari masing-masing warga, bahkan banyak yang meneteskan air mata. Tetapi tidak dengan Haji Saif, dia tampak tidak menyunggingkan secuilpun senyuman di bibirnya.</p>
<p dir="ltr">"Kamu yakin ini sesuai dengan yang aku inginkan, Eb? tanyanya, semua warga terkejut mendengar pertanyaan Sang Kiai. Hening.</p>
<p dir="ltr">" Iya Kiai, saya yakin. Ini sesuai dengan contohnya." jawab Sueb, sambil menjejerkan potongan keramik yang dipakainya untuk mencari keramik.</p>
<p dir="ltr">Kiai Saif merogoh kantong bajunya, mengeluarkan potongan keramik yang sesungguhnya. Dan meletakkan disamping keramik yang dibawa Sueb, warga sangat terkejut melihatnya. Itu sungguh berbeda, baik corak dan warnanya. Sueb tidak bisa berkata apa-apa, diikuti oleh pencari keramik lainnya mereka memohon maaf atas kejadian yang mereka rencanakan ini. Sang Kiai hanya tetsenyum, mengangguk tanpak telah memaafkan mereka semua.</p>
<p dir="ltr">"Sebaiknya, pegang teguh kejujuran kalian semua. Jika kalian tidak sanggup melakukannya, seharusnya menyampaikannya padaku. Bukan seperti begini caranya, Islam tidak mengajarkan kebohongan, bahkan untuk tujuan mulia sekalipun."</p>
<p dir="ltr">Tiba-tiba orang tua itu jatuh terduduk di kursinya, kepalanya tertunduk. Sia-sia mereka mencoba membangunkannya, karena sang Kiai telah menghembuskan nafas terakirnya.</p>
<p dir="ltr">Maka suasana suka cita itupun berubah menjadi duka cita, semua orang menangisi kepergian tetua, pemimpin, tauladan, dan Imam mereka untuk selama-lamanya.</p>
<p dir="ltr">Hingga saat ini, lantai Masjid Al Qodar di Desa Sumberasih masih tetap berlantaikan semen. Hanya terpasang 9 potongan keramik seukuran ibu jari, dan sebuah lagi seukuran bungkus korek api di tempat Imam. Sebagai penghormatan atas perjuangan Kiai Saif, yang menjadi leluhur desa mereka.</p>
<p dir="ltr">-Tamat-</p>
<p dir="ltr">#RWCOdop2019<br>
#onedayonepost<br>
#Day14</p>
Semuanya Tentang Andaikatahttp://www.blogger.com/profile/08066652145429135922noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1516637425207868931.post-36211952814046888572019-06-14T03:43:00.027-07:002019-06-14T03:43:54.993-07:00Day15<p dir="ltr">Kupat (Ketupat)<br>
Ditulis: Winarto Sabdo</p>
<p dir="ltr">Ketupat dalam bahasa Jawa disebut Kupat, sedangkan dalam bahasa Madura dinamakan Topa'. Dalam bahasa Jawa kupat adalah kependekan dari kata 'ngaku lepat' (mengakui kesalahan), sedang dalam bahasa Madura adalah 'sanonto teppa' (sekarang waktu yang tepat).</p>
<p dir="ltr">Dilihat dari falsafah bahasa, keduanya mengarah ke sebuah perbuatan: sekaranglah waktu yang tepat untuk mengakui kesalahan. Dalam rangka apa, biasanya ketupat itu disajikan? Ketupat hanya dihidangkan oleh setiap keluarga orang Jawa dan Madura (Indonesia), pada saat perayaan Hari Raya Idul Firi. Pada suasana hari itulah mereka berkumpul dengan sanak saudara, tetangga, serta handai taulan, untuk saling mengakui kesalahan. Minal aidin wal faizin, saling memaafkan secara lahir dan bathin.</p>
