Minggu, 05 Mei 2019

Puasa Pertama

Memulai hari dengan situasi yang sama, seakan sudah menjadi lukisan baku di dinding-dinding kisah kehidupanku. Begitu mata terbuka dari lelap yang tidak bermimpi, pandangan pertamaku selalu terarah kepada tembok di atas selonjoran kakiku. Disana tidak ada apapun yang istimewa, hanya seperti warna kusam disekelilingnya saja. Harmoni yang tertangkap panca inderaku selalu sama dari hari ke hari, hanya kali ini nampak agak masih terlalu gelap. Tetapi aku ingat, ini adalah hari pertama puasa ramadhan.

Kumandang nyaring suara teriakan penyiar partikelir, yang dilengkingkan dari pengeras suara surau, dan pengeras masjid,  menguasai udara dan suasana pagi. Pagi yang masih sangat buta, dimana orang-orang hanya mendengarkan, menerawang jengah, lalu mandah dengan segala alur fikiran mereka masing-masing. Jam 00.25.

"Sahuuur! Sahuuur! Saudara-saudari yang ingin melaksanakan ibadah puasa, segeralah melakukan sahuuur!"

Tidak berselang lama, dari ujung jalan yang melintasi depan rumahku, terdengar tetabuhan memekak telinga datang. Dengan nada tidak beraturan, yang keluar dari bebendaan yang ditabuh tanpa intonasi. Ember plastik, jiregen plastik, besi yang beradu bertalu-talu, dan tamborine palsu dari tutup botol Sprite atau Cocacola, ini bukan alat musik, dan lagi mereka bukan para pemusik. Terbayang, betapa menjengkelkannya harus mendengar alunan musik rombeng itu di perbatasan hari.

Inilah, kenapa dulu aku ingin memelihara 10 ekor anjing penjaga perdamaian tidurku. Akan kuhalau segala aktivitas bising-berisik tanpa tatakrama seperti ini, dari kenyamanan istirahat malam sepiku. Aku tersenyum, membayangkan bocah-bocah sepuluh tahunan yang menabuh irama patrol itu, lari terbirit-birit dalam jerit dan raungan ketakutan. Kehiruk pikukan, berhamburan karena dikejar anjing-anjing penjagaku. Hanya sebuah mimpi dari keinginan semu, seseorang pemuja tidur malam sepertiku. Di desaku, tradisi dan etika mengubur segala anganku, mimpiku, juga cita-citaku. Anjing itu bukan peliharaan, dan terlarang hidup di tempat yang Islami ini. What?! Dan siapa gerombolan pemabuk, di lorong-lorong jalanan gelap, yang berpesta pora dalam kebisuan yang menakutkan itu? Juga mereka siapa, para perawan berkerudung yang tiba-tiba hamil tanpa suami itu?, mereka tinggal di desaku yang Islami ini.

Mama mengetuk pintu kamarku. Aku memang hanya tinggal berdua saja dengan Mamaku, yang daya ingatnya sudah mulai melapuk termakan usia secara perlahan.

"Albertus, engkau sudah bangun?" terdengar suara parau Mama, aku segera beranjak dari tempat tidurku. Kemudian membuka pintu kamar, dimana Mamaku tengah berdiri di luarnya.

"Iya, Ma. Aku sudah bangun sedari tadi, akan kusiapkan hidangan sahur kita." jawabku, seraya menuntunnya menuju kursi di meja makan kami.

Setelah itu aku berjalan ke arah dapur, menghangatkan sayur yang sudah kusiapkan sore tadi. Membuat adonan tepung untuk tempe, memotong tempe dengan sangat tipis, kemudian menggorengnya dengan adonan yang sudah kusiapkan. Sementara menunggu gorengan tempe tepungku matang, aku mempersiapkan sambal terasi kesukaan ibuku. Hanya setengah jam saja, hidangan sahur hari pertama kami telah siap. Walaupun, berulang kali Mamaku memintaku memasakkan dendeng daging sapi kesukaannya. Aku hanya mwmintanya bersabar, karena aku belum punya uang untuk membelanjakannya.

