Rabu, 28 November 2018

Nakalnya Malam

Aku memandang punggung wanita itu. Yang tertutup lebat rambut panjangnya. Menghantarkan fantasi liar. Teringat membelai lembutnya. Harum aromanya. Dia menyisirnya dengan lembut. Bagai air terjun ikalnya. Hitam legam bak mutiara karibia.

"Sabarkan hatimu, Sayang. Aku memperindah rambutku, agar engkau menikmatiku".

Wanita itu menggodaku. Mengibaskan rambut panjangnya di mukaku. Sensasi kembali pada masa kecilku. Dimana kebahagiaan adalah mutlak milikku. Bersama bidadari ini ingin kurengkuh lagi masa mudaku. Memagut sepiku. Mencumbu anganku. Menikmati kebebasanku. Berkehendak akan tubuh moleknya. Berkuasa akan pelayanannya. Dia berjanji untuk memuaskanku. Seratus limapuluh ribu rupiah di saku celanaku. Akan menjadi haknya. Setekah kami selesai. Berpacu dalam birahi asmara dahana.
Malam semakin kelam. Semakin dekat keinginan menjadi nyata. Mewujudkan mimpi sebulan lamanya mengagumi kecantikkannya. Dia di ruang kaca. Memamerkan diri dengan indahnya. Aku selalu memandanginya sepulang kerja. Berharap suatu saat daoat memilikinya. Mendapatkan cintanya. Menikmati sajian nafsunya.
Ini minggu ketiga sejak sekali aku melihat paras ayunya. Senyum genitnya. Gerakan menggodanya. Di ruang kaca yang sama aku memujanya.
Uang gajian jatah istri nun jauh didesa. Dengan bimbang kuselipkan di saku celana. Aku ingin membeli cintanya. Seratus limapuluh ribu rupiah harganya. Satu jam.saja bersamanya. Budafari penggoda.
"Sabarkan hatimu, Sayang. Aku mempercantik wajahku, agar memuaskan hatimu !". Wanita itu mencium kedua pipiku, sambil menyentuhkan dua gundukan di dadanya. Gemetar sekujur ragaku. Ini adalah sentuhan pertamaku. Dengan wanita pujaanku. Wanita seratus limapuluh ribu rupiahku. Yang menggadaikan asmaranya. Yang menjual harga dirinya. Setimpalkah dia untuk itu. Setimpalkah aku dengan uang jatah istri dan anakku. Setimpalkah aku duduk menunggu dosa menghampiriku. Setimpalkah penghianatan ini dengan penantian keluargaku.
Wanita itu membalik badannya. Sudah tanpa sehelai benang pun menutup segala auratnya. Dan kulihat tangis wajah istriku dibalik senyum wajahnya cantiknya. Aku tersentak. Tuhan hadir untuk menyadarkan khilafku. Aku beranjak dari pinggiran penantianku. Membuka pintu dengan rasa malu. Kuingin melesat terbang. Secepat kilat menyambar. Menjumpai kesetiaanku yang halal. Tak peduli teriakan jalang itu memanggil sayang padaku. Aku adalah milik istriku.
"Aku akan pulang, Sayang! Membswakanmu uang seratus limapuluh ribu!"

(Tamat)

#KelasFiksi
#ODOP6
#Tantangan Prolis

10 komentar:

Betty Clever mengatakan...

Punggungnya bertato apa Babeh?

Winarto Sabdo mengatakan...

panuan... yiahahaa...

Nurul Hidayah mengatakan...

Hhhmmm ...

Lia Anelia mengatakan...

Speechless...

Winarto Sabdo mengatakan...

piye???

Winarto Sabdo mengatakan...

sama... wkwkwkwk

Pebri Ika mengatakan...

Untung sadar Ya Allah

Winarto Sabdo mengatakan...

alhamdulillaah...

amieopee mengatakan...

lebih baik terlambat...asal selamat

Winarto Sabdo mengatakan...

ini kan artine alon-alin waton kelakon? yiahaha...

Tehnik Membuat Paragraf Awal

Menulis cerita pendek membutuhkan teknik khusus. Kenapa? Kembali ke definisi, cerita pendek adalah cerita yang habis dibaca dalam sekali dud...