Jumat, 14 Juni 2019

Day7

Seusai menjalankan ibadah shalat Ashar, Eny Siswanti segera bergegas menuju dapurnya. Inilah waktunya, untuk mempersiapkan hidangan berbuka puasa. Atas kesepakatan dengan suaminya Winarto Sabdo semalam, dia akan menghidangkan satu menu makanan tradisional. Sayur asem daun ubi jalar dan kacang panjang, dengan taburan taoge yang banyak didalamnya. Juga sambal terasi pereng/kehitaman (karena proses penggorengan), yang sudah lama tidak dihidangkannya.

Semua bahan memasak telah tersedia, yang sebelumnya dia simpan semua di lemari pendingin. Satu bahan yang belum ditemukannya adalah terasi mentah, yang baru tadi pagi dibelinya pada tukang sayur langganannya. Dimana dia menyimpannya? Mungkinkah benda itu tidak ikut disimpannya dalam kulkas?

Terasi itu masih terbungkus plastik seukuran sabun mandi, pagi tadi dia baru saja membelinya seharga 50ribu. Terasi Sidoarjo (salah satu kabupaten di Jawa Timur, yang terkenal dengan produksi terasi andalannya) yang paling terkenal keasliannya, dan rasanya yang melegenda. Hampir sepuluh menit dia mengobrak-abrik seisi dapurnya, tapi benda itu tidak juga ditemukannya.

Tiba-tiba tercium aroma terasi yang digoreng sampai di dapurnya, dari arah dapur rumah Bu Hasanatun tetangganya. Hidung Eny tidak akan tertipu, karena dia sudah sangat hafal aroma  khas dari terasi Sidoarjo ini. Ketika digoreng, aroma yang keluar darinya sangat berbeda dengan jenis terasi apapun.

"Apakah yang digoreng Bu Hasanatun itu, adalah terasi miliknya yang hilang?" tanya hati Eny, sambil terduduk lemas di sebuah kursi disisi meja makannya.

"Apakah seseorang dari keluarga Bu Hasanatun menyatroni dapurnya, kemudian mengambil terasi itu dari lemari pendinginnya?" sebuah tanya berkecamuk di fikirannya, membuatnya menutup muka dalam-dalam.

Bu Hasanatun adalah tetangga yang tinggal di sebelah rumahnya, seorang janda dengan lima orang anak kecil. Yang tertua duduk di kelas VI SD, dan yang terakhir masih belum disekolahkan walaupun umurnya sudah waktunya. Wanita 40 tahun itu sehari-harinya bekerja sebagai pemulung sampah, sambil menggendong si bungsu mengorek tempat sampah di sekitaran pemukiman itu.

"Astaghfirullaahalaziim!" Eny mengakhiri fikiran buruknya itu, setan telah membelokkan prasangkanya menuduh dan menjelekkan tetangga baiknya itu.

Selama ini, justru hanya kepada Bu Hasanatunlah dia selalu meminta pertolongan saat membutuhkan. Kepada tetangga lain dia tidak mungkin mengharapkan bantuan, karena seperti juga rumahnya... rumah tetangganya juga berpintu gerbang sangat tinggi, pun setiap hari tertutup rapat dan tergembok rapat.

Terdengar pintu gerbangnya dibuka, sebentar kemudian terdengar suara mobil Winarto Sabdo suaminya memasuki garasi rumah. Eny masih terduduk gemetaran, karena telah berfikiran buruk kepada tetangga terbaiknya.

"Assalamu'alaikuum!" terdengar suaminya mengucapkan salam, ketika membuka pintu depan untuk masuk ke dalam rumah.

"Waalaikumusalaam!" jawab Eny, yang masih terduduk gemetar di dapurnya.

