Jumat, 14 Juni 2019

Day14

Misteri Sepuluh Potongan Keramik Di Masjid Al Qodar Sumberasih

Oleh: Winarto Sabdo

Pembangunan Masjid Al Qodar terbengkalai, karena kematian Abah Syaif sang penyandang dana. Dia meninggal dunia mendadak, saat menunjukkan contoh keramik masjid yang diinginkannya. Selain sebagai penanggung jawab pembangunan masjid, tanah yang dipakai untuk mendirikannya juga waqaf dari Tetua Desa Sumberasih itu.

Desa Sumberasih terletak di sebuah perbukitan kapur, yang merupakan desa tertinggi di antara 21 desa di Kecamatan itu. Akses menuju kesana sungguh sangat sulit, apalagi saat musim penghujan seperti saat ini. Jalanan yang belum tersentuh aspal, membuat desa diatas bukit itu bagai terisolasi. Apalagi hampir semua penduduk Sumberasih tidak ada yang bekerja di luar desa mereka, lengkaplah keterisoliran desa itu.

Kebanyakan penduduk desa memproduksi kebutuhannya sendiri, menggali batu kumbung (sejenis batu kapur yang keras) untuk membangun rumah, atau mencetak batubata untuk dindingnya. Dan untuk kebutuhan makanan, mereka menanam Padi Gogo di ladang. Termasuk sayur-mayur, juga buah-buahan. Bahkan, sepertinya uang tidak berguna di desa yang subur makmur ini.

Permasalahan baru muncul, ketika Abah Syaif mendapat hadiah pergi haji dari Pemerintah. Karena program penghijauannya pada hutan disekitar Desa Sumberasih, dianggap pemerintah berhasil mengurangi dampak erosi di kawasan hutan itu. Ketika melakukan hajinya itulah, pertama kalinya dia melihat keramik lantai yang sangat indah. Dia membawa pulang secuil potongan keramik hingga pulang kembali ke rumahnya, dan itulah awal terjadinya keruwetan demi keruwetan pembangunan masjid di desanya itu.

Masalahnya dia membawa pulang cuilan keramik dari Arab Saudi, yang tidak akan ditemukan ada pembuatnya di Indonesia. Beberapa orang ditugaskannya mencari keramik yang serupa, baik tekstur dan coraknya. Dan sudah enam bulan lamanya mereka berupaya, satupun tidak ada yang berhasil menemukan keramik serupa itu. Bahkan orang yang dikirimnya ke berbagai pelosok Nusantara, mereka kembali dengan tangan hampa.

Hingga semua warga membuat kesepakatan rahasia, mereka akan mengganti potongan contoh keramik yang diinginkan lelaki tua itu, dengan potongan keramik serupa yang hampir mirip warna dan coraknya.

Hingga suatu hari kehebohan terjadi, Sueb salah seorang utusan dari desa itu berhasil mendapatkan contoh keramik yang diingini Pak Haji. Seisi kampung menyambut gembira kedatangannya, sepanjang perjalan menuju rumah sang tetua dia dielu-elukan bagai pahlawan bangsa. Kedatangan dan keberhasilannya, ternyata lebih cepat terdengar oleh Haji Saif. Seseorang langsung mengabarkan berita bahagia dan kesuksesannya itu dengan berurai airmata.

Haji Saif sudah menunggu kedatangan sang duta, di sebuah kursi di teras rumahnya. Penduduk sekitarpun dengan antisias ikut berdebar-debar hatinya, menunggu kedatangan harapan dan cita-cita mereka yang sudah didepan mata. Masjid mereka akan segera diberi keramik, dan satu-satunya bangunan yang terpasang di desa itu.

Sueb yang tiba dengan diusung oleh para pemuda, tiba di halaman rumah itu. Suasana terdengar semakin gegap gempita, karena mereka saling beebalas takbir.

"Allohu Akbar! Allohu Akbar!" teriak mereka ganti berganti, sahut menyahut, sehingga suasana sakralpun tercipta.

Contoh keramik yang dibawanya dari Kota Surabaya, dibungkus dengan kain kafan oleh Sueb. Diletakkannya diatas kepala, sebagai benguk rasa bangga teehadap perjuangan rekan-rekan sejawadnya. Sampai di halaman rumah, dia segera mengucapkan salam.

"Assalamu'alaikuum!"

"Waalaikumusalaam!" jawab mereka swmua yang hadir disana.

"Kiai, atas berkat do'a dan restu Kiai, Aku berhasil mendapatkan contoh, dari keramik yang anda inginkan!" kata Sueb dengan penuh keharuan, setelah menjabat tangan dan mencium tangan tetua desa itu.

"Alhamdulillah, Eb. Alloh mendengar do'aku, dan juga seluruh warga Sumberasih," jawab sang Kiai, "coba bukalah bungkusanmu itu, agar kita bisa menyerukan hamdallah." jawabnya.

Sueb dengan tangan gemetar mencoba membuka ikatan kain kafan itu, dibantu beberapa orang lainnya. Semua warga yang menyaksikan kejadian itu menahan nafas, tidak ada yang bersuara, bahkan anak kecil digendonganpun terdiam. Akhirnya bungkusan itupun terbuka, memperlihatkan sebuah keramik kehijauan yang mempesona. Terdengar decak kagum dari masing-masing warga, bahkan banyak yang meneteskan air mata. Tetapi tidak dengan Haji Saif, dia tampak tidak menyunggingkan secuilpun senyuman di bibirnya.

"Kamu yakin ini sesuai dengan yang aku inginkan, Eb? tanyanya, semua warga terkejut mendengar pertanyaan Sang Kiai. Hening.

" Iya Kiai, saya yakin. Ini sesuai dengan contohnya." jawab Sueb, sambil menjejerkan potongan keramik yang dipakainya untuk mencari keramik.

Kiai Saif merogoh kantong bajunya, mengeluarkan potongan keramik yang sesungguhnya. Dan meletakkan disamping keramik yang dibawa Sueb, warga sangat terkejut melihatnya. Itu sungguh berbeda, baik corak dan warnanya. Sueb tidak bisa berkata apa-apa, diikuti oleh pencari keramik lainnya mereka memohon maaf atas kejadian yang mereka rencanakan ini. Sang Kiai hanya tetsenyum, mengangguk tanpak telah memaafkan mereka semua.

"Sebaiknya, pegang teguh kejujuran kalian semua. Jika kalian tidak sanggup melakukannya, seharusnya menyampaikannya padaku. Bukan seperti begini caranya, Islam tidak mengajarkan kebohongan, bahkan untuk tujuan mulia sekalipun."

Tiba-tiba orang tua itu jatuh terduduk di kursinya, kepalanya tertunduk. Sia-sia mereka mencoba membangunkannya, karena sang Kiai telah menghembuskan nafas terakirnya.

Maka suasana suka cita itupun berubah menjadi duka cita, semua orang menangisi kepergian tetua, pemimpin, tauladan, dan Imam mereka untuk selama-lamanya.

Hingga saat ini, lantai Masjid Al Qodar di Desa Sumberasih masih tetap berlantaikan semen. Hanya terpasang 9 potongan keramik seukuran ibu jari, dan sebuah lagi seukuran bungkus korek api di tempat Imam. Sebagai penghormatan atas perjuangan Kiai Saif, yang menjadi leluhur desa mereka.

-Tamat-

#RWCOdop2019
#onedayonepost
#Day14

Tidak ada komentar:

Tehnik Membuat Paragraf Awal

Menulis cerita pendek membutuhkan teknik khusus. Kenapa? Kembali ke definisi, cerita pendek adalah cerita yang habis dibaca dalam sekali dud...