Aku, Mamaku, dan mendiang Papaku adalah orang keturunan Tionghwa. Masyarakat sekitar menyebut kami Singkae/Singkek, karena nenek moyang kami memang dari Sin Kae sebuah daerah di dataran China. Umurku sudah 45 tahun, sedang usia Mamaku 75 tahun. Kami keluarga keturunan Tionghwa satu-satunya di desa ini, dan satu-satunya yang beragama Islam se Kabupaten. Dan kami adalah mualaf sejak setahun yang lalu, stelah suatu kejadian mimpi bertautan yang sangat aneh.

Kami, aku dan Mamaku bermimpi pada saat yang sama. Dalam mimpi kami, seseorang berjubah putih mengajari kami kalimat Syahadat. Itu tepat seminggu, sebelum Papa menghembuskan nafas terakhirnya. Papa menderita kanker ganas di perutnya, dimana melihat penderitaannya adalah mimpi buruk buat kami. Papa sering mengerang-erang keaakitan, menggeliat-geliat bagai cacing kepanasan.

Setelah bermimpi secara bertautan, kami ceritakan itu kepada Ustaz Fikri tetangga kami. Alhamdulillah, kami bertiga dengan Papa dituntunnya membaca Syahadat oleh beliau. Semenjak memeluk agama Islam, Papa tidak lagi mengalami kesakitan yang tetamat sangat. Bahkan dia sudah bisa mau makan bubur, dan jus buah-buahan. Seminggu kemudian Allah SWT berkata lain, Papaku dipanghil-Nya dengan kedamaian. Dalam senyum dan ketenangan yang luar biasa, membuat kami yang ditinggalkanerasa tegar dan mengikhlaskannya.

Lamunanku pun buyar seketika, saat seseorang dari luar mengetuk pintu rumah kami.

"Asalamu'alaikum, Kang Albert!" terdengar seperti suara Ustadz Fikri.

"Waalaikumussalaam, Ustadz!" dengan tergesa aku berlari kecil, menuju arah pintu depan rumah kami.

Setelah pintu kubuka, aku lalu menjabat serta mencium tangan kanannya. Beliau tersenyum, seraya menepuk-nepuk punggungku.

"Bagaimana keadaan Mamamu, Bert?"

"Alhamdulillah, beliau baik-baik saja Ustadz. Ada apa gerangan, mari silakan masuk ke dalam."

"Tidak usah, aku hanya sebentar saja. Ini, membagikan bingkisan sahur untuk kalian, terimalah." berkata begitu, Pak Ustadz mengangsurkan sebuah bungkusan. Aku menerimanya dengan perangai senang, setelah itu Ustadz Fikri pun memohon pamit.

Sepeninggal Pak Ustadz, aku membawa bungkusan itu ke meja makan. Alhamdulillah, sewadah dendeng daging sapi kesukaan Mamaku. Seperti yang diimpikan Mamaku seharian ini, dalam puasa pertamanya sebagai muslimah. Tidak terasa menitik air mataku, terima kasih Yaa Allah. Telah Engkau cipratkan anugrah dan kebahagiaan kepada kami, di hari pertama puasa kami ini. Kuatkanlah kami menyelesaikannya, sehingga kami berhak merayakan Idul Fitrimu yang suci. Aamiin.

#RWCOdop
#onedayonepost
#Day1

4 komentar:

Latsih53@gmail.com mengatakan...

Betul kan?
Mbah satu ini memang ahli bikin orang lain hanyut...

Di akhir kisah yang membuat Mak golek...
Dasar Mbah Win...konyol tapi keren...

Aksaramila mengatakan...

Waaah .. besok apa nih ceritanya .. 😁

RinHera mengatakan...

Akhir ceritanya tidak mudah ditebak 😊
Folback my blog: rinhera.blogspot.com

RinHera mengatakan...

Akhir ceritanya tidak mudah ditebak 😊
Folback my blog: rinhera.blogspot.com

Tehnik Membuat Paragraf Awal

Menulis cerita pendek membutuhkan teknik khusus. Kenapa? Kembali ke definisi, cerita pendek adalah cerita yang habis dibaca dalam sekali dud...