Rabu, 24 Oktober 2018

Ki Demang Wonowoso (Bagian I)

Ki Wonowoso tampak berjalan kesana-kemari, mondar-mandir di teras depan rumahnya. Hal ini, menimbulkan rasa heran di hati istrinya. Dari arah dapur Nyai Wonowoso mendekati suaminya, sambil membawa minuman hangat di wadah bambu.

"Kenapa kelihatannya gelisah sekali, Ki? Seperti, sedang menunggu kedatangan seseorang saja?" tanyanya sembari duduk di dipan bambu, setelah meletakkan minuman yang di bawanya tadi. Yang ditanya pun segera menghentikan kegiatannya, kemudian duduk di samping tubuh istrinya. Mengambil wadah bambu yang berisi minuman, perlahan menyeruputnya dengan nikmat. Kopi bumbung (gelas dari bambu) memang beraroma khas, perpasuan aroma kopi dan bau bambu yang  tiada duanya.

"Kemarin, aku menyuruh Suro Dhaplang pergi menemui Nyai Dhadhap Alas. Mestinya, semalam dia sudah kembali. Aku sedang menunggunya, untuk mendengar khabar darinya" kata lelaki tua itu, sambil sesekali menyeruput minumannya. Dan tiba-tiba saja, pandangannya terantuk pada bayangan seseorang yang dikenalnya. Orang yang ditunggunya dengan penuh kegelisahan, Suro Dhaplang.

"Saya sowan,Ki Demang!" seru Suro Dhaplang, ketika langkah kakinya semakin dekat. Kedua telapak tangannya terkatup di depan dadanya, menghaturkan sembah dan salam. Ki Demang Wonowoso segera berdiri, menyambut anak buahnya itu.

"Duduklah!" serunya, sambil memberi isyarat pada istrinya untuk pergi dari tempat itu.

"Aku ke dalam dulu, Plang. Tunggu, akan kubuatkan minuman untukmu" kata Nyai Wonowoso, sambil berlalu dari tempat itu. Suro Dhaplang pun mengangguk, tak lupa menghaturkan sembah dan salamnya.

"Bagaimana khabar Nyai Dhadhap Alas? Apa, sudah kau sampaikan pesanku padanya?" tanya Ki Wonowoso.

"Nyai Dhadhap Alas baik-baik saja, Ki. Murid-muridnya semakin banyak, mereka datang dari sekitaran Gunung Pananggungan, dari Pasuruhan (Pasuruan), bahkan ada beberapa orang Putro Sentono (putra pejabat) dari Majapahit, Ki. Beliau menitipkan salam, untuk Ki Demang dan keluarga" jawab Suro Dhaplang takzim, dia menunduk hormat... ketika Nyai Wonosobo datang, mengantarkan minuman kepadanya.

" Minumlah dulu minumannya, selagi hangat. Bagaimana khabar istrimu Sendani? Sudah lama dia tidak pernah kau ajak datang kemari, Plang?" tanya Nyai Wonowoso. Yang ditanya pun tersenyum, menyeruput minuman yang disuguhkan..  sebelum akhirnya menjawab pertanyaan dari Nyai Demang Wonowoso.

"Dia baik-baik saja, Nyai. Tetapi, saat ini dia sedang berada di rumah orang tuanya... berkunjung saja, sekalian mengirimkan sedikit hasil panenan kami, Nyai"

"Sudah... pergilah ke dapur sana, Nyai. Ada hal penting, yang harus aku bicarakan dengannya" mendengar kata-kata suaminya, perempuan 45 tahun itu pun segera melangkah pergi tanpa sepatah kata. Dia sudah hafal, jika suaminya berkata seperti itu... pastilah, memang ada sesuatu yang penting yang ingin mereka bicarakan.

"Lalu, bagaimana tentang permohonan bantuanku padanya?" tanya Ki Wonowoso, wajahnya tampak sangat serius sekali.

"Sudah saya sampaikan padanya, Ki. Dia sangat bersemangat, membantu Ki Demang dan Desa Wonowoso ini. Sebenarnya pun, saya turun dari Padepokan bersama 2 orang muridnya... Adhi Noroyono, dan putri Nyai Dhadhap Alas yang bernama Titisari" wajah orang tua itu tampak sangat terkejut, mendengar jawaban bawahannya itu. Dia segera berdiri, matanya berkeliling mencari yang dimaksud oleh Suro Dhaplang itu. Melihat hal ini, Suro Dhaplang pun segera memberi isyarat pada Ki Lurah, untuk segera duduk kembali.

