Selasa, 08 Januari 2019

Adhipati Suloyojiwo

Rakyat mulai kasak-kusuk dengan cara pemerintahan Adhipati Suloyojiwo (sakit jiwa), setelah setahun memerintah di Kadhipaten (kabuparen) Guwosrono. Kegemarannya pada perempuan cantik, membuat sistem pemerintahan menjadi amburadul. Dia mengangkat beberapa Demang (camat) baru, di wilayah Kademangan (kecamatan) yang sudah dulu ada. Semua itu adalah demi melancarkan aksi bejatnya, meminta upeti wanita cantik kepada para Demang bawahannya.

Adipati Suloyojiwo, sesungguhnya bukan nama sebenarnya. Tapi rakyatnya yang memberikan nama itu, imbas dari rasa ketertindasaan, keputusasaan, dan kebencian yang berlarut.

Namanya adalah Pangeran Sujiwotejo, putra kedua dari Adhipati sebelumnya Gusti Kanjeng Adhipati Pangeran Jiwotomo. Dia menggantikan kedudukan Ayahandanya, setelah Sang Adhipati ditemukan meninggal mendadak di tempat tidurnya. Rakyat menduga, beliau sengaja diracun... bukan meninggal karena sakit, seperti yang diumumkan oleh fihak Kadhipaten.

Penobatan Suloyojiwo sebenarnya sudah menuai konflik dan perdebatan, di kalangan Petinggi Kadhipaten Guwosrono. Karena sesungguhnya ada yang lebih berhak menduduki jabatan itu, yaitu putra sulung Adhipati terdahulu, atau anak tertuanya yang bernama Pangeran Jiwosutro. Semua pembesar, dan penasehat Kadhipaten sebenarnya sudah memberi saran baik kepadanya, tetapi Patih Gerahpolo, yang juga paman sang pangeran, justru mendukungnya.

Saat itu sang Pangeran Jiwosutro sudah menjabat menjadi Demang Kasangon, untuk persiapan memggantikan Ayahandanya. Tetapi hal ini, sama sekali tidak menjadi bahan pertimbangan Patih Gerahpolo untuk mendukungnya mwnjadi Adhipagi pengganti.

Sifat baik budi, dan kesederhanaan dari Pangeran Jiwosutro, sungguh sangat bertentangan dengan watak adiknya. Sang kakak lebih bersifat sabar dan bijaksana, sederhana, tetapi sangat berwibawa di mata seluruh rakyat Kadhipaten Guwosrono. Apalagi rakyat Kademangan Kesangon, sangat mencintainya sepenuh jiwa raga.

Sedang sang adik berwatak sombong, serakah, suka berkata jorok, juga kasar perangainya. Yang paling parah, kegemarannya mengganggu wanita cantik. Sudah berpuluh-puluh wanita cantik, yang dilecehkan kehormatannya, yang diperkosa, dirampas kehormatannya. Bahkan,  beberapa orang gadis memilih mengakhiri hidupnya. Karena merasa ketakutan, akan menjadi korban sang Adhipati mesum itu.

Hingga suatu ketika, dia mencoba memaksa istri Demang Besantri untuk melayani nafsu bejatnya. Saat itu Sang Demang diperintahkannya untuk menarik pajak hasil bumi dari rakyat, sehingga dia leluasa pergi ke Kademangan menggoda istrinya.

Istri Demang yang bernama Sundari itu memang berparas sangat cantik, kulitnya putih bersih, dan bentuk badannya sangat menggoda.  Suloyojiwo sangat tergila-gila pada paras ayunya, tetapi justru Demang Besantri yang berhasil mempersuntingnya. Setelah menjadi Adhipati, Suloyojiwo kembali merayu Sundari untuk menjadi istrinya.Tetapi Sundari menolak keinginan sang Adhipati, mulai dengan cara halus sampai mencoba melarikan diri ke dalam kamar, ketika Suloyojiwo berusaha memaksakan kehendakknya. Tetapi Suloyojiwo tetap mengejarnya hingga ke dalam kamar, untunglah Sundari berhasil melarikan diri melalui jendela kamarnya.

Suloyojiwo memerintahkan semua prajuritnya untuk mengejar wanita itu, yang kondisinya sudah setengah telanjang. Beberapa orang prajurit melihatnya berlari menuju ke tengah hutan, mereka mengejarnya beramai-ramai.

Sundari, sejatinya bukan wanita sembarangan. Dia adalah putri, dan juga murid dari Ki Dhawuk Getih, seorang Maha Guru Padhepokan Ilmu Kanuragan yang sangat sakti. Tetapi, Sundari sudah berprastya kepada suaminya untuk tidak menggunakan kesaktiannya di wewengkon (wilayah) Guwosrono.

Di dalam pelariannya ke tengah hutan, Sundari berpapasan dengan seorang nenek pencari kayu bakar. Melihat kondisinya yang sangat memprihatinkan, nenek itu segera menyadari apa yang sedang terjadi. Dia menyembunyikan Sundari di bawah sebatang pohon nangka, dengan kesaktiannya dia membuat tubuh Sundari tidak terlihat oleh musuh.

Sebentar kemudian, para prajurit yang mengejarnya sampai ke tempat nenek sakti tersebut.

"Hei, Nenek tua! Apakah kamu melihat seorang wanita di sekitar sini, atau berlari melewati tempat ini?!" seorang prajurit dengan kasar bertanya, nenek itu menggelengkan kepala tanpa meningu lawan bicaranya.

."Periksa sekitaran tempat ini, usik dedaunan kering! Daun yang tengkurap, tengadahkan!" seorang prajurit tua memberi perintah. Sembilan prajurit lainnya mengiyakan, dan segera berpencar ke segala arah.

Sementara itu, Si Nenek mendekati prajurit tua yang memberi perintah tadi.

"Sebenarnya, apa yang sudah terjadi Ndoro (tuan) Prajurit? Kenapa kalian mengejar-ngejar seorang wanita di tengah hutan ini?" tanyanya, sambil tak henti memunguti ranting kering disekitarnya. Prajurit tua itu menoleh ke arah sang nenek, kemudian duduk di sebuah akar pohon yang besar.

"Wanita yang kamu maksud itu bernama Sundari, Nyai. Dia adalah calon istri Kanjeng Adhipati Sujiwotejo, atau tepatnya Kanjeng menginginkan dia menjadi istrinya. Tetapi, wanita itu menolak dimuliakan. Dia memilih melarikan diri ke hutan. (bersambung)

2 komentar:

Lisa Lestari mengatakan...

Seru ceritanya. Siap menunggu lanjutannya besok

Winarto Sabdo mengatakan...

sampai hari ini belum ada lanjutannya... sabaaaarrr

Tehnik Membuat Paragraf Awal

Menulis cerita pendek membutuhkan teknik khusus. Kenapa? Kembali ke definisi, cerita pendek adalah cerita yang habis dibaca dalam sekali dud...