Sabtu, 29 September 2018

Membalas Cinta Miyabi

Entah siapa orang yang pertama kali memanggilnya Miyabi... Kepada wanita gemuk berkulit hitam legam, yang setiap hari berkeliling menjajakan kue. Bukan hanya pemuda usil saja yang memanggilnya begitu, bapak-bapak, emak-emak,  bahkan anak kecil pun memanggilnya begitu. Sangat aneh memang, dan sangat mustahil... Membandingkan wanita dia, dengan artis adult movie Jepang itu. Seperti antara bumi dan langit, yang seorang laksana surga... Lainnya seperti neraka. Hwahahaha!!! (tawa jahat)

Konon... Wanita itu berasal dari wilayah timur Indinesia, yang secara khusus datang ke Nganjuk ini. Mencari kekasih tercintanya, yang telah merampas kehormatannya dua tahun lalu. Pencariannya sia-sia, karena dia tidak memiliki alamat serta kejelasan apapun tentang kekasihnya. Dia hanya ingat, kekasihnya pernah bercerita tentang Nganjuk. Sempat lontang-lantung selama sebulan, karena kehabisan uang... Dia tidur di emperan toko, sampai akhirnya ditolong oleh Pak Haji Winarto yang baik hati. Miyabi, dimintanya menempati bangunan bekas rukonya. Bahkan, Pak Haji Winarto yang rajin membantu sesama itu... Memberikanya modal usaha, sehingga Miyabi dapat mempertahankan hidupnya.

Setiap hari, antara jam 09:00 sampai jam 11:00... Dia berjualan di sekolah dasar, diantara para ibu yang menunggui anaknya. Pukul 13:00 dia berjualan gorengan di sudut pasar, atau kadang di halte bus antar kabupaten.

Miyabi... Sebenarnya adalah sosok yang menyenangkan, orangnya murah senyum, ramah, pandai bergaul, dan humoris. Satu lagi, logat bahasanya yang khas orang timur itu... Selalu memancing senyum, dan tawa pendengarnya. Semua orang dipanggilnya Ipar (kakak), ibu-ibu dipanggilnya mama, dan memanggil orang tua dengan Oma Opa. Terdengar hebat sih, tapi terasa aneh. Pak Partijan jadi Papa Partijan, Ibu Wakinah jadi Mama Wakinah.

"Hei... Papa Partijan, benar jadikah kau menikahi... Mama Wakinah, kemarin itu?"

"Opa Selamet (Slamet).. kau mau belikah gorenganku,ini"

"Ipar... antarkanlah aku, menuju ke Gereja hari Minggu"

Hanya seorang saja yang tidak dipanggilnya seperti itu, dia adalah Mukiyo sang pujaan hati. Miyabi dan Mukiyo... Mereka dipertemukan dalam ketidak sengajaan, ketika sama-sama mengikuti Kebaktian di Gereja. Mukiyo, adalah satu-satunya laki-laki yang mendengarkanya, satu-satunya laki-laki yang tidak menertawakan logat bicaranya, satu-satunya laki-laki yang sangat mungkin menjadi kekasihnya... Karena mereka seiman. Miyabi dan Mukiyo beragama Nasrani, nama asli Miyabi adalah Bernardetta Saba Omen, dan nama Mukiyo adalah Petrus Ngademin. Petrus Ngademin dipanggil Mukiyo, karena pernah menjadi gelandangan di kota ini... Sebelum Haji Winarto, mempercayakan sehektar sawahnya sawahnya kepada dirinya.

Setiap selesai berjualan, Miyabi selalu menyempatkan diri mampir di rumah Mukiyo. Jika Mukiyo belum pulang dari bekerja, dia akan menunggu sambil tiduran di teras rumah itu.

Hari itu sangat istimewa, dia membawakan makanan untuk kekasihnya itu. Semangkuk Papeda yang dibuatnya dari tepung sagu, dan semangkuk sayur ikan bumbu kuning khas daerahnya. Dia sudah membayangkan... Mukiyo akan menyukai hasil masakannya itu, dan pujian-pujian yang indah akan diterimanya nanti. Senyum Miyabi terhenti, ia melihat di kejauhan... Mukiyo sedang membonceng seorang wanita. Miyabi berdiri dari tempatnya, menyambut kedatangan lelaki itu. Memandang cemburu sang wanita, wanita itupun memandanginya dengan tajam.

"Sudah lama berada di sini, Bi?" tanya Mukiyo seraya menyandarkan sepeda tuanya di pohon Turi.

"Sudah lama, Kakak" jawab Miyabi sambil melempar pandang, pada wanita itu, "Siapa wanita ini, Kakak. Mengapa dia bersamamu, Kakak?"

Mukiyo mendekati wanita itu, menggamit lenganya... Mengajaknya mendekati Miyabi, lalu menyuruhnya bersalaman.

"Inilah adikku satu-satunya," kata Mukiyo lembut

"Elisabeth Wantiyem," kata wanita itu lembut.

"Bernardetta Saba Omen," sambut Miyabi sambil memeluk calon adik iparnya itu penuh haru, ia menyesal telah berprasangka buruk kepadanya.Mereka bertiga pun segera duduk bersila, diantara makanan yang dibawakan Miyabi tadi. Semua mengambil posisi berdo'a, Mukiyo pun mulai membacakan do'anya :

"Tuhan kami yang di surga, terima kasih atas makanan ini. terima kasih telah memberikan kami kesehatan, terima kasih telah memelihara hidup kami... Dengan nama Bapa, Putra, dan Roh Kudus, dimuliakanlah namaMu. Amen"

Mereka pun menikmati hidangan sederhana itu, dengan penuh rasa syukur. Mukiyo tersenyum bangga, karena dapat membalas cinta Miyabi yang sungguh besar kepadanya.



Nganjuk, 30 September 2018

Tidak ada komentar:

Tehnik Membuat Paragraf Awal

Menulis cerita pendek membutuhkan teknik khusus. Kenapa? Kembali ke definisi, cerita pendek adalah cerita yang habis dibaca dalam sekali dud...