Senin, 31 Desember 2018

Cinta Bersemi Di Tempat Kost

Tambaksawah Waru-Sidoarjo 1991.
Alhamdulillah, akhirnya namaku termasuk dari 20 orang yang diterima bekerja di PT Siantar Hot Industri. Sebuah industri makanan ringan, yang berlokasi di kawasan Sidoarjo Jawa Timur. Setelah sehari lamanya aku merepotkan anak tetanggaku, nebeng tidur dan makan di kamar kosnya yang sempit.

Berita keberhasialanku itu pun, segera aku kabarkan kepadanya.

"Mas, alhamdulillah aku diterima kerja di Siantar Hot. Dan, mulai besok pagi aku sudah mulai bekerja di bagian oven atau ekstruder." kataku pada Mas Eko, anak tetanggaku itu.

"Syukurlah, kamu baru sehari langsung mendapat pekerjaan disini. Dulu, aku sampai sebulan luntang-lantung. Sebelum bekerja di PT.Kertarajasa, aku pernah ikut kenalan menjadi kenek angkutan." jawabnya, seraya memberesi pakaiannya ke dalam sebuah dus besar,"Kebetulan juga, aku harus berangkat ke Kalimantan Timur besok lusa. Aku mendapat panggilan kerja disana, di sebuah pabrik plywood. Aku pulang dulu ke Nganjuk, baru besoknya berangkat. Kamar kos ini baru saja aku bayar sewa bulanannya, kamu bisa menempatinya sendiri. Sayang jika kamu cari kos lainnya, dari Siantar Hot juga sangat dekat jaraknya."

Aku sangat terkejut dengan berita tersebut, kehilangan Mas Eko sama dengan kehilangan rujukan tentang tempat itu.

Semalam tinggal bersamanya, dia sudah banyak memberiku wawasan tentang kehidupan merantau. Bagaimana mengelola uang gaji, bagaimana mendahulukan sesuatu yang penting diatas kebutuhan lainnya. Dan, memang hanya dia satu-satunya orang yang kukenal, diantara 11 penghuni kamar lainnya.

Malam itu juga Mas Eko berpamitan kepada si pemilik kos, dan memperkenalkanku sebagai penerus kamar kosnya. Dan mulai malam itu, aku mulai tinggal di kamar kos itu seorang diri. Disinilah permasalahan dimulai.

Aku menutup pintu kamar kosku, kemudian mulai terduduk termenung di atas kasur dipan yang sederhana. Bagaimana caranya aku memulai hidup seorang diri di perantauan? Bagaimana nanti aku sarapan? Kemarin , Mas Eko mengajakku ke sebuah warung di pinggir jalan menuju arah pabrikku. Tak sepeser pun aku mengeluarkan uang, karena Mas Eko lah yang mentraktirku.

Kubuka dompet lusuhku, yang kubeli tiga tahun lalu saat mulai bersekolah di SMA. Dompet bermotif doreng, yang sudah sobek di kanan kirinya. Hanya berisi selembar KTP dengan lima lembar fotocopynya, empat lembar pas foto, dan selembar uang limaratus rupiahan yang bergambar orang utan itu. Bagaimana aku bisa memulai hidup, dengan selembar uang limaratus rupiahan di dalam dompetku?

Bahkan saat itu juga perutku sudah berbunyi, sebanyak empatpuluh tiga kali semenjak tadi. Aku menghitungnya? Ya, aku menghitung bunyi keroncongan perutku... yang sejak siang tadi belum terisi makanan apapun.

Kemarin jam 12 siang aku pulang ke kosan, menunggu Mas Eko pulang dari jam istirahat pabriknya... kemudian menunggu ajakannya untuk makan siang di warung. Tetapi, tadi aku tidak sempat pulang. Karena ada briefing karyawan baru di calon pabrikku itu.

Tiba-tiba terdengar suara pintu kamar kosku diketuk dari luar, dan suara seorang wanita memanggil nama Mas Eko.

"Mas! Mas Eko!"

Aku beranjak membuka pintu yang hanya berkunci engsel (kaitan besi) itu, dan terlihat seorang gadis sudah berdiri di depan pintu. Di tangannya tampak memegang sebuah rantang besar, mungkin berisi makanan. Dia terkejut mendaoari aku di kamar itu, seperti kurang puas gadis itu cekibgukan mengintip ke dalam kamar.

"Ada apa, Mbak?" tanyaku pelan.

"Mas Ekonya, ada? Sampean siapanya?" pertanyaanku belum dijawabnya, dia sudah balik bertanya padaku. Untung dia cepat tersadar, mwngukurkan tangannya sambil menyebut namanya.

