Perbekalan Pulang Nyi Kuti
Oleh: Winarto Sabdo
Nyi Kuti hanyalah seorang nenek-nenek sebatang kara, tinggal di sebuah gubug tua di pinggir sebuah desa. Kesehariannya hanyalah berkebun sayuran, di pekarangan kecil belakang rumahnya. Tanaman kacang panjang, Terong, Ubi Jalar, Kenikir, dan Kemangi, serta beberapa tanaman tumbuh subur buah dari ketelatenannya merawat. Setiap hari dia menjual hasil petikannya ke pasar Kecamatan, tidak banyak yang didapatnya dari berjualan itu. Tetapi itu sudah cukup untuk biaya hidupnya sehari-hari, malah dia masih bisa menyisihkan beberapa untuk mengisi kotak amal Masjid didesanya.
Nenek 65 tahun itu tidak berhenti sampai disitu saja, seusai sholat Isya dia masih memiliki kegiatan lainnya. Setelah menaruh barang dagangannya di tempatnya berjualan di pasar, dia akan memanfaatkan lagi sisa tenaganya untuk memulung. Hanya di satu dua tempat saja, tempat sampah Toko Swalayan dan tempat sampah sebuah Bank Pemerintah saja. Dua tempat itu memang dekat dengan tempatnya berjualan, sekedar mengais kertas-kertas bekas atau dus-dus kosong tidak menyulitkannya.
Seperti malam itu setelah menyusun sayuran dagangannya pada tempatnya, Nyi Kuti segera menyambangi dua tempat sampah favoritnya. Menyusun kertas-kertas bekas, plastik-plastik bekas, dan dus-dus yang lumayan banyak malam itu.
Malam ini dia mendapatkan jenis sampah baru, sesuatu yang terbungkus plastik warna putih. Dengan jemari keriputnya dia coba merasakan benda yang didalam bungkusan itu, terasa seperti kertas yang disusun rapi. Tanpa berpikir panjang dimasukkannya bungkusan yang sangat berat itu ke dalam karung, bercampur dengan bermacam sampah lainnya.
Alhamdulillah, malam ini dagangannya langsung habis diborong seorang pembeli. Dengan penuh rasa syukur ditimangnya uang Rp15.000 itu di tangannya, sudah terbayang menu masakan apa yang akan dibuatnya nanti untuk berbuka. Dengan langkah ringan walaupun dengan beban berat sampah di punggungya, dia meninggalkan pasar menuju rumahnya.
Seperti biasa sepulang dari pasar, Nyi Kuti akan memilah-milah sampah yang diperolehnya. Plastik dikumpulkannya dengan tumpukan plastik, dan kertas dengan kertas. Seminggu sekali akan datang seorang yang membeli barang rongsokannya itu, seorang pembeli yang baik hati dan penolong. Dia selalu menghargai lebih untuk barang yang dijualnya, dia berdalih hanya ingin beramal saja.
Semua rosokan sudah ditempatkan pada jenisnya masing-masing, tersisa bungkusan plastik putih dari tempat sampah Bank tadi. Maka dengan hati-hati dibukanya plastik berisolatif itu, seribu tandatanya sudah berkecamuk di kepalanya, "Sampah kertas apa yang dibungkus sedemikian rapi dan rajin, sehingga harus menggunakan gunting untuk membukanya?".
Bungkusan plastik itu akhirnya terbuka, didalamnya hanya terlihat beberapa kertas mirip uang. Nyi Kuti mengeluarkannya segepok, masih ada beberapa gepok lagi didalamnya.
" Ini kok mirip uang, ada angka 100nya. Tapi kok tulisannya, seperti ini?" katanya pada diri sendiri, saat membaca tulisan;
UNITED STATE OF AMERICA
Bank Of America
100
Dollars
"Ini pasti hanya uang mainan, baiklah tidak akan kujual pada Pak Rombeng. Mungkin anak-anak tetangga, akan senang memakainya untuk bermain. Baiklah, akan kuberikan kepada mereka esok hari." katanya dalam hati, sebelum akhirnya dia pergi beristirahat.