<p dir="ltr">Di Jawa (baca: tempat penulis tinggal di Kabupaten Nganjuk) Ketupat disajikan bersama dengan 'emput' (sebangsa koya yang terbuat dari kedelai atau jagung tumbuk, yang dibumbui sehingga terasa manis, gurih, dan pedas). Tetapi ada juga yang memodifikasi rasanya menjadi asin, gurih, dan pedas sesuai selera.</p>
<p dir="ltr">Emput sang pendamping kupat ini, juga memiliki falsafah di dalamnya. Berasal dari bahasa Jawa 'saempute' yang artinya 'beserta dengan yang sekecil-kecilnya', jika bersanding dengan 'kupat' maka arti keseluruhannya adalah: ngaku lepat sak empute (mengakui kesalahan hingga kesalahan yang sekecil-kecilnya).</p>
<p dir="ltr">Muslimin-muslimat di Jawa (Nganjuk khususnya) sekarang (sebagian) tidak memahami tantang falsafah ini, selain dari mengetahui ketupat sebagai makanan khas Hari Raya saja. Padahal makanan yang dipopulerkan pertama kali oleh Para Wali tanah Jawa itu, penuh dengan tuntunan budi luhur yang adiluhung.</p>
<p dir="ltr">Jaman sekarang, ketupat sudah disajikan dengan berbagai macam sayur pendamping. Dengan sayur lodeh, dengan sayur bali, bahkan penulis pernah disuguhi ketupat dengan saos sambal pecel, lengkap dengan sayuran dan peyeknya (orang Blitar mengenalnya sebagai 'punten', mungkin juga berasal dari kata Jawa 'sepunten', yang artinya juga mohon maaf).</p>
<p dir="ltr">Inilah seketik-dua tulisan hasil dari pemahaman pribadi penulis, belum pernah dipublikasikan di media massa manapun juga. Boleh dibuktikan dengan aplikasi penunjuk pagiasi, tulisan ini benar-benar baru. Untuk kepentingan RWC (Ramadhan Write Challange), yang diselenggarakan oleh Komunitas ODOP (One Day One Post) tahun 2019. Semoga ada manfaat, dan kegunaannya di masa mendatang. Amiin.</p>
<p dir="ltr">Nganjuk, 17 Mei 2019</p>
<p dir="ltr">#RWCOdop<br>
#onedayonepost<br>
#Day15</p>
Semuanya Tentang Andaikatahttp://www.blogger.com/profile/08066652145429135922noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1516637425207868931.post-36091047216033483792019-06-14T03:43:00.025-07:002019-06-14T03:43:53.340-07:00Day16<p dir="ltr">Tragedi Sebuah Sepatu<br>
Oleh: Winarto Sabdo</p>
<p dir="ltr">Hati Eny Siswanti merasa tidak berghairah, setelah membaca secarik undangan di tangannya. Ada salah satu nama tertera di dalamnya, itu yang membuatnya merasa enggan. Anis Hidayati yang masih ada disana, melihat kecanggungan itu di wajah sahabatnya.</p>
<p dir="ltr">"Kenapa, En? Karena ada nama Winarto sebagai panitia disana? Bukankah kalian sudah berbaikan, saat itu?" tanyanya.</p>
<p dir="ltr">"Ah, tidak. Aku pasti datang, kok." jawab Eny salah tingkah, karena sahabatnya itu dapat menerka keengganannya.</p>
<p dir="ltr">"Baiklah, aku permisi pulang dulu. Jangan baper, ini kesempatanmu bertemu dengan teman-teman KOPLING (Komunitas Pejuang Literasi Nganjuk) lainnya," kata Anis sambil menyalami tangan sahabatnya itu, tidak lupa bercipika-cipiki setelahnya, "Titip undangan ini, ya."</p>
