Senin, 15 Oktober 2018

Kliwon Dan Pengembara Tua

"Adhuh! Mulai lagi deh!" gerutuku dalam hati. Pertengkaran demi pertengkaran terjadi di rumah ini, hampir setiap hari. Tdak pagi, tidak siang, tidak malam, selalu mereka bertengkar. Ada saja, masalah yang tiba-tiba bisa menyulut pertengkaran. Seperti malam itu  Narto sang suami, mengomentari bau rambut Nining istrinya yang lupa tidak dikeramasi.

"Masalah rambut belum dikeramas saja langsung jadi masalah, ini jadi gak rencana bercintanya, ha?!" Nining berseru kecewa pada suaminya.

"Aaahhh! Males... mending pergi keluar saja, aku!" berkata suaminya sambil buru-buru merapikan pakaiannya. Dan buru-buru juga keluar dengan wajah kesal, membanting pintu kamar dengan kerasnya. Hampir saja aku terpelanting jatuh, kalau saja tidak kuat peganganku di atap kamar itu.

"Dasar! Orang gila!" aku meneriaki yang mulai keluar meninggalkan rumah, sambil bersungut-sungut. Seekor temanku merayap mendekatiku, dia adalah Cicak Pengembara. Dialah satu-satunya cicak, yang hampir pernah menyinggahi setiap rumah di desa ini. Usiannya mungkin sudah tua, tetapi rasa keingin tahuaanya begitu kuat. Dia adalah rujukan, para cicak untuk mencari makan. Hampir semua tempat dia tahu, termasuk rumah penyimpan keranda di dekat makam. Aku memanggilnya Abang, karena nada bicaranya yang seperti berlogat Batak. Konon, itu karena dia punya istri seekor cicak di rumah orang Batak.

"Ada apa gerangan engkau mengumpat keras kali, hai Keliwon?" dia bertanya dengan logat bataknya yang dibuat-buat.

"Namaku Kliwon, Bang. Bukan Keliwon," kataku sembari menangkap nyamuk teler yang tidak sadar hinggap di dekatku, Nyamuk itu pasti mabuk, karena asap obat nyamuk bakar yang memenuhi semua sudut kamar itu.

"Alaaah, engkau jangan terus-menerus memperotes gaya bicaraku lah. Sama saja lah Keliwon atao Kelawon, yang penting bukan Keliwat saja kan... hahahaha!" dia malah menertawai ketidak senanganku.

"Ada apa engkau mengumpat tadi, ha?" dia mengulang pertanyaannya, kali ini dia tidak menyebutkan namaku.

"Sebel dengan suami wanita itu. Bang. Marah-marah, pakai banting-banting daun pintu segala. Hampir terpelanting jatuh aku, dibuatnya"

"Hahaha! Engkau belum juga terjatuh, sudah mengumpat macam itu. Bagaimana kalau sampai jatuh? Engkau akan memukul kepala lelaki itu? Hahaha!" jawabnya tergelak-gelak, sungguh malam ini si Abang terlihat sangat tidak menyenangkan bagiku.

"Kenapa si suami wanita itu marah-marah pula? Engkau tahu penyebabnya, kah?" tanyanya lagi, kali ini dia tampak serius sekali. Sementara itu, aku melihat wanita itu sedang memainkan handphone. Sebentar kemudian, terdengar dia sedang bercakap-cakap dengan seorang pria. Aku dapat memastikan itu adalah suara pria, karena memang cicak memiliki pendengaran yang sangat peka.

"He Keliwon! Aku sedang bertanya pada engkau, engkau malah asyik memandangi wanita berkerudung itu!" hardiknya membuyarkan pandanganku pada wanita itu.

"Iya, Bang. Si suami marah sama istrinya, karena istrinya tidak mencuci rambutnya tadi sore, si suami terganggu dengan bau rambut istrinya, Acara bercinta mereka pun gagal, si suami pergi sambil marah-marah, begitu ceritanya" aku mencoba menjelaskannya dengan singkat. Kulihat Abang baru saja menangkap nyamuk, yang terbang mrndekati moncongnya. kemudian menelannya dengan puas.

"Hanya permasalahan sepele macam begitu, mereka sudah menjadi ribut," katanya, sambil membasahi bibir kakunya dengan ludah panjangnya, "Padahal aselinya, mereka sudah tidak saling mencintai lagi satu dengan lainnya"

"Kenapa Abang berkata seperti itu? Dari mana Abang tahu, mereka sudah tidak saling mencintai lagi?" tanyaku terkejut, sambil memandangi wajahnya yang tampak seperti wajah cicak-cicak lainnya itu.

"Tidak percaya engkau? Pergilah ke rumah paling ujung sana, ke rumah janda yang bersebelahan dengan persawahan itu"

"Rumah yang terletak di ujung jalan itu? Rumah yang berjauhan dari rumah tetangga lainnya itu? Rumah Natasya Wihluman itu?" tanyaku memastikan, "Emang kenapa, Bang?"

Cicak tua itu terkekeh-kekeh, pandangannya menerawang.
"Jika engkau ada di sana pada saat ini... engkau akan tahu apa yang dilakukan suaminya di sana, dengan janda penyanyi dangdut itu. Mereka sudah lama berselingkuh dibelakang istrinya, sungguh kasihan wanita itu" berkata begitu pandangannya tertuju pada wanita berhijab di bawahnya, yang tampak sedang merapikan seprei tempat tidurnya itu.