Pagi harinya setelah terjaga dari lelapnya, Nyi Kuti sedang menyiangi rumput di pekarangan belakang rumahnya. Ketika tiba-tiba beberapa motor Polisi, dan beberapa mobil berhenti di jalan depan rumahnya. Lalu terdengar sebuah ketokan di pintu, dan suara salam yang cukup keras, "Assalamu'alaikuum, Nyi!"
"Waalaikumusalaam! Siapa? Saya ada di belakang rumah!" jawab Nyi Kuti terpana, dengan hiruk pikuk disekitaran rumahnya itu.
Mendengar jawaban itu, beberapa polisi berlarian ke pekarangan belakang rumah. Sementara itu, para tetangga nenek tua itupun mulai berdatangan mengerumuni rumahnya.
Diantara yang mendatanginya di pekarangan adalah Pak Kepala Desa, beberapa orang berpakaian putih yang sangat rapi, ada juga wanita berpakaian batik, dua orang anggota Koramil, dan beberapa Polisi juga Polwan.
"Ada apa ini, Pak!" teriak Nyi Kuti ketakutan, dua orang Polwan segera memegangi tubuhnya agar tidak terjatuh karena kepanikannya.
"Begini, Nyi. Jangan takut, kami semua ini datang hanya ingin bertanya tentang sesuatu hal. Apa Nyi Kusi sudah bisa menguasai diri?" tanya Pak Kades, yang selama ini amat dekat dengannya.
Seorang Polisi memberikan sebuah kendi yang diambilnya di dapur rumah Nyi Kusi, lalu memberikannya pada wanita tua yang gemetaran itu. Setelah meneguk beberapa kali air dari dalam kendi, nenek itu dipapah untuk duduk disebuah bangku bambu. Sementara semua orang mengelilinginya, para Polisi segera menertibkan warga yang semakin menyemut itu.
"Apakah semalam Nyi Kuti memungut bungkusan plastik putih, dari tempat sampah Bank?" tanya Pak Kades lembut.
"Oh iya, Pak.Semalam aku sempat membukanya, hanya berisi beberapa tumpuk uang mainan saja." jawab orangtua itu.
"Sekarang, ada dimana uang mainan itu Nyi?"
"Ada diatas tumpukan kertas-kertas dalam rumah, Pak."
Mendengar jawaban nenek itu, Komandan Polisi langsung membuat isyarat pada anakbuahnya, dan seorang pegawai Bank untuk mengambilnya. Sebentar kemudian, dua orang itu sudah kembali dengan barang yang dimaksud.
"Inikah barangnya, Nyi?" tanya Pak Komandan.
"Iya, Pak. Hanya kukeluarkan segepok uang mainan itu, karena penasaran dengan isinya." jawab Nyi Kuti pelan.
Dua orang yang menerima bungkusan itu segera merobek keseluruhan bungkusnya, mengeluarkan isi dan menghitungnya di atas bangku.
"Masih lengkap, Pak. Tidak berkurang selembarpun!" serunya.
"Baiklah, Nyi. Barang ini akan kami bawa kembali ke Bank, karena seharusnya ini tidak dibuang." kata orang yang berpakaian putih.
"Pak Kades, tolong setelah ini bantu Nenek untuk membuat laporan di Polsek." kata Pak Komandan pada Pak Kades, petinggi desa itu mengangguk mengerti.
Rombongan hiruk pikuk itupun akhirnya meninggalkan rumah Nyi Kuti, hanya menyisakan Pak Kades dan beberapa orang LINMAS.
"Nyi, biarkan para Linmas yang melanjutkan tugasnya, Sekarang mari ikut saya ke Polsek." kata Pak Kades, sambil membantu nenek tua itu bangun dari duduknya.
"Apakah aku akan dipenjara? Apakah memungut barang yang sudah dibuang itu suatu kesalahan?" Nyi Kuti mulai merasa ketakutan, airmata tuanya meleleh di pipi keriputnya.
"Bukan Nyi, Polisi hanya ingin tahu jalan ceritanya sampai menemukan uang itu."