"Namaku Afifah, Mas. Kamarku yang di dekat sumur itu, ini nasi dan lauknya lengkap. Mas Eko memesannya untuk satu minggu, orangnya kemana?"

"Namaku Sabdono, Mbak. Mas Eko sudah tidak tinggal disini lagi, dia mendapat panggilan kerja di Kalimantan. Malam ini tadi dia pulang ke Nganjuk, mungkin beberapa hari ke depan baru berangkat."

"Oh, berarti dia pesan masakan ini untuk sampean, Mas" katanya sembari menyodorkan rantang itu padaku,"Karena dia bilang, antarkan ke kamarku pagi dan sore, atau malam, selama seminggu."

Aku trrkejut dengan kenyataan yang kualami ini, betapa baik hatinya seorang Mas Eko padaku. Bahkan, sampai urusan makanku selama belum bergaji pun dia perhatikan.

"Ayo, Mas! Diterima nasinya ini, besok pagi aku ambil rantangnya sambil membawakan sarapan." kata Afifah, membuyarkan keterharuanku. Andai pada saat itu ada alat yang bisa mengantarkanku kepada Mas Eko, aku akan datang padanya... mencium tangannya, memeluk tubuhnya, dan setulus hati mengucaokan terima kasih... atas perhatian dan kasih sayangnya padaku.

"Mas! Kok malah melamun, sih. Ini diterima rantangnya, gak usah kawatir... ini sudah dibayar Mas Eko, untuk satu minggu." kata Afifah mengagetkan lamunanku, segera kutetima rantang itu. Dan Afifah pun perfi menuju kamarnya, sementara aku kembali menutup pintu kamarku. Rasa lapar yang tetamat sangat, membuatju malas memikirkan yang lain-lain. Dan terlelap pulas, setelah menyelesaikan acara 'santap malam' yang tidak terduga itu.

***

Pagi hari pertamaku di tempat kos itu, terkejut oleh suara hiruknpikuk penghuni kamar kos lain. Aku membuka pintu kamar, dan merasakan hembusan angin pagi... yang tidak sesegar udara pagi di tempat asalku, Nganjuk. Apalagi suasananya, tidak sedamai suasana di desaku.

Dari kamar paling ujung, terdengar caci-maki seorang istri kepada suaminyabyang semalaman tidak tidur di kosan. Sementara dari kamar di depannya, terdengar suara musik dangdut yang diputar dengan kencang. Membuatku teringat pada suasana di desaku, ketika tetanggaku sedang menggelar pesta hajatan. Dari arah sumur terdengar suara protesan, karena seseorang memakai kamar mandi terlalu lama. Rupanya, mandi sambil bernyanyi disini adalah pantangan. Di arah yang lain, aku mendengar suara segerombolan wanita sedang bergibah. Lengkap sudah keberisikan di tempat itu, cukup bagiku untuk memberikan kesan 'kacau balau' padanya.

Aku masih bertahan duduk di depan pintu kamarku, sambil menertawakan dalam hati kegaduhan di pagi hari itu. Ketika tiba-tiba pintu kamar disebelah kamarku terbuka, terlihat seorang gadis sedang berusaha keluar. Wajahnya tampak sangat pucat, rambut panjangnya terurai tidak beraturan. Satu langkah meninggalkan pintu kamarnya, dia tampak sempoyongan. Sedetik kemudian, dia terjatuh tepat menimpa tubuhku.

Terdengar beberapa jeritan para wanita yang melihatnya, dan terasa beberapa orang yang berusaha mengangkat tubuh gadis yang jatuh menimpaku itu ke dalam kamarnya. Dan seorang wanita yang tinggi besar datang membantuku untuk berdiri, mengelap kotoran tanah yang menempel di baju dan sarungku.

"Sampean tidak apa-apa, Mas?" tanyanya, setelah yakin aku sudah berdiri dengan sempurna.

"Tidak apa-apa, Mbak. Kenapa dengannya?" tanyaku kemudian.

"Namanya Purni, mungkin vertigonya sedang kambuh, Mas. Oh iya, sampean orang baru ya? Namaku Yuliati, dari Kediri." katanya ramah, mengulurkan tangan memperkenalkan diri.

"Namaku Sabdono, dari Nganjuk" jawabku sambil menjabat tangannya.

Beberapa orang yang menggotong rubuh Purni sudah keluar kamar, mereka datang padaku memperkenalkan dirinya masing-masing. Umi dari Gresik, Lidya dari Sumbawa, Qurun juga dari Kediri, dan tentu saja Afifah juga dari Kediri. Baru aku menyadari, ternyata kebanyakan disini yang kos adalah parawanita, para karyawati pabrik.

