Waktu menunjukkan jam 22.12, saatnya mengemasi barang dagangan. Ismi dengan cekatan memindahkan buah-buahan yang tidak terjual hari ini ke dalam kotak kayu, sementara Walimin sang suami mengangkat kotak yang sudah penuh ke atas becak usang miliknya.
Mereka menggelar dagangan sejak pukul 09.00 pagi, disamping tembok sebuah gedung bekas sekolah swasta yang sudah tidak terpakai lagi. Hari ini buah yang mereka jajakan kurang menarik minat para pejalan kaki yang melintasi jalanan itu, meskipun begitu keduanya selalu mengucapkan puji syukur setiap menghentikan aktifitas berjualan mereka. Alhamdulillah, banyak sedikitnya rejeki yang mereka peroleh hari ini adalah pemberian Tuhan yang patut disyukuri.
Ismi dulunya adalah seorang peminta-minta, yang menggendong Anida anak semata wayangnya mengemis di perempatan traffictlight. Seorang janda yang hanya memiliki satu kaki, satu kakinya harus diamputasi karena tulangnya hancur akibat kecelakaan. Kecelakaan yang membuatnya kehilangan suami tercintanya, korban tabrak lari sebuah sedan mewah berplat merah di jalanan yang sepi.
Tidak ada saksi mata yang melihat langsung kejadian itu, sedan itu pun sama sekali tidak menghentikan lajunya, meninggalkan tubuh suaminya terkapar sekarat karena luka yang sangat berat. Ismi yang menggendong Anida terpental di aspal yang keras, bahkan tubuh bayinya itu terlepas dari gendongannya masuk ke dalam parit yang kotor. Ismi tidak mengingat kejadian selanjutnya, dia baru sadar setelah menjalani perawatan intensive di sebuah rumah sakit.
Alhamdulillah Anida selamat, tetapi akibat tulang ekornya terantuk benda keras... dia dinyatakan tidak akan bisa menggunakan kedua kakinya lagi, Anida divonis akan lumpuh seumur hidupnya. Dan Ismi harus kehilangan kaki kirinya yang diamputasi, karena kondisi lukanya tidak memungkinkan disambungkan lagi.
Dan yang sangat membuatnya hancur berkeping-keping adalah, saat harus menerima kenyataan pahit kehilangan suami tercinta untuk selama-lamanya. Meninggalkan dirinya dan bayi 10 bulannya menghadapi hari-hari yang semakin berat, hanya tangis dan ratapan pilu yang dia mampu haturkannkepada Tuhan Yang Maha Kuasa.
****
Tidak ada yang mau mempekerjakan wanita cacat yang menggendong bayi lumpuh di tempatnya, mereka sebisa mungkin menolak dengan cara halus ataunpun malah menghinanya dengan kasar.
"Apa yang bisa dikerjakan wanita cacat sepertimu, ha?"
Ismi hanya tersenyum menerima ejekan itu, dia pun pergi dengan terlebih dahulu memohon maaf kepada orang yang menghinanya. Setelah sekian lama kesana-kemari berusaha mendapatkan pekerjaan tidak berhasil, maka Ismi harus memutuskan satu keputusan untuknya dan anaknya agar tetap bisa bertahan hidup. Dia mengajak anak dalam gendongannya meminta-minta di perempatan lampu merah, dengan linangan serta cucuran air matanya dia memohon sedikit uang receh untuk bisa membeli susu anaknya.
Sesungguhnya, Ismi adalah wanita yang berparas ayu, senyumnya berlesung pipit, kulitnya putih bersih, dengan mengenakan pakaian apapun dia sangat pantas. Orang banyak yang tertipu penglihatannya, sedang menggendong bayinya pun mereka masih melihatnya seperti gadis perawan.
Banyak lelaki iseng yang sering menggodanya, bersedia menikahinya asal tidak dengan Anida. Bukannya Ismi tidak butuh kehadiran sosok suami dalam kehidupannya yang sekarang, bahkan jika ada yang menawarinya atau mengajaknya menikah itu anugerah baginya. Tetapi mereka hanya mengiginkan dirinya, tidak menginginkan Anida tercintanya yang lumpuh tidak berdaya.
"Kita titipkan Anida ke Pantai Asuhan saja, aku akan memenuhi semua kebutuhannya disana, asalkan dia tidak berada diantara kita." kata Haji Somat si pemilik kamar kontrakan yang ditempatinya, saat melamarnya untuk menjadi istrinya.
Tentu Ismi menolaknya dengan halus, dia tidak ingin membuat pria beristri tiga itu marah dalam kekecewaanya. Saat itu usia Anida menginjak delapan tahun, wajahnya secantik wajah ibunya, tetapi dia mewarisi kulit coklat dari ayahnya. Suatu ketika, pasti dia akan tumbuh menjadi seorang gadis yang sangat cantik jelita sepertinya.
Dan masih banyak lelaki yang datang mencoba meminangnya, tetapi selalu saja mereka menolak keberadaan putri tercintanya. Hanya satu orang yang sangat di percayainya, orang yang selalu menjadi kawannya mencurahkan perasaan. Orang yang selalu menguatkan hatinya, ketika cobaan mencoba merapuhkannya. Orang yang setia mengantar dan menjemputnya dengan becak reotnya selama meminta-minta, dan dia sungguh sangat ikhlas tanpa memungut pamrih setitik pun. Dialah Walimin, tukang becak tua yang menjadi malaikat dalam kehidupannya.
