Kamis, 04 Oktober 2018

Kamar 212

Hotel ODOPERS, adalah salah satu penginapan terbaik di kelasnya. Terletak tepat di tengah kota... di sekelilingnya adalah destinasi wisata kuliner, juga tempat hiburan lainnya. Hotel ini terkenal karena pelayanannya yang bagus, dengan motto Tamu Adalah Raja sangat dijunjung tinggi oleh semua karyawannya. Bahkan, meja kerja Manager hotel bersebelahan meja dengan meja Resepsionis. Sehingga, para tamu hotel tidak akan kesulitan... jika sewaktu-waktu ingin menemuinya, sekedar complaint atau ingin meminta fasilitas tambahan. Pendek kata, hotel ini selalu menjadi rujukan wisata yang tetkenal.

Suatu hari... pada malam Jum'at Kliwon, datanglah seorang calon tamu hotel... seorang kakek berjenggot putih panjang, bersorban putih seperti jubah yang dikenakannya. Mendatangi meja resepsionis, mampak raut wajahnya sangat serius bertanya,

"Apakah hotel ini ada kamar 212?"
Resepsionis itu terkejut sekali, karena selama ini... belum pernah ada yang menanyakan kamar itu, apalagi yang ingin menempatinya.

"Ada Tuan...,"

"Panggil Mbah Enggot saja," kakek itu melihat kebimgungan di mata gadis resepsionis itu, sang manager juga melihatnya... dia pun segera mendekati pembicaraan mereka

"Ada yang bisa kami bantu, Tuan...," katanya dengan sikdp yang sangat santun.

"Panggil saya, Mbah Enggot. Saya mau memesan kamar 212, untuk singgah semalam ini... bagaimana?"

"Bisa saja Mbah Enggot, tetapi biar Room Boy membersihkannya dahulu," kata sang manager, seraya memberi isyarat pada resepsionis... untuk memanggil room boy,

"Kamar itu hanya sepekan sekali dibersihkan, karena jarang ditempati. Sambil menunggu kamar dibersihkan, mari saya hidangkan kopi di meja itu, Mbah" kata sang manager, sambil menunjukkan tempat yang dimaksud. Merekapun duduk berhadap-hadapan, tercium aroma khas minyak zafaron. Membuat semua yang mencium aromamua, langsung dilingkupibperasaan mistis yang kuat

"Sebelum saya tempati kamar itu, bolehkah saya minta beberapa barang?" kata Mbah Enggot.

"Silahkan, Mbah. Ingin selimut tambahan, atau bantal tambahan... atau makanan dan minuman, akan saya siapkan,"

"Tidak... saya hanya minta disiapkan sebuah pisau warma hitam, dua tali 3 meteran, dan sebuah sisir plastik".
Meskipun merasa sangat penasaran dengan permintaan itu, sang manager tetap memerintahkan agar memenuhinya.

Kamar 212 adalah kamar khusus, walaupun dalam pembuatannya tidak sengaja dikeramatkan. Tetapi, memang ada dua kejadian aneh yang terjadi di kamar itu. Pertama setahun lalu, ketika tiba-tiba seorang tukang ojek... yang biasa mangkal di depan hotel, ditemukan terkunci di kamar itu. Tubuhnya ditemukan telanjang bulat, dengan bekas cupangan di sekujur tubuhnya. Yang terakhir adalah 4 bulan lalu, tamu di kamar 214 dan 216 yang meminta tukar kamar... karena tidak tahan dengan kegaduhan di kamar 212, padahal kamar itu tidak berpenghuni.

Apakah Mbah Enggot ini orang suruhan pemilik hotel, untuk mrngatasi kamar yang misterius ini. Manager hotel itu hanya mengira-ngira, dan tidak berani menanyakannya. Setelah barang-barang yang diminta Mbah Enggot datang, orang tua itu pun diantarkan menuju kamar tujuan.

Karena rasa penasaran yang teramat sangat, maka manager hotel itupun memutuskan untuk tidur di kamar 214, yang kebetulan tidak ditempati tamu hotel malam itu. Sepanjang menunggu peristiwa yang akan terjadi, dia mendengarkan musik dari Mp3 Set Player yang ada di ruangan itu. Sementara tasa kantuk mulai menghinggapinya, diseruputnya kopi tetakhir dari gelasnya.

Pukul 01:00 keanehan mulai terjadi, terdengar suara-suara dari kamar 212. Sepertinya Mbah Emggot sedang berdebat sengit dengan seseorang... terdengar seperti suara perempuan yang marah.

Sang manager yang tak ketakutan sedikit pun itu, melangkah hati-hati... mendekati arah tembok, yang memisahkan kamar 212 dan 214 yang ditempatinya. Suara dari ruanhan tempat Mbah Enggot berada terdengar keras, tetapi dia tidak mengerti bahasa yang terdengar. Sepertinya mereka bercakap menggunakan bahasa Jawa, sedangkan dia berasal dari Sulawesi Utara.

