Senin, 25 Februari 2019

Kitab Suci

Kala pelupuk mata menyibak perlahan terbuka, semburat cahaya berduyun-duyun datang menyeruak menghantar keterang-benderangan nyata. Penampakan yang ada belum menjadi kenyataan sesungguhnya dari sebuah realita, hati tidak bisa memahami dengan segala panorama yang ada. Sedang berada dimanakah aku? Segala yang tampak di dalam penglihatanku semua terasa asing.

Dinding berwarna suci  disepanjang aku menyaksikannya, terlihat polos tanpa lukisan atau aksesori tergantung disana. Hanya terlihat sebuah jam dinding kesepian berdetak tergesa, warna kuning gadingnya terlihat kontras dengan luas yang ditempelinya. Disudut ruangan, disebuah rak buku kecil tertata rapi beberapa yang berdebu.

"Kau sudah bangun sahabat baru?!" sebuah suara mengejutkanku. Aku memandangi sekeliling ruangan, mencoba mencari tahu asal suara itu.

"Hai, disini! Diatas sini, aku adalah jam dinding yang sedang bertanya padamu!" seru suara itu, yang langsung kuikuti dengan tatapan mataku. Jam dinding tua, berdebu sangat tebal di seluruh tubuh rentanya.

"Hai Pak Jam dinding!" sapaku, setelah menemukan asal suara itu. Pak Tua Jam dinding itu tersenyum padaku.

"Panggil saja aku Saiko, itu nama yang diberikan penciptaku. Siapa namamu, buku muda?"

"Namaku Kitab Suci, Pak Saiko."

"Aku mengenal semua kitab suci, engkau kitab suci dari golongan apa?."

Aku tercenung sejenak mendengar pertanyaan Pak Saiko, ternyata aku baru menyadari jika mewakili suatu golongan. Ya, golongan yang dianut oleh pemilikku saat ini. Golongan yang mana aku juga tidak tahu, yang pasti bukan golongan yang selama ini ada.

"Oh, kamu ternyata bukan saudara diantara mereka yang masih lelap di raknya itu ya?"

"Bukan, Pak Saiko, Aku ini adalah Kitab Suci agama baru."

"Agama baru? Agama apa itu?"

"Agama Tradisi, Pak Saiko. Agama yang konon sudah ada, jauh sebelum agama-agama dari luar berdatangan ke pulau ini."

"Benarkah?! Aku hanya mengenal kelima agama yang ada saja sejak diciptakan, itupun dari cerita Kitab Suci yang masih terlelap itu."

"Mereka siapa saja, Pak Saiko?"

"Yang paling tebal berwarna  hijau itu Kitab Suci orang hijau, dia mengajarkan bahwa Tuhan itu Tunggal atau Esa."

"Yang berwarna Hitam bertuliskan Putih itu kitab orang Hitam, dia mengajarkan Tuhan itu Tri Tunggal."

"Yang berwarna Kuning bertuliskan Hitam itu kitab orang Kuning, dia mengajarkan Tuhan itu Budi Pekerti."

"Yang berwarna Putih bertuliskan Hitam itu kitab orang Putih, dia mengajarkan Tuhan itu Tiga Kesatuan yang tidak terpisahkan."

"Tubuhmu berwarna Hitam dan tulisanmu berwarna Hitam, apakah dirimu juga menerangkan tentang Tuhan?" tanya Pak Saiko, sambil menatap ke arahku.

"Iya, Pak. Aku juga menjelaskan tentang siapa Tuhan sesungguhnya." jawabku sambil menatapnya balik.

"Jika demikian, ceritakanlah padaku."

"Tuhan bagi kami, dia ada disetiap mahluk ciptaan-Nya. Ibarat Matahari di atas padang luas, jika dibawahnya terdapat sejuta cawan, atau mangkok, atau bejana, yang kesemuannya diisi air, maka semuannya akan menempakkan bayangan Matahari itu. Hanya wadah yang kosong terlihat terang, tetapi tidak menampakkan bayangan Mataharinya. Air bagi kami adalah perlambang hidup, didalamnya selalu ada bayangan Tuhan."

"Jadi, begitu menurutmu. Kalau  begitu, apakah kita juga termasuk wadah yang berisi air di bawah terik Matahari, di tengah padang yang luas?"

"Tentu saja kita seperti wadah berisi air itu, Pak Saiko. Tetapi kita tidak bertempat di bawah Matahari, kita diciptakan di bawah atap-atap dan penghalang. Jika kita melihat bayangan di air, hanya tampak mesin, dan tangan-tangan manusia."

"Jadi, menurutmu... Tuhan kita itu Manusia? Yang menciptakan kita sesuai dengan kehendaknya? Memberikan tugas dan kewajiban untuk kita laksanakan secara berbeda-beda?."

"Anda benar, Pak Saiko."

Suasana tiba-tiba menjadi sunyi, sepi, senyap, hening, hanya bunyi jantung tua jam dinding itu saja yang berdetak memenuhi aura kamar itu. Semuanya diam, tak lagi bicara. Karena terdengar bunyi langkah kaki, tergesa mendekati mereka yang menutup rapat.

(Tamat)

Tidak ada komentar:

Tehnik Membuat Paragraf Awal

Menulis cerita pendek membutuhkan teknik khusus. Kenapa? Kembali ke definisi, cerita pendek adalah cerita yang habis dibaca dalam sekali dud...