Setelah melalui kejadian yang tidak terduga di hari pertamaku, aku segera mandi. Menikmati sarapan hasil masakan Afifah, kemudian pergi ke pabrik baruku.

****

Di PT.Siantar Hot, aku ditempatkan di bagian ekstruder (pengadonan) bahan kerupuk. Hanya beberapa hari, kemudian dipindahkan lagi ke bagian oven. Hingga satu bulan lamanya, hingga melahirkan kisah ini.

****

Gadis yang pada pagi hari jatuh menimpaku itu bernama Purni, seorang gadis cantik yang berasal dari Kropak, Pati, Jawa Tengah. Setelah sembuh dari vertigonya, dia bertamu ke kamarku di suatu malam. Berkali-kali dia meminta maaf padaku, karena tidak sengaja telah menibani tubuhku. Kami berdua ketawa-ketiwi mengenangkannya, sambil sesekali saling mengolok 'ketidak sengajaan' itu.

Setelah malam itu... hubungan kami menjadi sangat akrab, hingga akhirnya aku berani 'mengungkapkan perasaan cintaku' padanya. Purni menerima cintaku, bahkan dalam waktu yang sebentar itu aku sudah meyakinkannya... aku akan melamarnya, menjadikannya istriku.

Sudah layaknya hidup sebagai suami istri, bukan berarti kami tinggal sekamar. Tetap tinggal di dua kamar yang berdekatan, kami satukan uang belanja untuk membeli bahan makanan.

Purni memasak nasi dan lauknya, aku yang berbelanja sayuran setiap paginya. Sering aku bawakan dia kerupuk mentah dari pabrik, tentu saja dengan menyembunyikannya dari pemeriksaan scurity. Biasanya aku membungkusnya dengan plastik longgar, lalu melilitkannya dengan isolatif di seputar betisku. Itulah yang membuatku selalu menjerit-jerit, ketika Purni berusaha membuka isolatifnya... bulu-bulu kakiku ikut tercabut.

****

Ternyata, cinta yang sudah terjalin hampir setahun lamanya. Keseharian yang terbina, hidup bagaikan suami istri pun tidak bisa memastikan... kisah ini akan sampai pada jenjang pernikahan. Manusia hanya berusaha dan berdo'a, Tuhan juga yang menentukannya. Kami berpisah, karena Purni dijemput paksa kedua orang tuanya dari Pati... yang telah terlanjur menerima pinangan orang lain atas dirinya.

Aku hanya bisa menerima kenyataan, mencintai tidak harus memiliki. Purni pun pergi, dan seminggu kemudian aku sudah jadi milik Yuliati. Sebulan kemudian bersama Qurun. Tetapi, akhirnya aku menikahi Retno Probowaty... seorang karyawati Apollo Mart, yang terserempet sepeda motorku malam itu.

TAMAT

11 komentar:

ummuarrahma@gmail.com mengatakan...

Wahahahahah ceritanya nampak banget Yo Sabdo playboy. Keren aku gak ketemu tipo deh. Mantul pakde

Winarto Sabdo mengatakan...

iiihhh... ngatain aku playboy... hhh gak benwr itu... aku kan setia padanya....

Isnaini Annisa mengatakan...

Oalah Pakde. Ceweknya kok akeh...

denik mengatakan...

Weh, its fiksi or not fiksi ya? Kalo non fiksi berarti satu kantor sama Mas Heru dong.. hehehe

Rusdi S.Pd mengatakan...

kwkwkwkwkwkw

Winarto Sabdo mengatakan...

ini fiksi yaaa... trims sudah mampir...

Winarto Sabdo mengatakan...

Heru kan di Siantar Top... ini mah di Siantar Hot... Di PT.STT Heru mah junior...

Winarto Sabdo mengatakan...

ini kan Siantar Top bukan Siantar Hot...hhhh di PT.STT Heru mah junior...

Winarto Sabdo mengatakan...

walah diketawain...

Rusdi S.Pd mengatakan...

Aku padamu.
Suka sama tulisan tulisan.y pak Win

Winarto Sabdo mengatakan...

Terima Kasih... kasih linkblognya dong... biar bisa kuunjungi ulang...

Tehnik Membuat Paragraf Awal

Menulis cerita pendek membutuhkan teknik khusus. Kenapa? Kembali ke definisi, cerita pendek adalah cerita yang habis dibaca dalam sekali dud...