Selasa, 12 Februari 2019

Resensi Buku TAN MALAKA BAPAK REPUBLIK YANG DILUPAKAN

Judul : TAN MALAKA
BAPAK REPUBIK YANG TERLUPAKAN
Penulis: Team Tempo (17 Agustus 2008)
Penerbit: TEMPO
Cetakan kedelapan, April 2018.

Sebelumnya saya acungkan jempol untuk Tim Tempo (17 Agustus 1998), yang berhasil menerbitkan buku ini di empat tahun pembredelannya saat itu. Sebuah buku yang mencoba 'meluruskan' sejarah perjuangan bangsa, yang sangat dibutuhkan demi harga diri sebuah bangsa. Seperti yang diisyaratkan Presiden Soekarno yang sangat populer, Jas Merah (Jangan sekali-kali melupakan sejarah).

Sejarah ini pulalah yang mencatat dua nama besar seperti sudah tercantum dalam setiap buku pelajaran anak sekolah di Republik ini.  Soekarno dan Hatta. Dua nama pahlawan nasional. Mereka tinggi dan ditinggikan. Rakyat mengenang mereka dengan gempita dan haru biru. Memunculkan rasa fanatisme yang 'seakan' sarat dengan makna. Kenangan akan sebuah masa, ketika kata revolusi benar-benar berpengaruh dalam kehidupan sehari-hari wong cilik (rakyat kecil). 

Tetapi bahkan dalam sebuah kenangan seperti itu, selalu ada penyebutan dan pertentangan didalamnya. Antara yang ‘dianggap’ benar dengan yang 'dianggap’ salah. Yang dianggap benar, akan selalu diagungkan dengan memori positif dan penuh dengan rasa kekaguman. Sementara untuk mereka yang dianggap salah, bahkan menyebut namanya saja sudah berdosa. Mereka diburamkan, ditenggelamkan, bahkan setelah jauh mereka terkubur di dalam tanah.

Bentuk pertentangan tersebut perlahan-lahan mereda. Seiring dengan perkembangan zaman, muncullah nama-nama yang sebelumnya ditulis dalam 'tinta merah'. Memunculkan sosok-sosok antihero.Tan Malaka termasuk salah satunya.

Sulit mendapati, atau menemukan lagi orang dengan sepak terjang sepertinya. Atau yang kurang lebih sama legendarisnya dengan Tan Malaka, cerdas, ulet, gigih, idealis, dan selalu bergerak berjuang, meski harus dihantui bayang-bayang pembunuhan dan pemusnahan. Tan harus bermain dalam sebuah drama impiannya, sebuah mimpi akan sebuah Republik. Negara yang berdaulat, berdiri tanpa harus jatuh tersungkur kepada demokrasi terpimpin. 

Sejarah kemudian mencatat keburaman namanya, berusaha menghapuskannya dari ingatan rakyatnya. Tetapi sebagaimana seorang 'pelakon' yang bermain dalam panggung sejarah, Ia tetap ada, hadir dalam setiap napas yang dikeluarkan oleh Republik ini, seperti halnya Soekarno, Hatta, Sjahrir, dan tokoh lainnya. Tan adalah seorang antihero, yang secara tragis ditelan dan musnah oleh impiannya sendiri yang besar.

Kelebihan buku ini adalah literatur sejarahnya yang begitu kuat, tersimpan rapi dalam literasi di berbagai negara yang pernah didiaminya. Penyampaian tulisan yang begitu kuat, dengan bahasa yang menarik untuk dicermati. Ada kolom-kolom tambahan di belakangnya 'tentang Tan', yang ditulis oleh beberapa sejarawan asing dan Indonesia.

Kekurangannya, terdapat beberapa bahasa asing yang tanpa penjelasan/pengartian. Sehingga kita kadang harus mengartikan, semampu kita memahaminya.

Secara keseluruhan buku ini bermanfaat sekali bagi pembaca, untuk kembali mempertimbangkan 'kebenaran sejarah' bangsa ini. Dan juga sebagai bacaan rujukan, siswa, mahasiswa, dan umum, karena lebih lengkap mengulas sosok Tan Malaka secara bebas merdeka.

#RCO2019
#onefayonepost
#TantanganLevel2

2 komentar:

Arief S mengatakan...

Mantap

Winarto Sabdo mengatakan...

Ah biasa saja, kok. Thanks for coming.

Tehnik Membuat Paragraf Awal

Menulis cerita pendek membutuhkan teknik khusus. Kenapa? Kembali ke definisi, cerita pendek adalah cerita yang habis dibaca dalam sekali dud...