Pernah selama seminggu Ismi sakit dan tidak bisa mengemis, Waliminlah yang mencukupi kebutuhannya sehari-hari. Juga ketika Anida terkena demam yang begitu tinggi, Walimin juga yang direpotinya untuk mengantarkannya ke klinik kesehatan di tengah malam buta.
Dia juga mengantarkan Ismi ke tempat biasanya mangkal meminta-minta pada pagi harinya, dan menjemputnya pada sore harinya. Dia tidak mau menerima sepeser pun uang sebagai pembalas jasa dari Ismi kepadanya, dia hanya tersenyum dalam sebuah kata.
"Tabungkanlah saja, agar kelak kamu bisa memanfaatkannya."
Kadang dalam hati Ismi bertanya-tanya tentang apa maksud dan tujuan lelaki 60 tahun itu berbuat baik kepadanya, apakah dia sedang mencari simpati darinya, agar kelak dia bersedia menjadi istrinya?. Karena pada sepengetahuannya, Walimin memang tidak memiliki seorang istri. Tentu saja Ismi tidak akan sanggup membayangkan ada niat buruk dalam pribadi yang sangat jujur dan dermawan itu, Walimin adalah satu-satunya lelaki yang selalu memberikannya harapan baik. Pastilah tidak ada setetes pun keinginan buruk dalam hati dan perasaannya, malah mungkin lelaki itu sungguh sangat kasihan dengan.perjalanan hidupnya dan anaknya. Mungkin juga karena didasari rasa cintanya yang tulus kepada dirinya, mungkin Walimin memang benar-benar jatuh cinta padanya. Jika memang seperti itu maksud dan tujuannya, kenapa selama tiga tahun kebersamaan belum juga terucap permohonan Walimin untuk melamarnya?.
Ketika suatu saar keingintahuan dan kepenasarannya tak lagi dapat terbendung, dengan sangat jelas Ismi menanyakan perihal itu langsung kepada sang penarik becak tua itu.
"Kang, kamu sudah berbuat baik kepada aku dan Anida selama ini. Maaf, sesungguhnya apa yang mendasarimu melakukan itu pada kami?" dengan sungguh-sungguh Ismi memperhatikan raut muka di wajah yang keriput itu, Walimin hanya tersenyum.
"Kenapa kamu tanyakan itu, ha? Apakah sekarang kamu merasa menjadi kurang nyaman dengan perlakuanku padamu dan , Anida?"
"Bukan begitu, Kang. Apakah Kang Walimin tidak sedikitpun mempunyai keinginan dan maksud untuk mengajakku menikah, Kang? Kita sudah layak menjadi suami istri, Kang. Kemana-mana kita selalu bersama, dimana ada aku disitu pasti ada Kang Walimin. Anida juga begitu sangat menyayangimu, Kang" kata Ismi sambil membelai rambut Anida yang terlelap dalam gendongannya
Tiba-tiba Walimin memutar becaknya ke arah yang berbeda dengan arah kontrakan Ismi, hal ini membuat Ismi sangat terkejut dan ketakutan. Didekapnya tubuh Anida dengan erat di pelukannya, mungkin kata-katanya tadi telah menyinggung peradaan Walimin. Jika Walimin tersinggung dan marah serta ingin menyelakai mereka, dia akan memohon agar Anida diselamatkan.
"Kang! Kita mau kemana, Kang? Jalan ini tidak menuju ke arah kontrakanku, bukan?"
"Jangan takut, Is. Aku punya satu kejutan untukmu dan Anida, semoga dapat bermanfaat untuk kalian."
"Apa kejutan itu, Kang?"
"Lihat saja sendiri, nanti."
Walaupun telah hilang dari rasa terkejut dan ketakutannya, Ismi sudah merasa lega memandangi wajah tua itu sedang tersenyum dengan ketulusannya.
Becak itu mengarah ke sebuah rumah kosong yang sudah lama ditinggal merantau pemiliknya, di teras rumah itulah biasanya Walimin tidur di setiap malamnya.
Ismi sekejap berfikir, mungkin Walimin ingin mengajaknya bercinta di rumah itu. Dan dia pun jadi tersenyum-senyum sendiri, tiba-tiba merasa sangat malu. Ah, Walimin mana berani mengajaknya begituan, tanpa sengaja memeluk tubuhnya yang hampir terjengkang dulu saja, selama tiga hari Walimin terus meminta maaf padanya.
Meskipun berdebar-debar hatinya dengan bayangan anehnya, tetapi sesunghuhnya dia akan pasrah saja dengan apa yang ingin dilakukan lelaki itu padanya. Tiba-tiba lelaki tua itu menghentikan becaknya di luar pagar rumah, lalu dia bergegas masuk halaman rumah kosong itu sambil berpesan pada Ismi.
"Tunggulah disini sebentar ya, Is!"
"Kang Walimin mau kemana, Kang? Aku takut sendirian di tempat ini!" jawab Ismi setengah berteriak padanya, tetapi lelaki itu hanya melambai dan meneruskan langkahnya. Anida terbangun dari lelapnya oleh teriakan ibunya, Ismi segera memeluk si cantik jelita itu di dadanya.
(Bersambung)
4 komentar:
Yaaa bersambung. Ikut deg degan nih pas Ismi ditinggal kang walimin. Hahaha
apakah Kang Walimin itu orang ODOP? :D
aku tambah deg-degan karena ide konflik bagian II nya belum nemu....
Kang Walimin ODOP tidak menarik becak bukan? hhhhh...
Posting Komentar