"Mereka berdua masih mendapatkan tugas dari Nyai Dhadhap Alas, untuk menyampaikan pesan kepada Ki Anjar Sawahan, juga kepada Ki Danyang Buto. Mungkin, nanti malam mereka baru sampai di desa kita, Ki"

"Dhanyang Buto?!" lelaki tua itu sangat terkejut, mendengar nama yang sangat dibencinya itu.

Sebenarnya, antara Nyai Dhadhap Alas, Ki Anjar Sawahan, Ki Dhanyang Buto, dan dirinya... adalah empat sekawan, yang tanpa sengaja dipertenukan oleh keadaan. Duapuluh tahun yang lalu, ketika terjadi pemberontakan di Katumenggungan Barebek... saat itulah, mereka bertemu untuk yang pertama kalinya. Saat itu KRT.Hiro Sentono yang menjabat Tumenggung, sedang menghadapi pemberontakan dari adik tirinya Demang Arjoso, yanf dibantu oleh Tumenggung Pepajeng Dari Bojonegoro.

Tumenggung Hiro Sentono, meminta bala bantuan dari beberapa Padepokan (perguruan) yang ada di sekitar Katumenggungan Barebek, selain dari ratusan bala bantuan dari Keraton Mataraman Madiun. Dari lereng Gunung Wilis, Padepokan Sawahan mengirimkan Sosrowojo... yang sekarang beegelar Ki Anjar Sawahan, bersama dengan seratus murid terbaiknya . Dari lereng Gunung Penanggungan Pasuruhan,  padepokan Dhadhap Alas... mengirimkan Endang Sukesi, yang sekarang menjadi guru besar di Padepokan Dhadhap Alas, bersama sepuluh irang pasukan pemanah. Dari Gunung Renteng, padepokan Dhanyang Buto mengirimkan murid terbaiknya... Waroko, yang sekarang bergelar Ki Dhanyang Buto disertai sepuluh orang pasukan Buto Geni (penguasa api) . Sementara dari padepokan Gunung Pandan, mengirimkan dirinya... Sujiwo, bersama limapuluh ahli kanuragan.

Pemberontakan yang berlangsung tiga minggu lamanya pun, dapat diredam dan dihancurkan. Para pemberontak kocar-kacir, melarikan diri ke hutan-hutan. Demang Arjoso yang memberontak dapat diringkus, kemudian diganjar hukuman mati di alun-alun Barebek. Istri dan anak Demang Arjoso, dikembalijan ke rumah orang tuanya di Bojonegoro.

Kenapa Demang Wonowoso begitu membenci Waroko, alias Ki Dhanyang Buto... itu karena kisah percintaannya di masa lalu. Ketika masa pemberontakan, Sujiwo jatuh cinta kepada seorang Abdi Dalem (dayang) Katumenggungan yang bernama Warsini. Mereka saling mencintai, dan bermaksud membangun rumah tangga seusai pemberontakan.
Tetapi, diam-diam Waroko juga mencintai Warsini. Dia mencari cara,  untuk menghancurkan hubungan Sujiwo dan Warsini. Hingga suaru ketika, Waroko menghembuskan khabar kepada Warsini. Dia memfitnah Sujiwo memiliki hubungan asmara dengan Endang Sukesi, Warsini pun marah dan memutuskan hubungan mereka. Akhirnya Waroko dapat memiliki hati dan jiwa Warsini. Tetapi wanita itu meninggal, ketika melahirkan anak pertamanya. Setelah 29 tahun mencoba menjaga jarak, kenapa Endang Sukesi ingin mempertemukan mereka kembali? (Bersambung)

1 komentar:

Wakhid Syamsudin mengatakan...

Bagus... Bersambung ya?

Tehnik Membuat Paragraf Awal

Menulis cerita pendek membutuhkan teknik khusus. Kenapa? Kembali ke definisi, cerita pendek adalah cerita yang habis dibaca dalam sekali dud...