Winarto merasa aneh, karena tidak seperti biasa istri tercintanya itu tidak menyambut kedatangannya. Mencium tangannya, serta melepaskan jas dan dasinya. Merasa ada sesuatu yang tidak biasa, lelaki 45 tahun yang menjadi direktur Bank Sami'an itupun bergegas ke dapur. Mendapati istri tercintanya tengah terduduk lemas di meja makan, dia segera menghampirinya dengan was-was.

"Sayang, kamu kenapa?!" tanyanya.

Eny segera mencium tangan kanan suaminya, kemudian memintanya duduk berhadapan dengannya. Kemudia wanita cantik itu menceritakan, perihal kehilangan terasinya hingga prasangka buruk kepada tetangganya.

"Astaghfirullah, Sayang. Tadi sebelum berangkat ke kantor, aku melihat seekor kucing membawa bungkusan plastik warna merah. Dia keluar dari dapur rumah kita, tapi menjatuhkan benda itu di belakang roda  elakang mobilku. Ketika benda itu dijatuhkan, aku segera memungutnya." cerita suaminya.

"Plastik merah seukuran sabun mandi, Mas?" tanya Eny tampak terkejut.

"Iya, Sayang. Baunya seperti terasi, kupikir kucing itu mengambilnya dari tempat sampah dapur kita. Mungkin daging busuk, yang sengaja kau buang karena tidak layak makan. Aku ambil tissu dari dalam mobil, kemudian bermaksud melemparkannya ke tempat sampah depan rumah kita," Winarto menghentikan ceritanya, sambil mencoba melonggarkan ikatan dasi yang membelenggu lehernya, "Ketika kulemparkan, aku tidak menyadari Bu Hasanatun ada di sekitar tempat itu. Dan segera berbalik arah menuju garasi kembali, tetapi Bu Hasanatun segera mengikutiku dan memanggilku."

"Apa yang terjadi kemudian, Mas?"

"Dia bertanya padaku, apakah benda dalam bjngkusan plastik merah itu dibuang? Aku mengiyakannya, dan mengijinkan dia memanfaatkannya, Karena katanya, benda itu sangat berguna untuk keluarganya."

Tiba-tiba tangis Eny pecah berderai, dengan gemetar dia memeluk tubuh suaminya dengan gemetaran.

"Aku berdosa telah berprasangka buruk kepada Bu Hasanatun, Mas! Aku telah menyangka, salah satu dari keluarganya mengambil bungkusan terasi itu di rumah kita! Antarkan aku untuk meminta maaf kepadanya, Mas!" raung dan tangis penyesalan yang dalam, dihamburkannya dalam pelukan lelaki pujaannya itu.

"Baiklah, sebentar lagi waktunya berbuka. Kita pergi ke rumah Bu Hasanatun untuk meminta maaf, sekalian kita ajak seluruh keluarga mereka untuk berbuka di luar bersama. Dan karena kamu sudah batal karena menangis, sekarang minumlah segelas air untuk meredamkan emosimu itu."

Eny tersenyum malu kepada sauaminya, memukul pelan pundak lelaki itu sebelum pergi ke kamar mandi.

Pukul lima sore, Eny dan suaminya sudah berada di rumah Bu Hasanatun. Setelah prosesi permohonan maaf yang mengharu biru, berpeluk-pelukan bagai suasana hariraya. Mereka lalu pergi ke kota, menuju sebuah rumah makan padang yang sangat terkenal. Semua bebas memilih menu makanan yang tersedia, boleh memesan minuman apapun yang disuka. Sungguh, suasana seperti begini bagaikan suasana surga yang penuh bahagia. Semua bersukacita, bersukaria, tidak ada dendam, hanya jiwa-jiwa yang bersyukur atas karunia-Nya.

-Tamat-

#RWCOdop2019
#onedayonepost
#Day7

Tidak ada komentar:

Tehnik Membuat Paragraf Awal

Menulis cerita pendek membutuhkan teknik khusus. Kenapa? Kembali ke definisi, cerita pendek adalah cerita yang habis dibaca dalam sekali dud...