Sabtu, 01 Desember 2018

Ki Bawuk Panotojiwo: Matematika dan Estetika (Cerpen Motivasi)

Ki Winarto Sabdo... atau Ki Bawuk Panotojiwo, adalah seorang guru disebuah Padepokan Ilmu Kasunyatan. Dia memiliki banyak murid, yang datang dari berbagai pelosok Nusantara. Dari berbagai suku, agama, ras, dan aliran kepercayaan. Tidak pernah menolak calon murid, tidak berpilih kasih, tetapi syaratnya... harus sungguh-sungguh ingin belajar. Murid yang malas, sangat tidak disukainya. Walaupun dia tidak pernah membencinya.

Jokowi adalah murid terpandai, jauh melampaui kepandaian murid-murid lainnya. Terkenal sangat arif bijaksana, sopan, jujur, dan senang membantu teman-temannya. Lain dengan Jokathir, murid terbodoh, dan tersombong, sangat memuakkan. Tetapi, Ki Bawuk sangat menyayangi kedua-duanya.

Suatu hari, Jokowi ditantang Jokothir.

"He, Jokowi! Kalau kamu memang pintar, berapakah hasil dari 8 x 3 itu?"

Secara cepat, Jokowi menyebut angka 24.
"Salah! Yang benar itu 23!" sergah Jokothir dengan pongahnya.

Jokowi tetap mempertahankan jawabannya, sedang Jokothir pun kekeh memegang prinsipnya. Masing-masing mempertahankan kebenarannya. Masing-masing tidak ada yang mau mengalah. Tidak tahan dengan perdebatan panjang itu, Jokothir kemudian mengajak Jokowi bertaruh.

"Begini saja, sesandainya 8 x 3 adalah 24... kamu yang benar. Aku akan menggorok leherku sendiri, sebagai tanda kekalahanku. Tetapi, jika hasilnya adalah 23... kamu harus pergi meninggalkan Padepokan ini!"

Berusaha mencegah pertaruhan konyol itu, Jokowi berkata,"Saudaraku, tidak ada gunanya pertaruhan ini. Aku tidak ingin, kamu akan menjadi korban yang sia-sia"

Tetapi Jokothir tetap berkeras, melanjutkan pertaruhan itu. Bahkan, dia memohon agar Ki Bawuk sudi menjadi hakimnya,"Apa yang Guru katakan, itulah kebenaran!" kata Jokothir mantap. Ki Bawuk menyetujuinya, tetapi Jokowi dengan tidak bersemangat... terpaksa harus mengikuti pertaruhan itu.

Sebetulnya, Ki Bawuk sudah mendengar percakapan kedua muridnya itu sejak awal. Tetapi, dia meminta keduanya mengulangi apa yang menjadi perdebatannya.

"Romo Guru, awalnya Jokothir mendatangiku. Kemudian melontarkan pertanyaan, jasil dari perkalian angka 8 dan angka 3. Kemudian aku menjawab, jumlah atau hasilnya adalah 24. Tetapi Jokothir membantahnya, dia bilang hasilnya adalah 23. Kami pun berdebat, tidak ada yang mau mengalah" Jokowi menoleh ke arah Jokothir, yang menganggukkan kepalanya tanda setuju,"Jokothir malah mengajakku beraruh. Jika jawabannya adalah 24, dia akan mwnggorok lwhernya sendiri. Dan jika jawabannya adalah 23, maka aku disuruhnya pergi dari Padepokan ini"

"Hem, aku sudah mengerti... lanjutkan ceritamu, Nak!" kata Ki Bawuk, sambil mengelus jenggot putihnya yang panjang.

"Sekarang, kami mohon jawaban dari Romo Guru. Berapakah hasil perkalian dari 8 x 3 yang sesungguhnya?" tanya Jokowi.

"Hasilnya adalah 23!" jawab Ki Bawuk dengan tenang, raut wajahnya menunjukkan ekspresi kejujuran. Jokothir bersorak girang dengan jawaban gurunya itu,  berbeda dengan Jokowi yang masih tidak mempercayai jawaban gurunya itu.

Betapa kecewanya hati Jokowi. Rasa kagum pada guru tercintanya sejetika luntur, rasa hormatnya pun tiba-tiba menurun. Dia merasa selama ini dibohongi oleh orang yang dikaguminya itu. Dengan perasaan kesal, marah,, dan kecewa, Jokowi berdiri dari duduknya... dan berkata dengan keras,"Lebih baik aku pergi dati tempat ini! Pulang ke kampung halamanku, hiduo dengan kejujuran, dengan keluguan, dan kesederhanaan! Daripada, hidup ditengah-tengah kebohongan, kemunafikan, dan kepura-puraan!"

