Jumat, 14 Juni 2019

Day20

Yang Kembali
Oleh: Winarto Sabdo

Bukan salah mereka lahir dan besar di tempat itu, karena itu adalah sikap dan kepribadian suku Samin. Putra sejati belantara, anak kesayangan hutan. Mereka hidup di sekitaran hutan berabad-abad lamanya, menuruti tuntunan dan ajaran para leluhurnya.

Mereka lahir, besar, dan meninggal di tempat itu. Jika akhirnya mereka tetisolasi dari dunia luar, itu adalah nasip, diantara sikap dan keputusan mereka saja.

Pihak Kecamatan, bahkan Kabupaten bersama pihak Konservasi tidak henti-hentinya membujuk dan menawarkan relokasi. Tetapi seperti sikap suku itu sebelumnya, mereka menolaknya dengan halus kepedulian Pemerintah itu.

Hingga ke masalah komunikasi dan transportasi, menjadi sesuatu yang sangat memprihatinkan disana. Akses jalan menuju kesana sungguh sangat mengenaskan, hanya bisa ditempuh dengan berjalan kaki saja. Jangan menanyakan perihal gawai, hampir tidak ada alat komunikasi disana. Karena listrik sebagai sarana pendukung semua itu, sama sekali belum masuk ke desa mereka. Mereka bahkan belum mengenal Radio, Televisi, DVD, bahkan tidak ada yang memiliki sepeda pancal pun disana.

Itulah sedikit gambaran, untuk mengulas tentang sebuah desa yang bernama Konang. Desa yang terletak di deretan bukit pegunungan kapur itu, adalah satu-satunya desa dari limamereka yang ada sebelumnya disana. Keempat desa lainnya sudah mengikuti program Bedhol Desa pada tahun 80an, salah satu jenis Transmigrasi yang diikuti oleh seluruh penduduk desa, beserta Pamong juga Kepala Desanya. Hanya beberapa orang yang kembalikesa tidak betah dengan lokasi disana, yang lainnya sudah beranak pinak di wilayah baru itu.

Tapi bagai bangau yang terbang dari sarang, mereka tidak akan lupa jalan pulang. Beberapa orang yang berasal dari wilayah gunung kapur itu datang lagi, bukan untuk kembali menetap disana, tapi lebih dari sekedar 'nglumpukna balung pisah' (menyatukan kembali persaudaraan) atau bersilaturahmi saja. Biasanya mereka datang berombongan beberapa keluarga dari Sumatra, kemudian menginap beberapa minggu disana sebelum kembali pulang.

Seperti duabulan yang lalu, mereka memang baru saja kedatangan Mbah Wonodadi. Beliau adalah mantan Kepala Desa disana, sudah hampir 80tahun usianya. Diantarkan putra dan cucu-cucunya, dan memutuskan untuk kembali menetap di desa kelahirannya itu di sampai akhir hayatnya.

Dari beliaulah juga, akhirnya mereka bisa mendirikan sebuah Masjid yang indah dan megah. Berdinding tembok yang kokoh berwarna putih, dan berlantaikan keramik yang sangat indah.

Dan istimewanya adalah, di Masjid Albarru itulah pertama kalinya penduduk mengenal Toilet. Toilet yang berada diluar masjid itu selalu ramai didatangi orang, dari sekedar anak-anak yang tertawa gembira melihat air yang keluar dari kran yang diputarnya. Hingga para orangtua yang mencoba toilet masjid itu dengan berdebar, karena sebelumnya mereka melakukannya di atas rerumputan di pinggir hutan. Atau membuang hajat di Kakus (WC dari tanah yang digali sangat dalam), dan selalu tersiksa dengan aroma permentasi kotorannya yang terdahulu.

-Tamat-

#RWCOdop
#onedayonepost
#Day20

Tidak ada komentar:

Tehnik Membuat Paragraf Awal

Menulis cerita pendek membutuhkan teknik khusus. Kenapa? Kembali ke definisi, cerita pendek adalah cerita yang habis dibaca dalam sekali dud...