"Kenapa kasihan padanya, Bang? Wanita itu, sebenarnya juga sudah lama selingkuh dengan lelaki lain" kataku, memandang benci pada wanita itu. Abang tampak terkejut, hampir saja dia terjatuh saking terkejutnya. Untunglah, dia menempel dengan erat di plafon kamar itu.

"Apa?! Wanita berjilbab itu juga berselingkuh?!"

"Emang gak boleh? Abang pernah bercerita tentang Ustadz Kipli, yang tidur bersama Janda Pak Haji Klamudin, ingat?" tanyaku padanya, coba membangkitkan memorinya.

"Aih mengacau engkau ini, Ustadz Kipli itu kan sudah menikahi Sirri Ibu Hajah Maksiati... jadi lain ceritanya, lah. Yang aku lihat dari wanita ini adalah kesholehahannya, dia rajin beribadah, rajin mengaji, dia juga berhijab, menutup auratnya dari pandangan yang bukan mahramnya" tiba-tiba saja kata-kata Abang, sudah seperti Ustadz Kipli yang sedang berkotbah di mushola desa. Jangan-jangan,  si Abang ini adakah Cicak Islam yang menyamar? tanyaku dalam hati.

"Abang lihatlah sendiri, sebentar lagi... seorang lelaki yang ditelponnya tadi akan datang. Mengendap-endap di luar jendela, mengetuk jendela tiga kali, itu isyaratnya. Lalu wanita itu akan membukakan jendelanya, mempersilahkan kekasihnya itu masuk ke dalam kamarnya"

"Ah benarkah itu? Engkau jangan berkata tifak benar kepadaku, he Keliwon!"

"Mari merayap di balik bayangan lemari itu, Abang akan dapat dengan jelas mendengar percakapan mereka" kataku sembari berjalan merayap ke arah sudut kamar, Abang mengikuti rayapanku.

Seperti dugaanku, dari luar kamar aku mendengar langkah kaki, berhenti tepat di samping jendela kamar. Terdengar tiga kali ketukan, dan wanita berjilbab merah itu segera mematikan lampu kamar. Membuka kedua daun jendela kamarnya, dan membantu seseorang masuk ke dalamnya. Setelah itu dia menutup kembali pintu jendelanya, merapikan gordennya, kemudian menyalakan lampu kamar. Dan memabg benar, dua adalah kekasih gelap wanita itu 

Dua orang berlainan jenis itupun berpelukan, seakan memendam rindu yang begitu dahsyatnya.

"Mas Leo kenapa lama sih, Nining kan sudah kangen" rengek wanita itu di pelukan kekasihnya.

"Maaf sayang, seperti biasa... aku menguntit kepergian suamimu dulu, memastikan kemana dia pergi. Setelah dia masuk ke rumah Natasya, dan setelah aku dengar mereka bercumbu rayu. Aku segera bergegas kemari sayang, sepertinya suamimu bakal menginap lagi di rumah janda itu sayang" kata Leo nampak gembira, sambil membelai wajah wanita pujaannya itu.

"Jadi, kita bisa bercinta sepuasnya malam ini, ya sayang?" sambut Nining yang bergelayut manja di tubuh kekasihnya.

"Iya sayang, kita akan menikmati malam yang panjang ini sepuas-puasnya" jawab Leo, dengan tanpa menghentikan aktifitas tanganya... di sekujur tubuh kekasihnya yang menggelinjang-gelinjang itu.

Abang hanya terdiam di balik bayang-bayang lemari tua itu, tampak wajahnya sangat kecewa. Dia menyadari, ternyata selama ini dia tidak berhasil menilai karakter dari wanita berhijab itu. Wanita yang tampak lugu, pemalu, tidak suka bergunjing, tidak suka berghibah, ternyata justru malah suka berzinah. Aku mendekatinya, mengibaskan ekorku ke punggungnya.

"Sudahlah, Abang. Hal semacam ini sudah menjadi kehendak yang Maha Pencipta, kamu jangan kecewa dengan penilaianmu yang keliru. Bagi kami, segenap anggota Persatuan Cicak Seluruh Indonesia, khususnya di Anak Ranting Desa Talang ini... Abang tetap selalu jadi Cicak Panutan, cicak terbaik yang pernah Tuhan ciptakan. Sekarang pulanglah, istri Abang yang setia Ibu Makmahan sudah menanti kedatanganmu. Terima kasih, sudah menjadi teman ngobrol yang menyenangkan malam ini" kataku memberinya semangat kembali padanya. Cicak tua itupun mengangguk, tersenyum padaku. Merayap pergi dalam kegelapan malam. Meninggalkanku dalam  selarik do'a
"Yaa Tuhan, lindungilah aku dari godaan Manusia dan Cicak. Aamiin."

(Tamat)





Tidak ada komentar:

Tehnik Membuat Paragraf Awal

Menulis cerita pendek membutuhkan teknik khusus. Kenapa? Kembali ke definisi, cerita pendek adalah cerita yang habis dibaca dalam sekali dud...