"Tidak dipenjara, kan?" tanya nenek yang belum terhenti dari tangisnya itu.
"Tidak akan, Nyi. Saya akan melindungi Nyi Kuti, jika nanti terjadi apa-apa!" janji Pak Kades, sambil menuntun wanita tua itu masuk ke Ambulan bantuan dari Pemerintah untuk desa itu. Perlahan kendaraan iti pergi meninggalkan rumah kecil itu, bergerak menuju arah Polsek.
Seminggu setelah kejadian itu, Nyi Kuti belum juga diperbolehkan kembali ke rumahnya oleh Kades. Wanita itu dirawat, serta dicukupi kebutuhannya selama disana. Hingga suatu hari, beberapa mobil tampak memasuki rumah Pak Kades. Ada Pak Komandan Polisi, Pak Komandan Koramil, Kepala Cabang Bank, dan juga ada Pak Camat.
Kedatangan mereka untuk mendampingi Kepala Cabang Bank, untuk memberikan apresiasi kepada Nyi Kuti atas penyelamatan aset Bank tersebut. Yang dari ceramah Pak Ketua Cabang mengatakan, nilai uang yang ditemukan itu mencapai 1 Milyar Rupiah.
Pak Ketua Cabang memberikan sebuah amplop, dan beberapa barang kebutuhan lainnya. Disaksikan semuanya, Pak Kades meminta Nyi Kuti untuk membuka amplop tersebut. Kemudian atas seijin si empunya hak, Pak Kades membaca selembar cek di dalam amplop itu.
"Bismillahirilomaanirrohiim,
Dari Bank Rakyat, diberikan kepada Nyi Kuti. Uang sebesar Rp100.000.000, terbilang seratusjuta rupiah."
"Alhamdulillahirobbil'alamiin!" seru semua yang hadir ditempat itu, hanya Nyi Kuti yang tidak bergeming.
Dia tidak perduli dengan seratus juta rupiah itu, dia hanya rindu pulang ke rumahnya. Rindu kucing-kucing kesayangannya, rindu ayam-ayamnya, rindu rumput di pekarangan rumahnya, Dia hanya ingin pulang, dan tidur di dipan bambu yang tidak berkasur itu.
"Saya terima hadiah ini, biar Pak Kades yang memanfaatkannya. Saya hanya ingin pulang, Pak. Saya sudah tua, tidak butuh kekayaan lagi," kata nenek itu diantara tangisannya, " Berikan saja semuannya untuk anak-anak yatim, Para Janda dan Orang-orang Jompo, sumbangkan ke Masjid-masjid. Saya tidak menuntut apapun dari hadiah ini, saya sudah tua. Saya hanya ingin pulang, dan beristirahat dengan tenang bersama hewan peliharaan saya."
Hening, tidak ada yang sanggup berkomentar sepatah katapun mendengar kata-katanya. Lalu nenek itu berjalan turun dari lantai teras rumah Pak Kades, berjalan tertatih dengan dituntun seorang Linmas. Dia berjalan menuju rumahnya, nun dipinggiran desa tercintanya.
Seminggu setelah kejadian iti, Nyi Kusi ditemukan telah meninggal dunia di rimahnya. Semua warga desa menangisi kepergian nenek yang baik dan jujur itu, ribuan orang melayat jenasahnya. Pak Camat, Pak Ketua Cabang, bahkan Pak Bupati datang menyampaikan rasa penyesalan terdalamya. Karena tidak sempat mengenal nenek tua yang dermawan, yang walaupun hidup berkekurangan tetap selalu berbagi hongga ajalenjemputnya.
Selamat jalan Nyi Kusi, semoga Alloh Tuhan yang Maha Esa mengampuni dosa-dosamu, dan membalas segala amal kebaikanmu selama hidup di dunia. Amiin. Begitu do'a yang disampaikan Pak Bupati, diantara acara pelepasan Nenek yang baik hati itu. Semua yang berta'ziah meneteskan air matannya.
-Tamat-
#RWCOdop2019
#onedayonepost
#Day26
Tidak ada komentar:
Posting Komentar