Melihat reaksi Jokowi, Ki Bawuk hanya tersenyum. Kemudian dengan suara lembut, dia berkata,"Jika kamu memang sudah bertekat meninggalkan padepokan ini, dan ingin memulai hidup di kampung halamanmu. Aku tidak akan mencegahmu, atau menahan keinginanmu.Tetapi, jika kamu masih mau mendengarkan nasehatku... seandainya di tengah perjalananmu nanti terjadi hujan yang sangat lebat, janganlah kamu bertedih di bawah pohon yang besar. Karwna pohon itu akan tumbang, bisa saja menimpa tubuhmu"

Sambil bergumam, Jokowi langsung pergi dari hadapan gurunya. Tanpa sempat mengucapkan terima kasih, bahkan tidak memojon pamit. Dia begitu marah dan sangat kecewa, sehingga hilanglah tabiat terpujinya.

Di tengah perjalanan, tiba-tiba cuaca berubah drastis. Mendung hutam yang tebal, datang berhulung-gulung. Langit yang cerah, seketika berubah menjadi hitam.pekat. Kilat menyambar-nyambar, guntur bersahut-sahutan, mengitingi turnya hujan yang bagai ditumpahkan dari langit.

Jokowi berlari bermaksud ingin berteduh, disebuah pohon yang sangat besar yang rimbun daunnya. Tetapi dia mengurungkan langkahnya, karwna teringat pesan gurunya. Dia berbalik arah larinya, menuju pohon kecil yang agak rimbun juga daunnya. Ketika disaat yang sama pohon besar itu tiba-tiba tumbang, jatuh berdebum.ke tanah dengan kerasnya. Jokowi sangat bersyukur, terhindar dari bencana yang bisa membinasakannya itu.

Jokowi tersadar, pesan-pesan gurunya benar tetjadi padanya. Gurunya benar-benar bukan orang sembarangan, tetapi seirang waskita yang sudah mengetahui sebelum.terjadi. Apa yang terjadi dengan dirinya dan Jokothir, mungkin adalah ilmu tang belum dipelajarinya. Dia menyesal telah meninggalkan gurunya, padepokannya, dan juga meninggalkan teman-temannya. Hanya karena keegoisannya, mempertahankan kebenarannya sendiri. Jokowi pun segera merubah rencananya, tidak melanjutkan pulang ke kampung halamannya... tetapi dengan berlari, dia menyusuri jalan menuju padepokannya.

Di depan pintu gerbang padepokan, Ki Bawuk sudah menunggunya sambil tersenyum dan mengelus jenggotnya. Jokowi pun terkesima, ternyata sang guru sudah tahu dia kembali. Dengan berurai air mata, Jokowi berlutut di depan orang yang bijaksana itu. Fan sebelum sepatah kata oun terucap dari bibirnya, orang tua itu sudah berkata dengannlembut padanya,"Anakku, 8 x 3 memang 24! Tetapi, jika tadi aku katakan 8 x 3 afalah 24, maka kamu akan menyesalinya seumur hidupmu. Kamu akan merasa menjadi pembunuh saudaramu sendiri, sepanjang hayat penyesalanmu itu tidak akan tunai. Hidupmu akan tersiksa selamany! 8 x 3 = 24 adalah kebenaran kecil, tetapi 8 x 3 = 23 dalam kejadian tadi adakah kebenaran besar... karena menyangkut nyawa seseorang, nyawa saudaramu seperguruan."

Jokowi terperangah dengan penjelasan gurunya, semakin tetsedulah isak dan tangisannya.

"Ingatlah, murid terbaikku. Hidup itu berwarna... setiap warna memiliki arti trtsendiri, tetapi tidak semua bisa dilihat dengan mata biasa. Harus dibaca dengan kejernihan mata hati, kebesaran jiwa, serta kelapangan dada. Kalau soal hitam dan outih, semua orang dapat membedakannya.Kslau sudah beraneka warna, semakin sulit dan rumitlah mengatakan keindahannya. Manakah yang lwbih indah, satu dengan lainnya. Begitu juga tentang kebenaran, sangatlah mudah dibedskan dengan kejahatan. Tetapi ini akan berbeda, jika ada dua kebenaran yang berbeda... seperti kejadianmu tadi. Kebenatan matematika, dengan kebenaras estetika. Di sinilah kejernihan mata hati yang menentukan, renungkanlah."

Dalam sedu-sedannya Jokowi berterima kasih, dan memohon maaf atas kekeliruannya. Jokowi merenungi sungguh-sungguh nasehat dari gurunya, dan belajar lebih giat lagi memaknai hidup.  Ki Winarto Sabdo pun semakin menyayanginya, semua ilmu-ilmu kenyataan hidup diajarkannya. Karena kelak, dia bermaksud mengangkat muridnya itu menjadi penerusnya. (Tamat)

#KelasFiksi
#ODOP6
#CerpenMotivasi

4 komentar:

Wakhid Syamsudin mengatakan...

Wih fiksinya sarat makna.

Nurul Hidayah mengatakan...

Mantab se7 bgt

Winarto Sabdo mengatakan...

karena lagi beroeran jadi ki bawuk mungkin... hehehe

Winarto Sabdo mengatakan...

terima kasih komene nda...

Tehnik Membuat Paragraf Awal

Menulis cerita pendek membutuhkan teknik khusus. Kenapa? Kembali ke definisi, cerita pendek adalah cerita yang habis dibaca dalam sekali dud...