aku bicara tentang empatpuluh tahun berlalu hampir ganjil tujuh tahun umurku
terbangun dari lelap dengan aroma kabut menyeruak sejuk lubang hidungku
ini yang terdengar kokok si burung lupa terbang di atas genteng kandang tidurnya
serta ceruwit bersahutan si gesit sikatan dan gelatik seperti pipit
mereka kukenali sebagai pagi hari yang indah
udara hangat terasa melawan dingin yang tersisa, bekas tidurku di tikar di atas lantai tanah
hanya beberapa depa dari tungku yang menyala, baranya menghalau malas enyah dari dada
kulihat nenek sedang duduk mempersiapkan masakannya
langkahku mengunjungi pangkuannya, mendapat hidayah ciuman mesra
merengek aku begitu manja, ketika tak kulihat tubuh ibuku yang tercinta
sebelum pagi dia sudah berangkat menembus kegelapan fajar bersama tetangga
menuju pekerjaan yang telah diterimanya, sepuluh kilo jaraknya
buruh tani menanam padi di sawah sang penguasa
nenek yang menanggungkan segala keperluanku, dengan sisa tenaga yang masih tersisa di tubuh rentanya
sekepal nasi hangat berteman sambal petai cina pengganjal mulasku
sebelum aku pergi meninggalkannya menimba ilmu
jalanan begitu landai, sunyi dalam harmoni kesejukan
hanya orang yang lewat meghela lembu kerbaunya
dan mereka yang tergesa berlomba mengejar laju domba yang dilepaskannya
inilah sesungguhnya hidup kecilku di masa yang telah lama
sungguh berbeda suasana dengan sekarang yang ada
Tidak ada komentar:
Posting Komentar