Rabu, 13 Februari 2019

Cium Dong Sayang

Suasana kelas XI-IPS 3 sudah sangat sepi, karena sudah ditinggalkan para murid. Aku dan Mayang masih duduk disana, di bangku yang sama. Kami belum beranjak pergi, karena kami bertiga akan membahas tugas me-resensi buku Geografi Tan Malaka. Aku dan Mayang satu kelas, sedang Dedeh dari XI-IPS 1.

Tidak lama kemudian Dedeh datang dengan setengah berlari ke dalam kelas.

"Maaf, aku baru datang."

"Kemana dulu, kamu?" tanya Mayang, setelah bercipika-cipiki dengan sahabat sejak SMP-nya itu, tetapi tidak melakukannya denganku. Padahal aku ngarep.

"Sudah selesai kamu membaca Biografinya, Sun?" tanya Dedeh padaku," Dan kamu juga bagaimana, Yang?" lanjutnya sambil memandang ke arah Mayang.

"Aku sudah selesai membacanya kemarin, Deh" Mayang menjawab pertanyaan Dedeh terlebih dulu.

"Aku pun sudah menyelesaikan bacaanku, tinggal membuat resensi-nya saja." jawabku.

"Baiklah, ayo kita bahas hal ini sekarang." kata Dedeh, sambil menyeret sebuah bangku ke dekat mejaku.

"Eh, kamu sudah minta ijin Pak Narto belum?." tanya Mayang pada Dedeh.

"Sudah, dong. Aku sudah meminta ijin secara tertulis kepada Pak Winar (Kepala Sekolah) dan Pak Narto (Petugas Security Sekolah) tentang kegiatan kita ini. Bahkan, aku juga sudah mampir ke kantin sekolah membeli cemilan kita." kata Dedeh, sambil mengeluarkan beberapa bungkus makanan ringan dan tiga botol kecil air mineral.

"Wah, hebat. Aku saja tidak pernah memikirkan hal ini, sebelumnya. Terima kasih ya temanku yang cantik, dan baik." pujiku pada gadis yang memang cantik berambut panjang itu, sambil menelangkupkan kedua tangan di depan dada.

"Dan, aku?!" Mayang langsung menatap wajahku dengan sok cemberut.

"Iya, kamu juga cantik. Hanya aku yang paling ganteng, disini" jawabku, disambut bibir yang mencibir dari keduanya.

"Huuuuuuu!"

"Ayo, kita mulai. Sebagai peserta diskusi yang paling tampan, silakan kamu memulai kesimpulanmu ya Sun?." kata Dedeh, sambil menata camilan itu ke atas meja.

"Baiklah, aku mulai dari opini Sejarawan asal Belanda Harry A Poeze dulu." jawabku,"Kita bahas tentang karakternya dulu, ya?" kataku sambil mengeluarkan catatan referensi dari dalam tas sekolahku.

"Teruskan." jawab mereka.

"Menurut dia, Tan Malaka memiliki 14 karakter. Dan dikenal dunia internasional, sebagai tokoh yang berhasil melakukan penyamaran di sejumlah negara selama 20 tahun," kataku memulai menyampaikan referensi yang kudapatkan,"Tan Malaka juga dikenal sebagai pemikir, aktivis, gerilyawan, diplomat, hingga dituduh sebagai mata-mata, kata Harry A Poeze pada diskusi publik Pemikiran dan Perjuangan Tan Malaka di Gedung MPR/DPR/DPD RI di Jakarta."

Aku berhenti berbicara karena tiba-tiba kerongkongan terasa kering, lalu meminum air mineral di meja.

"Lanjutin!" kata mereka lagi, aku mengangguk setelah selesai minum.

"Menurut Harry A Poeze, Tan Malaka setelah selama sekitar 20 tahun mengembara, di Asia dan Rusia, kembali ke Indonesia pada 1942. Setelah kembali ke Indonesia, katanya, Tan Malaka yang menjadi tokoh pelarian tetap menyamar dengan menggunakan beberapa nama." aku membuat isyarat dengan kedua telapak tangan, tanda penyampaianku sudah selesai.

"Kalau dari kamu, Deh?" tanya Mayang.

"Sejarawan dari Universitas Indonesia, Mohammad Iskandar menilai, Tan Malaka adalah pejuang yang kesepian dan tokoh misterius." lanjut Dedeh.

"What?!" seru Mayang meniru dialog dalam adegan film, yang mungkin pernah ditontonnya di televisi.

"Jangan lebbay, ayo teruskan Deh" kataku selanjutnya.

"Ini masih kata Pak Mohammad Iskandar, ya. Tan Malaka dalam perjuangannya selalu berpindah-pindah, dari satu tempat ke tempat lainnya, dan dari suatu negara ke negara lainnya  dengan berganti-ganti-nama. Kelebihannya adalah mengusai sejumlah bahasa, dan menggunakannya secara fasih." katanya.

"Pada saat Tan Malaka tinggal di Banten, dia menggunakan nama Ilyas Husein." sambar Mayang, karena melihat temannya itu seperti sudah kehabisan nafas,"Aku lanjut ke asal-usul saja, ya?" katanya kemudian.

Aku dan Dedeh mengangguk bersamaan, sambil menikmati keripik ketela yang dia sediakan tadi.

"Seorang keturunan Tan Malaka yang bernama Hengky Novaron Arsil mengatakan, Tan Malaka lahir di Nagari Pandan Gadang, Sumatera Barat, pada 1894.
Menurut dia, Tan Malaka kecil hidup dalam keluarga yang relijius, tapi gemar bermain layang-layang dan sepak bola."

