Sabtu, 01 Desember 2018

Ki Bawuk Panotojiwo: Suara Rakyat Adalah Suara Tuhan

Seusai pelatihan kanoragan... (olah tubuh/pencak silat) disaat para murid tengah beristirahat, Ki Bawuk mengambil tempat diantara mereka. Di Padepokan Ilmu Kasunyatan yang dipimpinnya, segala ilmu diajarkannya. Murid yang ratusan jumlahnya itu, dibaginya dalam beberapa kelas sesuai tingkatan ilmunya. Hanya yang telah memenuhi persyaratan moral saja, yang diajarkan ilmu kanoragan dan ilmu kesaktian.

Melihat sang guru sudah bersiap mewedarkan ilmu, para murid segera mengambil posisi chandrabyuha ( bentuk barisan seperti bulan sabit, sang guru sebagai pusatnya). Semua memusatkan perhatian pada sang guru mulia, tak seorang pun berani bersuara... bahkan berbisik pun tidak berani.

Ki Bawuk memulai pengajaran, dengan terlebih dahulu mengajak semua yang hadir untuk berdo'a... memohon perlindungan kepada Tuhan Yang Maha Esa.

"Anak-anakku, dengarkanlah. Aku akan menceritakan kepada kalian sebuah kisah, yang pada jaman dahulu pernah terjadi di negeri Tiongkok. Sekitar tahun 2357-2255 SM (sebelum masehi), saat itu yang menjadi Raja adalah Baginda Yao. Beginilah kisahnya:"

Saat itu usia Baginda Yao sudah teramat lanjut, sudah tetamat lama juga memevang tampuk pemerintahan. Dia pun sadar untuk segera mempersiapkan calon penggantinya. Meski pun dia.memiliki sembilan putra dan dua orang putri, namun menurutnya... tak ada satu oun diantara mereka, yang pantas menggantikannya. Oleh karena itu, matanya ditajamkan untuk melihat kasak-kusuk rakyatnya, hatinya diruncingkan untuk merasakan keinginan rakyatnya.

Pada awalnya, dia memperhatikan dengan seksama orang di sekelilingnya. Patihnya, Tumenggungnya, Wedananya, hingga kepada Lurahnya, tetapi Baginda menganggap mereka semua tidak pantas menggantikannya. Mulailah telinganya mendengarkan, bjsik-bisik dari para rakyatnya. Saat itulah dia mendengar, suata rakyat mengarah kepada Shun... seorang petani yang berbudi luhur, yang arif bijaksana.

Untuk.lebih meyakinkan hatinya, maka dinikahkanlah Shun dengan kedua putrinya. Melalui kedua putrinya, baginda mendengar apapun tentang kebaikan, kejujuran, serta keshalehan Shun. Baginda pun semakin mantap pilihannya kepada Shun, dan memberinya kesempatan menggantikan posisinya. Itulah demokrasi purba, rakyat memilih pemimpinnya secara langsung... dan suata rakyat diikuti kehendak raja.

Shun memerintah dengan sangat arif bijaksana, rakyat sangat memuji dan mengagungkan kebesaran namanya. Rakyat sangat mencintai Shun, seperti cinta mereka kepada baginda Yao ketika itu. Baginda Shun mengikuti jejak dari Baginda Yao, rintisan mertuanya itu diteruskannya. Saat Shun mulai berusia lanjut, mulailah dia 'memperhatikan' siapa-siapa yang layak menggantikannya. Awalnya baginda memilih seseorang dari Menterinya, tetapu menteri itu malah menunjuk orang lain. Tidak ditemukan seseorang yang pantas mengemban amanah selanjutnya, para birokarat itu tidak memenuhi syaratnya.

Akhirnya, Raja Shun mengikuti seperti yang pernah dilakukan Raja Yao. Kembali mendengarkan suara rakyat, dan semua orang sepakat memilih Xia Yu. Seorang oejuang kingkungan hidup, ahli tata kota, tetapi yang sejatunya juga seorang petani biasa. Xia Yu sangat tersohor dimata rakyat, karena dialah yang bertahun-tahun berjuang menyelaraskan aliran sungai. Pada saat itu aliran sungai tidak beraturan, menyebabkan banjir yang menyengsarakan rakyat. Maka terjadilah, Xia Yu dianhkat menjadi Raja menggantikan Shun. Ini juga demokrasi, yang pada awalnya digagas oleh Raja Yao.

Ada yang perlu diperhatikan secara khusus, jika perlu catatlah. Yao berasal dari suku Han, 95% dari total penduduk Tiongkok pada saat itu. Sementara Shun dari etnik Jepang, dan Xia Yu berasal dari etnis proto melayu. Meskipun mereka bukan dari etnis mayoritas, merekalah yang terpilih pada demokrasi ketika itu. Membuktikan bahwa sistem demokrasi di Tiongkok pada saat itu sudah sangat maju, melampaui batas-batas SARA (suku, agama, ras, aliran kepercayaan). Kesadaran demokrasi yang sangat maju tersebut, ternyata tidak hanya dimiliki oleh kaum.elit saja.... tetapi juga dimiliki oleh rakyat jelata. Terbukti, pilihan rakyat juga didasari oleh benerapa aspek. Shun pada keutamaan perilaku, dan Xia Yu pada aspek dedikasi, dan prestasi kerja.

Catatan lain yang perlu menjadi renungan adalah, kebesaran jiwa para pemimpin pada saat itu. Mereka tidak berusaha berebut jabatan, bahkan malah merekomendasikan satu dengan lainnya. Terbukti pada saat Shun mencari penggantinya, pejabat yang ditunjuk merekomendasi pejabat lainnya... yang dianggap lebih pantas, dan layak mengemban amanah.

Melihat fenomena yang luar biasa itu, membuat Gao (Menteri Kehakiman merangkap Penasehat Agung Raja Yao dan Shun) berkata:

"Tuhan melihat seperti Rakyat melihat, dan Tuhan mendengar seperti  Rakyat mendengar"

Inilah wujud demokrasi sejati, dalam artiannyang sesungguh-sungguhnya.

Ki Bawuk mengakhiri ceritanya, dia melihat beberapa orang muridnya tertidur pulas. Bahkan terdengar beberapa jenis suara bersahutan, dari mulut muridnya yang mengorok. Beberapa orang dilihatnya tidak tettidur oleh ceritanya, tetapi mata mereka menatap kosong ke arahnya. Hanya seorang saja yang tampak sangat antusias mendengar ceritanya, bahkan dia tidak tetpengaruh bunyi dengkur kawan-kawannya. Dia adalah Joko Winarto, teman-temannya memanggil dia Jokowi. Ki Bawuk tahu, suatu saat Jokowi akan mwnjadi pemimpin besar bangsa ini. Dia hanya butuh lebih seksama, mempersiapkan pemuda itu menuju tanggung jawab yang sangat besar kelak. Ketika terlihat Jokowi mengangkat tangan kanannya, sebagai tanda ingin menanyakan sesuatu padanya. Ki Bawuk malah berkata,"Tidurlah seperti kawan-kawanmu itu, Le" lalu dia berdiri meninggalkan aula itu.


(TAMAT)

Tidak ada komentar:

Tehnik Membuat Paragraf Awal

Menulis cerita pendek membutuhkan teknik khusus. Kenapa? Kembali ke definisi, cerita pendek adalah cerita yang habis dibaca dalam sekali dud...