<p dir="ltr">Keduanyapun berpisah, karena Anis harus mengantarkan undangan lainnya. Meninggalkan Eny yang masih masih duduk termangu, di sebuah kursi taman Alun-alun Kota Nganjuk. Saat itulah datang kedua sahabat baiknya, Yulia Ahkam Sandhi dan Eka Amelia. Mereka juga mendapatkan undangan untuk Bukber, Anis sudah menitipkan undangan itu padanya tadi sebelum pulang.</p>
<p dir="ltr">Setelah berbasa-basi sebentar, merekapun segera meninggalkan tempat itu. Menuju ke Masjid Jami' untuk melaksanakan shalat Dhuhur, karena sudah mendengar suara adzan yang berkumandang.</p>
<p dir="ltr">*****</p>
<p dir="ltr">Eny menjangkau gawai yang ada di dekatnya, dilihatnya siapa yang membuat panggilan. Novarina Dian Wardani, sahabat baiknya sedang membuat panggilan padanya.</p>
<p dir="ltr">"Hallo! Kok belum nyampai juga di lokasi, En?" tanya Nova diseberang sana.</p>
<p dir="ltr">"Eh, iya. Ini sudah mau berangkat kok Va, tapi kendaraanku sepertinya sedang ngadat nih." jawab Eny terbata.</p>
<p dir="ltr">"Tenang, Rina Herawati sudah menyampaikan hal itu padaku tadi." jawab Nova.</p>
<p dir="ltr">"Kok disuruh tenang, sih?"</p>
<p dir="ltr">"Iya, tenang saja. Seseorang sudah meluncur ke rumahmu, dia yang akan membawamu kesini."</p>
<p dir="ltr">"Eh, siapa Nov?... Hallo! Hallo!" Eny menyaringkan suaranya, karena tiba-tiba Nova memutuskan panggilannya.</p>
<p dir="ltr">Siapa yang dimaksud Nova, dengan seseorang akan menjemputnya? Eny tiba-tiba merasa berdebar dalam hatinya, mencoba menerka seseorang yang akan rela menempuh perjalanan sejauh 10 kilometer ke rumahnya ini? Siapa?.</p>
<p dir="ltr">Mungkin Agus Heri Widodo yang biasa berkendara mobil, kalau Heru Sang Mahadewa jelas tidak mungkin, karena dia berhalangan ikut bukber. Tinggal seorang yang belum masuk dalam perkiraannya, seseorang yang selalu membuat hatinya menjadi gemas jika mengingatnya.</p>
<p dir="ltr">"Assalamu'alaikuum!" sebuah salam membuyarkan lamunannya, dengan sepontan dia menoleh ke arah pintu depan rumahnya.</p>
<p dir="ltr">"Winarto Sabdo! Eh waalaikumusalaam!" jawabnya terbata dan salah tingkah, karena dia sama sekali tidak menduga kedatangan lelaki itu.</p>
<p dir="ltr">"Emh, duduk dulu Mas. Jadi, kamu yang menjemputku?" tanya Eny, setengah sibuk membenahi kerudungnya yang sudah benar.</p>
<p dir="ltr">"Benar, aku yang menjemputmu. Bisa kita berangkat saja, sekarang?"</p>
<p dir="ltr">"Baiklah." hanya kata itu yang diingatnya untuk mengakhiri kecanggungan tersebut.</p>
<p dir="ltr">*****</p>
<p dir="ltr">"Kamu masih marah padaku, En?" tanya lelaki itu dalam perjalanan, saat mereka sudah berada di jalanan beraspal.</p>
<p dir="ltr">"Tidak, aku sudah melupakannya." jawab Eny datar, bagaimana mungkin dia bisa melupakan kejadian yang merenggangkan hubungan mereka itu.</p>
<p dir="ltr">"Beneran?"</p>
<p dir="ltr">"Iya, aku sudah melupakannya!"</p>
<p dir="ltr">"Sebenarnya, itu bukan ideku saja. Tapi semua founder telah bersepakat melakukannya, karena kami tahu kamu yang sedang berulang tahun saat kopdar itu." sayup suara Winarto terdengar, karena dia berbicara sambil mengatur kewaspadaannya berkendara.</p>
<p dir="ltr">"Siapa saja yang terlibat, Mas?' tanya Eny, kali ini dia mencoba mendekatkan kepalanya ke kepala belakang lelaki itu.</p>