Mayang memukul pundakku, karena melihatku menyuapkan sepotong keripik ke mulut Dedeh. Wajahnya langsung cemberut, karena memang sesungguhnya dialah yang kekasihku... bukan Dedeh.

Menyadari ke-beteannya itu, aku segera membuat isyarat meminta maaf padanya. Kuambil sepotong lagi keripik, kusuapkan kedalam mulutnya. Dan meminumkan air mineral, setelah kulihat dia selesai mengunyah keripiknya. Dedeh yang menyaksikan itu tersenyum-senyum sendiri, dia tertawa saat dengan garang Mayang berkata padanya.

"Awas, jika berani merebut Mahsun dariku ya!"

"Sudah... sudah... ayo kita lanjutkan lagi, diskusinya." kataku sambil menengahi ketegangan yang etok-etok itu, kami sudah sering mengalami situasi seperti ini. Just laugh.

"Baiklah aku lanjutin, ya. Tapi ingat, kalian jangan bercumburayu di depan mataku lagi."

"Huuuuuuu, dasar nenek Lampir!" sergah Dedeh langsung.

"Hahahaha!" kami tertawa bersama.

"Tan Malaka yang di kampungnya bernama Ibrahim, kata Pak Hengky, dikenal sebagai anak yang cerdas tapi nakal. Pada usia 16 tahun, Tan Malaka sudah hafal Al Quran, dan mendapat beasiswa untuk belajar di sekolah guru Fort De Kock di Bukittinggi, tempat sekolah anak-anak priyai," katanya Iyang dengan lancarnya, "Tan Malaka kemudian melanjutkan pendidikan ke Belanda. Di Belanda, Tan banyak belajar soal politik,"

Mayang terus melanjutkan ceritanya, dan aku dengan puas memandangi wajah cantiknya. Kami memang teman sekelas, dan aku memaksanya untuk duduk bersebelahan denganku waktu pertama masuk kelas XI-IPS ini. Aku ingat betapa ketakutannya dia, waktu aku memaksanya dulu. Walupun sebenarnya dia sudah meminta tolong pada beberapa murid pria untuk menolongnya, tetapi semua tidak ada yang bernyali menghadapiku.

Aku sangat disegani oleh semua murid dan Guru di seluruh SMA Dealova ini, setelah mereka menyaksikan aku menghajar dua orang pencopet yang kutangkap di depan sekolah ketika itu. Namaku juga pernah menghiasi halaman depan koran lokal, karena berhasil melumpuhkan begal sepeda motor di desaku. Meski berwajah kurang tampan, aku sangat terkenal di sekolah. Mungkin juga banyak yang mengidolakanku, tapi aku hanya memaksa Mayang saja untuk menjadi kekasihku.

"Hengky juga mengakui, kakeknya itu memiliki pemikiran yang revolusioner, dan mengembara dari satu negara ke negara lainnya selama 20 tahun, pada 1922-1942 dengan menyamar menjadi orang lain," Mayang kembali memukul pundakku dengan gemas, karena menyadari aku lebih menikmati wajah cantiknya ketimbang materi yang disampaikannya. Tetapi dia hafal watakku, dia tahu aku sangat bisa membagi fokus dan perhatian.

Mayang melanjutkan pembicaraannya, setelah puas memukuli bahu dan pundakku dengan gemas.

"Menurut dia, Tan Malaka sukses dalam penyamarannya menggunakan 23 nama berbeda, karena fasih menggunakan sejumlah bahasa, baik bahasa Indonesia, Inggris, Belanda, Rusia, Fipilina, dan bahasa lainnya."

Tiba-tiba, sebuah suara mengejutkan kami.

"Sun! Deh! Yang! Kalian sudah selesai berdiskusinya?" ternyata Pak Winar didampingi Pak Narto, sudah berdiri di depan pintu kelas.

"Sudah, Pak!" jawab kami serentak, menutupi keterkejutan kami. Beliau menganjurkan kami untuk melanjutkan diskusi ini besok, karena tanpa terasa sekarang sudah pukul 14.30. Kami pun mengikuti saran beliau, dan segera mengakhiri diskusi.

Satu hal yang membuat kami tertawa terpingkal-pingkal, adalah panggilan Pak Kepala Sekolah kepada kami tadi. Sun Deh Yang itu artinya cium dong sayang, dan kami baru menyadarinya setelah tiga tahun berteman.

"Sun Deh Yang!"

"Hahahaha!"

#TantanganRCO
#Onedayonepost
#Tantangan2
#CerpenTanMalaka

4 komentar:

Sasmitha A. Lia mengatakan...

wah keren pak winar udah bikin cerpen ini..aku belum😅

Winarto Sabdo mengatakan...

Ayo semangat... kita pasti dapat menyelesailan tantangannya dengan sukses... ini dunia kita, jangan sampai mereka mengalahkannya...thanks for coming

Alif Kiky Listiyati mengatakan...

Aku belum bikin cerpen 😭

Winarto Sabdo mengatakan...

Tuh kan... ayo cepet bikin DL nya tgl 18 loh, jangan sampai dua krucil membawakan masalah untukmu.... thanks for coming

Tehnik Membuat Paragraf Awal

Menulis cerita pendek membutuhkan teknik khusus. Kenapa? Kembali ke definisi, cerita pendek adalah cerita yang habis dibaca dalam sekali dud...