Jumat, 14 Juni 2019

Day6

Nissa terjaga dari tidurnya, suara air yang mengucur dari belakang rumahnya telah membangunkannya dari tidur. Sejenak dia mencoba mengingat dengan nalarnya, darimana suara air yang bergemericik itu berasal. Tubuhnya terlonjak kaget, demi menyadari darimana suara air mengucur itu berasal.

"Astaghfirullah, air padasan (gerabah tempat menyimpan air untuk berwudu)!" gumannya dalam hati, kemudian dengan cepat melontarkan dirinya dari tempat tidur.

Dengan langkah berhati-hati dia berjalan meninggalkan kamar tidurnya, dia tidak ingin membangunkan nenek yang tidur di kamar sebelahnya. Berjingkit-jingkit berjalan melewati pintu kamar neneknya, berhenti sebentar untuk memastikan orang tua itu tidak terjaga karena pergerakannya. Alhamdulillah, orang tua itu terlihat lelap dalam tidurnya. Nissa memang hanya tinggal berdua dengan neneknya, setelah semenjak bayi dia ditinggalkan kedua orang tuanya menghadap Sang Pencipta. Nenek adalah satu-satunya gantungan hidupnya, pengganti kedua orangtuanya.

Melewati kamar nenek, Nissa masih mengendap-endap mendekati pintu belakang rumahnya. Menggeser pengganjal pintunya, dan langsung keluar menuju pekarangan belakang rumah. Suasana masih teramat gelap, bahkan dia tidak mampu mengira itu jam berapa. Dengan meraba dinding bambu di sebelah kanan pintu rumah, Nissa menemukan senter kecil yang selalu diletakkan di tempat itu. Benda itu pun dinyalakannya, sehingga alam sekitar yang terjangkau cahayanya terlihat jelas. Suara gemericik air itu sudah tidak lagi terdengar, tetap saja gadis 9 tahun itu ingin mencari tahu penyebabnya. Dengan bantuan cahaya dari lampu senter kecilnya, perlahan dia berjalan menuju tempat padasan itu berada.

Ketika sampai di tempat yang ditujunya, dia sungguh sangat terkejut dengan apa yang dilihatnya. Padasan itu sudah dalam keadaan kosong, semua airnya mengucur terbuang karena lepas penyumpat lubangnya. Padahal seperti biasanya, air yang ada seharusnya masih cukup untuknya berwudu, juga nenek, ketika Shubuh datang.

Ini bukan berita bagus, karena berarti dia dan neneknya tidak akan bisa mengambil air wudu ketika waktu Shubuh datang. Mengisinya kembali? Itu yang sedang difikirkannya, karena dia harus mengambil air dari pancuran di pinggiran desa.

Nissa tidak ingin nenek kesulitan mengambil air Wudu, ketika hendak melaksanakan ibadah sholat. Tetapi untuk mengambil air di pancuran selarut ini, bukan ide yang bagus untuk anak kelas III SD itu. Sesaat bocah itu berfikir dalam sunyi, membiarkan angannya melayang. Andai saja orangtuanya masih ada, tentu masalah seperti ini tidak terjadi pada dia dan neneknya.

Hampir saja gadis kecil itu menangis, karena merasa tidak akan mampu menyelesaikan permasalahannya. Tiba-tiba sorot cahaya senter dari arah samping rumahnya, menyoroti sekujur tubuhnya. Gadis itu terkejut, tetapi tidak bisa melihat siapa yang sedang menyorotkan senter kepadanya. Hingga sebuah suara, terdengar memanggil namanya.

"Nissa?! Kamu sedang apa malam-malam begini ada diluar rumah, ha?" suara itu dikenalinya, suara Pak Wali Min tetangga depan rumahnya.

Nissa tidak menjawab, tetapi justru berlari mendekati Pak Guru di sekolahnya.

"Saya akan pergi ke pancuran mengambil air, Pak." jawab gadis kecil itu, setelah sampai didepan orang itu.

"Kenapa kamu mau mengambil air selarut ini, Nis?"

"Padasanku sumbatnya lepas, Pak. Jadi semua air didalamnya habis terbuang, ketika kami terlelap tidur."

Pak Wali segera memahami apa yang terjadi, di kegelapan dia tersenyum melihat tekad bocah perempuan kurus itu.

"Kamu tidak perlu pergi jauh-jauh ke pancuran, Nis. Di rumah Pak Wali kan sudah pasang PDAM, aku akan membawakanmu beberapa timba untuk mengisi padasanmu itu." kata Pak Guru, sambil menepuk bahu bocah yang masih ternganga tidak percaya itu.

"Benarkah itu, Pak?"

"Tentu saja benar, kemarikan timbamu itu. Sementara itu, tolong kamu terangi jalannya saat aku membawakanmu air."

"Baiklah, terima kasih Pak!" seru Nissa kegirangan, padahal dia tadi sudah mau menangis sebelum kedatangan Pak Wali. Dia takut mengambil air ke pancuran, selain itu tempatnya jauh, sedangkan dia harus mengatur cahaya senter dan membawa timba yang berat berisi air. Sekarang dia bisa tersenyum lega, karena pertolongan Alloh sudah berlaku padanya. Hanya sebaris rasa syukur terucap dari bibir mungilnya, diantara langkah riang mengikuti langkah Pak Wali mengangkut air mengisi padasannya.

"Terima kasih ya Alloh, telah Kau kirimkan seorang baik hati untuk mengisi padasanku. Aamiin!"

-Tamat-

#RWCOdop2019
#onedayonepost
#Day6

Tidak ada komentar:

Tehnik Membuat Paragraf Awal

Menulis cerita pendek membutuhkan teknik khusus. Kenapa? Kembali ke definisi, cerita pendek adalah cerita yang habis dibaca dalam sekali dud...