Selasa, 23 Oktober 2018

Anniversary Testpack

Cempluk membuka pintu kamarnya dengan tergesa, lalu menutupnya dengan keras setelah dia di dalamnya. Membanting tubuhnya di atas kasur, dan menangis terisak dengan wajah terbenam di bantal. Beberapa pintu kamar, di sekitar kamar itu terbuka hampir bersamaan. Beberapa kepala tersembul dari dalamnya, saling berpandangan satu dengan lainnya.

"Ada apa?" tanya Cipluk penghuni kamar 19, dia bertanya kepada Ciput... penghuni kamar nomor 19, yang bersebelahan dengan kamar 21, kamarnya Cempluk. Ciput keluar dari kamarnya... perlagan mendekati kamar Cempluk, kemudian dengan hati-hati mengetuk pintu kamar itu.

"Pluk... Cempluk... Kamu kenapa, Pluk?" agak terbata dia memanggil, karena dari balik pintu dia mendengar isakan, "Pluk... Buka dong pintunya sebentar... Kamu baik-baik saja, kan?"

"Iya Put, aku baik-baik saja... tinggalkan aku sendiri, Put. Aku hanya ingin sendiri saja, Put" terdengar jawaban Cempluk dari dalam kamarnya, suaranya tetdengar serak dan berat. Ciput pun tanpa sadar mengangguk, sambil meninggalkan pesan pada Cempluk sebelum.pergi ke kamarnya lagi, "Kalau butuh apapun, kamu ketuk saja kamarku ya Pluk" meskipun tak terdengar jawaban dari sananya.

Cempluk, Ciput, Cipluk, dan beberapa orang lagi... adalah penghuni kamar kontrakan (kosan) itu. Kosan khusus putri, yang dititip kelolakan oleh pemiliknya... kepada seorang lelaki, mereka memanggilnya Pak Siman. Pengelola, dan juga pengawas kos-kosan, yang berpagar besi setinggi dua meteran itu. Sedangkan pemilik kos-kosan itu ada di Jakarta, seorang wanita... yang konon adalah, kekasih gelap duda 47 tahun itu.

Cempluk masih terisak, tetapi kali ini dia sudah telentang memandang langit-langir kamarnya. Terdengar nada notifikasi whatsapp dari gawainya, dia membacanya... kemudian membalasnya. Lalu matanya melihar ke arah testpact, yang tergeletak di meja riasnya. Alat itu menunjukkan, bahwa dirinya hamil. Itu yang membuatnya menangis tadi, terbayang betapa akan murkanya kedua orang tuanya... jika mereka mengetahui, anak semata wayang mereka hamil tanpa suami.

Ya... Cempluk memang hamil, dan satu-satunya lelaki yang seharusnya bertanggung jawab atas kejadian ini adalah... Winarto Sabdo, lelaki bangsat yang tiba-tiba entah kemana. Menghilang tanpa jejak, tanpa pesan, seperti lenyap ditelan bumi... sebelum sempat Cempluk mengabarkan tentang kehamilannya ini, lelaki itu tidak dapat dihubunginya lagi. Nomor gawainya tidak aktif, WA, Facebook, Line, G+, dan beberapa akun media sosialnya, semua tidak aktif. Apakah dia melarikan diri darinya? Berencana membebankan aib ini pada dirinya sendiri? Lalu mana bukti dari janji manisnya, saat merayunya melepaskan kesuciaanya di kamar hotel itu? Dimana sumpahnya yang selalu dia ucapkan, untuk akan bertanggung jawab kepadanya, bersedia menikahinya... setiap kali dia mengajak mengulangi, mereguk nikmatnya surga duniawi.

Hotel Tretes Raya, Hotel Surya, Hotel La-Syuga, dan beberapa tempat lainnya menjadi saksi... ketika dia selalu bersumpah untuk menikahinya.Kamar kontrakan ini, kamar kontrakan dia. Di kebun teh Penanggungan, di rumah pohon Taman Dayu, di tempat itu selalu dia membisikkan kata rayuannya... sebelum cumbu rayu menembus samudrasmara. Lalu sekarang, dimanakah lelaki yang selalu memberinya janji-janji indah itu berada? Tidakkah hatinya bersuka ria, karena dia sedang mengandung calon keturunannya?