<p dir="ltr">" Ide memang dariku, tapi ketiga founder mengetahui, dan menyetujui rencana itu."</p>
<p dir="ltr">"Astaghfirullaah, mereka juga turut merencanakannya?!" seru Eny kaget.</p>
<p dir="ltr">------------------------------------------------------------<br>
Eny pun mengingat kejadiaan yang membuatnya menangis saat itu, saat kopdar pertama komunitas penulis di kotanya. Di akhir acara, dia tidak dapat menemukan sepatu dan tas jinjingnya. Seseorang telah dengan sengaja menyembunyikannya, dan sampai dia menangis terguling-guling pun benda-benda itu tidak dapat ditemukan. Ternyata, tas dan sepatu itu disembunyikan ke dalam bak pickup seseorang yang sedang bersembahyang di Masjid Jami', dan pickup itu pergi tanpa mereka sadari sebelumnya.</p>
<p dir="ltr">Dua hari kemudian, baru semua diantarkan kembali ke rumahnya. Tidak ada satupun barang yang hilang, dan rombongan pengacau itupun sudah berusaha meminta maaf kepadanya.<br>
---------------------------------------------------------------</p>
<p dir="ltr">"Iya, dan setelah kamu pulang dengan kesedihan. Ganti Nova yang menangis tersedu-sedu, di pelataran Masjid. Karena sepatunya yang kupinjamkan padamu itu, ternyata sepatu pinjaman juga dari tetangganya."</p>
<p dir="ltr">"Yang benar, Mas?!" kali ini Eny bisa tersenyum, membayangkan Nova juga berguling-guling di lantai masjid. Terdengarlah kekehnya, seperti sudah hilang beban di hatinya.</p>
<p dir="ltr">Tak terasa, perjalanan mereka sudah sampai di pelataran rumah Nova di Kelurahan Ganung. Kedatangan mereka disambut keriuhan para teman dan sahabatnya yang terlebih dulu datang, berbagai celotehan terdengar riuh-rendah.</p>
<p dir="ltr">"Nah, pengantinnya sudah datang!"</p>
<p dir="ltr">"Kok yang istrinya tidak merangkul pinggang suaminya?!"</p>
<p dir="ltr">"Masih marahan mereka!"</p>
<p dir="ltr">"Hahahaha!" mereka nampak sangat bergembira menyambut kedatangannya.</p>
<p dir="ltr">Nova menghambur dari kerumunan, setelah bersalaman dan bercipika-cipiki dengan Eny lalu dia bertanya.</p>
<p dir="ltr">"Kamu bawa sepatu yang Winarto pinjamkan saat itu, En?"</p>
<p dir="ltr">Semua orang tanpa dikomando, langsung memandang ke arah kaki Eny. Dan keriuhan pun tiba-tiba kembali terdengar, karena mereka baru melihat satu kelucuan di kaki sahabatnya itu. Ternyata Eny tidak memakai alas kaki apapun di kedua kakinya, dia lupa mengenakannya karena mungkin tadi melamun atau tergesa-gesa.</p>
<p dir="ltr">Dengan terkejut dan perasaan malu yang tetamat sangat, dia segera memasukkan kepalanya ke dalam jaket belakang Winarto. Sambil memukuli ringan bahu lelaki itu, yang ikut menertawakan keteledorannya. Keseruan ini segera berakhir lima menit kemudian, karena sudah terdengar kumandang adzan dari sebuah mushola di dekat rumab Nova. Mereka pun segera berbuka puasa, dalam situasi yang menyenangkan.</p>
<p dir="ltr">-Tamat-</p>
<p dir="ltr">#RWCOdoo2019<br>
#onedayonepost<br>
#Day16</p>
Semuanya Tentang Andaikatahttp://www.blogger.com/profile/08066652145429135922noreply@blogger.com0