Namaku Sakijo, orang memanggilku Jorono (bhs Jawa ; Jangan kesitu). Dan itu seperti nama ejekan, tetapi bukan bermaksud mengejek. Orang yg bernama Jo didesaku sangat banyak, ada Paijo, Sukijo, Sakijo, Marijo, Ngalijo, Darjo, Parjo, Mukijo, dll, Untuk bisa membedakan antara Jo dengan Jo yang lainya, maka setiap panggilan Jo satu dan lainnya harus mempunyai nama tambahan. Semua itu mereka lakukan, demi mempercepat, dan mempermudah penandaan. Dan supaya tidak terjadi kesalahan, saat menyebut nama seseorang.
Aku adalah seorang duda, usiaku 47 tahun. Sudah hampir lima tahun ini aku jalani hidup seorang diri, istri dan anakku memilih tinggal bersama mertuaku. Jadilah aku pemurung, menyukai kesunyian... jauh dari lebisingan. Menghabiskan waktu demi waktu, di tempat yang jarang dijamah orang. Banyak yang menduga aku depresi, atau bahkan mengira sudah sakit jiwa. Sebenarnya aku sedang mengumpulkan inspirasi, atau ide untuk memperbaiki kondisiku ini.
Orang bilang, mencari inspirasi harus ditempat yang sepi, jauh dari keramaian dan kebisingan. Menurutku sebenarnya mereka itu mencari ilham, yaitu suatu fill atau perasaan yang tercetus sebelum datangnya inspirasi itu sendiri. Ah...itu hanya penafsiranku saja, sebenarnya arti dan maksud sesungguhnya aku juga tidak mengerti. Mungkin mereka mencari inspirasi, mungkin mereka mencari ilham, atau mungkin mereka mencari kedua-duanya. I don't know.
Ternyata, perasaan ingin membantah analisa mereka begitu kuatnya didalam hatiku. Apakah benar, hanya di tempat yang sunyi sepi inspirasi dapat ditemukan?. Apakah hanya di tempat yang jauh dari keramaian, inspirasi bersemayam?. Sekarang aku disini, duduk di rerumputan di depan Kantor Kecamatan, di tempat yang terlindung dari sengatan Matahari sore. Di pinggir Jalan Raya yang ramai lalu lalang segala macam kendaraan, dan tentu saja bising, panas, berdebu, dan yang pasti sangat tidak nyaman. Tetapi dari tempat inilah aku menemukan fill, menemukan ilham, menemukan inspirasi untuk memulai cerita ini.
Sebuah mobil mewah berwarna merah menyala berhenti di bahu jalan, dari dalamnya keluarlah seorang Pria dan seorang Wanita, disusul keluarnya Anak Laki-laki berusia sekitar 10 tahunan.
Mereka bertiga menuju kedai fried chicken diseberang jalan, terdengar bunyi khas suara pengunci mobil otomatis yang dinyalakan dari dalam kedai.
Tiba-tiba teringat masa kecilku, mungkin pada saat sepantaran anak laki-laki anak orang kaya itu. Aku sedang apa pada saat itu, mungkin sedang membantu simbah menjemur gaplek (ketela yang dikeringkan dengan cara dijemur di panas matahari). Sementara anak orang kaya itu sedang menikmati ayam goreng yang lezat, diwaktu yang sama denganku semasa kecil. Andai aku menjadi dia.... aku memghayal
"Zlhaaap!!!"
Sebuah cahaya yang terang menderang tiba-tiba menyelimuti tubuhku, kilat bercelarat mengiringi deru angin disekitarku. Sebelum akhirnya semua tampak gelap gulita, kedua mataku tak dapat melihat apapun juga, tetapi aku masih mendengar suara-suara itu.
"Andreas, kenapa tidur ditempat ini?"
Aku perlahan membuka kedua mataku, dan mendapati seorang Wanita separuh baya di depanku. Sebelum aku menyadari keberadaanku, wanita itu sudah mengamit bahuku, menuntunku menuju sebuah tangga yang terbuat dari marmer putih, selaras dengan seluruh lantsi ruangan itu. Sebuah ruangan yang sangat luas terpampang didepanku, dengan berbagai furniture yang sangat mahal tersebar disepanjang ruangan, dan di pojok ruangan itu terdapat sebuah piano berwarna putih. Belum selesai kedua mataku menyapu panorama ruangan itu, suara wanita itu membuyarkanya.
"Ayo naik ke kamarmu sayang, kasihan sekali... engkau terlalu keras belajar hari ini"
Wanita itu memapahku menaiki tangga dengan sangat berhati-hati. Tangga itu menuju sebuah Kamar, mugkin sebuah kamar yang sangat luas, karena daun pintunya saja bermodel kupu tarung (dua daun pintu yang saling bertangkup). Didepan pintu kamar, wanita itu melepaskan gamitanya di bahuku, membuka pintu kamar, dan seraya mendaratkan ciuman di kedua pipiku dia berkata,
"Sudah, beristirahatlah sayang. Biar buku dan perlengkapan sekolahmu itu, suster ysng membereskanya" kata wanita itu dengan rasa hawatir.
Seperti Kerbau yang dicocok hidungnya, aku menurut saja semua perkataannya. Setelah puas mencium kedua pipiku lagi, wanita itu pun pergi meninggalkanku di dalam kamar itu sendiri. Sebuah kamar yang sangat luas, seukuran rumah ibuku. Bercat putih bersih, berhias lukisan pemandangan alam yang sangat indah. Ada terpasang disana, sebuah salib kayu. Ini rumah seorang Nasrani?. Di bawahnya ada rak berisi mainan-mainan, dan rak buku-buku, dan sebuah gitar bersandar di pojok kamar. Aku coba membuka pintu sebuah lemari, aku sangat terkejut melihat isinya. Puluhan jas-jas mahal, dan tumpukan rapi kaos juga baju yg trended.
Setelah puas mengelilingi kamar itu, aku segera menuju sebuah cermin yang besar di sudut kamar itu. Betapa terkejutnya aku melihat bayangan cermin di hadapanku, ternyata aku adalah anak kecil yang kulihat di pasar tadi. Lalu, dimanakah tubuh Joronoku?. Bagaimana bisa terjadi, jiwa 47 tahunku terjebak di dalam tubuh bocah 10 tahun ini?. Lalu, jiwa siapakah yang bersemayam di tubuh Joronoku?. Allohu Akbar! Bahkan jiwa muslimku, kini bersemayam di tubuh bocah Nasrani.
(Bersambung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar