Selasa, 09 Oktober 2018

Anugerah Tsunami

Gegap gempita. Bergulung-gulung menghantam segala. Gelombang pasang dahsat menyapu daratan. Suaranya bagai dentum meriam. Menghajar segala penghadang. Luluh lantak segala bangunan larut dalam air. Seperti bubuk kopi di sore hari. Gedung menjulang dirubuhkan. Pohon menentang ditumbangkan. Tak ada yang mampu menghentikan. Amarah alam murkanya Tuhan.

Jeritan manusia terdengar bagai takbir berkumandang. Raungan hewan yang tak berdaya dalam ikatan. Meronta menggelinjang. Ratapan menggema tiada ada putusnya. Semua memohon pertolongan Tuhan. Memohon diselamatkan dari kedasyatan. Sebelum akhirnya semua ditumpaskan. Membungkam semua raungan dan tangis mereka. Hilang nyawanya. Bergelimpang di semua medan. Banyak yang tidak sempat menutup mata. Saat nyawa tercabut dari tubuhnya.

Mayat tak bertuan kini jadi bergelimpangan. Tersangkut pucuk dahan. Di rumpun bambu yang rebah menyerah. Terkubur lumpur yang dalam. Tertimpa dinding perlindungan. Menyisakan sepi. Tak ada lagi yang memanggil nama Tuhan. Mereka mati tanpa persiapan. Petani yang tertimbun sawahnya. Nelayan yang terbungkus jaringnya. Ustadz yang memeluk kitab sucinya. Janda yang mati sambil mendekap anaknya. Bahkan si yatim kecil yang tak bernyawa, tergeletak di jalan raya. Ketika alam yang marah mereda. Berganti murung dan nestapa. Senja merah merana dalam duka nestapa. Gulitapun merangkul mereka. Gelap tanpa setitik pun cahaya.

Sehari tak terjamah. Bangkai manusia itu berubah. Darah yang mengering menghitam. Paru-paru yang meledak mengeluarkan airnya. Membengkak dibakar terik matahari. Ribuan jumlahnya tua dan muda. Miskin atau kaya. Mereka tumpas oleh tsunami yang melanda.

Ini adalah anugerah. Teriak kami di pucuk daun pohon yang tersisa. Keberhasilan dari do'a kami sepanjang hari. Yang terusir teraniaya. Dicemooh kaum mereka. Dicaci dihardik. Menyemprot kami dengan pestisida. Mengusir kami dari kehidupan mereka. Padahal kami makan dari sisa makanan mereka. Yang mereka buang dengan jijiknya. Di tempat sampah kami menunggu rizki. Beribu-ribuan keluarga kami. Berjuta-juta lagi banyaknya. Tidak pernah mengganggu kebahagiaan mereka. Tetapi kami harus menghindarinya. Atau mati dalam tepukannya. Kami adalah biang penyakit bagi mereka. Mereka menutupi semua makanannya, agar kami tidak bisa hinggap di atasnya.

"Hei Kamu! Pergilah  kesana!" teriak Lalat tua menunjuk ke sebuah mayat, "makanlah dari mulut mereka yang ternganga!"

"Dia yang perintahkan agar membasmi kaum kita!"

"Kita busukkan mulutnya!"

Berbondong kami terbang kesana, merubung mulut mayat dokter yang menganga.

"Hei Kamu! Terbanglah kesana!" teriak Lalat tua mengarah ke mayat wanita muda,

"Busukkanlah kemaluannya!"

Dia adalah mayat wanita tuna susila. Yang menjual harga dirinya demi harta.

Kami masih menatap mereka. Sayap kami basah oleh hujan semalam. Lapar yang kami tahan. Semoga terlampiaskan.Tidak hanya pada dua mayat tempat kami akan berpesta. Ada ribuan lagi tempat kami bersuka cita. Memakan luka di tubuh mereka yang membusuk. Berdarah bernanah. Yang mulai mengeluarkan bau anyir. Yang mengundang kami bersuka ria. Saatnya kami melampiaskan hasrat kami. Bercinta diudara. Bercumbu dengan sesama.

Tuhan menganugerahkan kami makanan yang banyak. Kami akan telurkan ribuan generasi. Ribuan larva anak-anak kami. Dan jutaan generasi muda. Dalam luka yang busuk. Luka yang menganga. Dalam darah yang menghitam. Dalam aroma anyir yang memenuhi udara. Kami berjaya dalam bencana. Kami bertambah kuat dalam prahara. Mereka yang tersisa tidak akan berdaya. Dan kelelahan mengusir kami kami semua. Terima kasih Tuhan, telah Kau hadiahkan pada kami mayat-mayat yang membusuk ini. Aamiin.

2 komentar:

ummuarrahma@gmail.com mengatakan...

Mikroorganisme, belatung, kah mereka itu?
Masih ada typo. Sebelum di post di self editing dulu pakdhe win.

Winarto Sabdo mengatakan...

Mosok mikroorganisme bersayap ? "Terbanglah kesana!..." kata Lalat tua... nah pssti sudah tahu sekarang kahan... terima kasih sudah mengunjungi lapak kami... jangan kapok yaaa...

Tehnik Membuat Paragraf Awal

Menulis cerita pendek membutuhkan teknik khusus. Kenapa? Kembali ke definisi, cerita pendek adalah cerita yang habis dibaca dalam sekali dud...