Pertengkaran itu berubah menjadi perkelahian tampaknya, terdengar suara barang yang dibanting, kaca yang pecah, dan beberapa benturan di tembok. Sepertinya sudah terjadi pergulatan yang sangat seru, barulah bulu kuduknya meremang.

Tiba-tiba suasana menjadi sepi, sang manager semakin menempelkan telinganya di tembok, Tidak terdengar lagi suara keributan apapun, terganti oleh dengus nafas yang memburu. Seperti suara nafas laki-laki, tetapi juga terdengar lenguhan suara perempuan. Diselingi rintihan kecil, kadang juga terdengar jerit yang tertahan.

"Siapa yang bersama Mbah Enggot itu?" tanya sang manager dalam hati, dan tidak ada satu jawaban pun. Lama dia menunggui akhirnya kantuk membuatnya tertidur, hingga suara ketukan di pintu membangunkannya.

"Pak Manager!" diapun bergegas bangun dan membuka pintu kamar, dua orang room boy tampak berdiri di depan pintu.

"Ada apa?" tanyanya, sambil menggosok kelopak matanya yang masih mengantuk.

"Sudah jam 9 pagi, Pak. Bapak tidak ingin pindah ke kamar sendiri?" jawab seorang darinya.

"Apa?... sudah jam 9?" tiba-tiba ingatannya tentang kejadian semalam terbayang, ia berlari menuju depan pintu kamar 212.

"Apa Mbah Enggot masih ada di dalam?" bertanya dia dengan mengecilkan suaranya, sambil menunjuk nomor di pintu.

"Oh... dia sudah pergi, Pak. Pagi-pagi sekali dia perginya. Semua karyawan diberinya tip, masing-masing 200 ribu Pak,"

"Jadi kamar ini kosong? Apa kalian sudah masuk ke dalam?"

"Belum Pak, resepsionis menyuruh kami membangunkan bapak dulu"

"Kalau begitu, ayo kita masuk bersama!!

Manager sudah membayangkan, betapa berantakannya kamar itu. Karena semalam, dia mendengar jelas suara keributan dari kamar ini. Begitu masuk ke dalamnya, betaoa terkejutnya... ruangan itu tampak rapi sekali, seakan tidak ada yang menyentuh apapun sebelumnya. Tudak ada ceceran darah, serpihan kaca, tembok yang retak... bahkan sepreinya masih seperti belum disentuh, karena masih tergeletak kartu ucapan selamat beristirahat dari fihak hotel. Sungguh aneh.

35 hari kemudian, tepak di hari Jum"at Kliwon jua... Mbah Enggot kembali datang. Memesan kamar yang sama, kamar 212. Meminta disiapkan barang yang sama, pisau hitam, tali 3 meteran, dan sisir plastik. Manager pun kembali memata-matainya, kali ini di lamar 216. Terjadi peristiwa yang sama, di jam yang sama. Keesokanya pun, dia tertidur kelelahan lagi. Tidak berhasil bertemu Mbah Enggot, karena dia telah pergi pagi-pagi sekali.

Akhirnya, di kedatangan Mbah Enggot yang ketiga... sang manager merubah cara, dia tidak lagi menempati kamar di sekeliling kamar yang disewa Mbah Enggot. Tetapi memilih tidak tidur semalaman, duduk di meja lobby bersama anak buahnya. Tidak terdengar apapun dari kamar 212, sampai akhirnya... jam 04:00 terlihat Mbah Enggot, keluar dari kamar itu. Menuju mwja resepsionis, meletakkan kantung plastik warna hitam... dan berpesan,

" Bagikan sisa pembayaran ini, pada seluruh karyawan di sini,"
sebelum kakek itu meninggalkan hotel, pak manager sempat menghentikan langkah lelaki tua itu.

"Maaf, Mbah... dari ketiga kalinya Anda menginap di hotel ini, sesungguhnya saya sangat ingin bertanya,

"Tanyakan saja!" jawab Mbah Enggot dengan suara beratnya.

"Sebenarnya, apa yang Mbah lakukan di dalam kamar 212 itu?" mendengar pertanyaan itu, Mbah Enggot pun tersenyum.

"Kamu pingin tahu?"

"Iya, Mbah... sangat ingin tahu"

"Baiklah... tapi berjanjilah, untuk tidak pernah menceritakan ini pada orang lain"

"Saya setuju, Mbah"

Lalu Mbah Enggot membisikkan sesuatu di telinga pak manager, yang dibisiki menhangguk-angguk memahaminya. Setelah itu Mbah Enggot pergi meninggalkan hotel, diantarkan tukang ojek langganannya.

Sang manager memang sangat amanah, dan sangat teguh memegang janjinya. Dia tidak pernah mau membocorkan, apa yang terjadi di kamar 212 itu kepada siapapun. Sampai akhirnya sang manager meninggal 10 tahun kemudian, tetapi rahasia tentang kamar 212... itu di bawanya juga ke alam baqa. Selesai.

Tidak ada komentar:

Tehnik Membuat Paragraf Awal

Menulis cerita pendek membutuhkan teknik khusus. Kenapa? Kembali ke definisi, cerita pendek adalah cerita yang habis dibaca dalam sekali dud...