Fikirannya sangat kalut, antara perasaan takut pada orang tuanya, perasaan malu pada teman sejawatnya, rasa kecewa, dan sesal yang menyesak di dada... dia mulai berfikir untuk mengakhiri saja hidupnya, dia akan bunuh diri.
Disambarnya sebuah gunting, lalu dia berancang-ancang... mengarahkan gunting itu ke arah ulu hatinya. Tetapi dia urungkan gerakannya, dia pandangi gunting kecil di genggamannya. Gunting pemotong kuku ini takkan bisa melukai kulitnya, mungkin hanya menyebabkan lecet saja... dan Cempluk benci luka, benci rasa sakit dan perihnya. Tiba-tiba dia ingat sesuatu, mungkin minum racun serangga yang tidak menyakitkan. Dia mencari-cari dengan seksama, disepanjang lekuk kamar itu. Tidak ditemukan apa pun yang dicarinya, boro-boro racun serangga... lotion pengusir nyamuk saja dia tidak punya.Apa harus membeli dulu di warung ujung jalan sana? Atau minum saja cairan deodoran? Apa iya bisa mati, kalau cuma dapet pahitnya saja? Ditengah kebingungannya, dia dikejutkan oleh suara.

Bunyi dering gawainya yang sangat nyaring terdengar, membuyarkan segala rencananya mengakhiri hidup. Diambilnya gawai yang terus-menerus berdering itu, dilihatnya foto  si pemanggil... Cemplon, teman sejawatnya di kantor.

"Hallo!"
"Hallo! Ada apa menelponku, Plon?"
"Eh... Sableng lu ya... main ambil tespack orang sembarangan!"
"Maksudnya apa, Plon?"
"Tespack yang lu bawa pulang itu punya gue! Nih punya lu, tertinggal di meja kantor... dasar sableng lu!" kata yang di seberang dengan nada berang, "Gue sampai bertengkar sama suami, gara-gara tiba-tiba jadi gak hami... padahal pagi tadi indikasi-nya hamil!"
"Jadi yang hamil elu, Plon?. Bukan gue?" tanya Cempluk mulai nampak kegirangan
"Eh, Pluk! Elu hamil sama siapa?!" terdengar suara dari seberang sana, dihiraukannya...
"Hai sableng!... kembaliin tespack gue!..."

Cempluk menari-nari dalam kamarnya, hilang sudah rasa was-was di hatinya. Ternyata, dia salah membawa pylang tespack orang yang sedqng hamil... temannya yang hamil, bukan dia. Tetapi, kenapa si brengsek Winarto Sabdo itu tidak bisa di hubunginya juga? Apa dia sudah melupakannya, dan sekarang mungjin sedang mencumbu seseorang di suatu kamar hotel?. Terdengar, suara pintu kamarnya diketuk dari luar. Buru-buru, dia membenahi penampilannya yang acak-adul itu. Setelah pintu terbuka, terlihat wajah orang yang sangat dihawatirkannya itu tersenyum padanya.

"Selamat malam, sayang" selalu kata itu yang meruntuhkan ketangguhannya, dia kehilangan akal untuk mencaci-maki kekasihnya itu. Padahalnseharian tidak bisa dihubungi, dan dia muncul kemari dengan senyuman.

"Kamu habis menangis, ya? Kenapa?" tanya kekasihnya dari tempatnya berdiri,"Kamu lupa ya... hari ini kita merayakan anniversary pertama kita?" kata lelaki iru lembut, dan entah kenapa tangisnya tiba-tiba saja keluar.

"Kenapa seharian tidak bisa dihubungi, ha?!... seneng bikin aku kawatir, aku nangis karena aku bingung tau!" kata Cempluk dengan marah yang manja.

"Gawaiku ada padamu, sayang. Di kunjungan terakhir kemarin kesini, bukannya dia tertinggal disini? Jangan-jangan tidak kamu charge ya? Wah... lowbatt dong, sayang?!"
"Ya ampuuun... aku baru mengingarnya! Benar, aku lupa tidak mengisi dayanya... mana seharian tadi aku coba menghubunginya, dan aku marah karena gawaumu tudak aktif," Cempluk menutup wajah ayunya, dengan kedua telapak tangannya sendiri, "Maafkan, sayang... aku telah berprasangka buruk padamu!"

Winarto Sabdo segera merengkuh tubuh kekasihnya itu, ke dalam pelukan dan dekapan mesranya. Membelai rambut panjang kekasihnya dengan mesra, seraya membisikkan sebuah kalimat di telinganya:

"Happy Anniversary, sayang" dan tangis bahagianya oun pecah berderai, tangis kebahagiaan, tangis kebanggaan, tangis kesuka citaan. Dalam hatinya pun, tulus mengucapkan satu kata "Happy Anniversary Cinta"

2 komentar:

Wiwid Nurwidayati mengatakan...

Wah ini bisa jadi jenis cerpen citylite nih...

Winarto Sabdo mengatakan...

hehehe... tetiba kasih sudah mampir...

Tehnik Membuat Paragraf Awal

Menulis cerita pendek membutuhkan teknik khusus. Kenapa? Kembali ke definisi, cerita pendek adalah cerita yang habis dibaca dalam sekali dud...