Sabtu, 13 Oktober 2018

Parman Di Kamar Warsini

Painah berlari dengan kencang, menyusuri jalan setapak di pinnggiran desa itu. Dia berlari seperti orang kesetanan, mulutnya tertutup rapat... nafasnya tersengal, matanya menatap tajam penuh kemarahan ke arah bukit. Bagai orang kehilangan akal dia berlari, gelungnya terlepas... rambut panjangnya teturai tidak beraturan, terbawa getaran tubuhnya yang sedang berlari. Wakijan dan Suparno yang berpapasan dengannya mencoba bertanya, namun dihiraukannya. Painah terus berlari menuju ke arah bukit, beberapa kali tampak tubuhnya hampir terjengkang ke rerumputan... tapi dia terus berlari.Dua orang yang penasaran itu pun, segera mengejar laju Painah di belakangnya.

"Kenapa, Painah berlari seperti orang kesurupan begitu Kang?" tanya Suparno yang berlari di samping Wakijan

"Aku pun kurang tahu, No"

"Jangan-jangan, dia memang sedang kesurupan Kang!"

"Hush! Jaga bicaramu, No! Kita jangan suudzon dengan perkara yang nelum kita ketahuinkebenarannya. Kita ikuti saja kemana tujuannya, jika nanti membahayakan... baru kita bertindak" kata Wakijan di sela larinya, Suparno pun mengangguk setuju. Mereka melanjutkan larinya, mengikuti lari Painah yang hampir tak terkejar lagi.

D isepanjang jalan setapak itu, semakin banyak orang yang penasaran dengan kelakuan Painah yang aneh itu. Maka semakin banyaklah orang yang ikut mengejarnya, bahkan sebagian orang mengikutinya dengan sepeda pancal.

Meskipun mereka tidak memperoleh jawaban dari Painah, tetapi mereka tahu kemana arah tujuannya. Jalan setapak ini, adalah jalan satu-satunya menuju rumah Warsini, janda cantik yang kesehariannya menjadi tledek tayub ( penari pada kesenian tradisional gamelan yang khas dari kabupaten Nganjuk ). Mereka juga tahu Parman dulu adalah bekas suami Warsini, dia menceraikan Warsini setelah mendapat kepastian dari dokter... bahwa wanita itu, dinyatakan tidak akan bisa mempunyai keturunan. Mandul. Dan hari ini Parman dimintai tolong, untuk membetulkan genteng rumah Warsini, yang beberapa buah melorot tertiup angin semalam. Sepertinya Painah sudah melarang suaminya kesana, karena dia masih cemburu dengan mantan istri suaminya itu. Painah dan Parman memang baru saja menikah sebulan yang lalu, setelah 3 tahun Paiman hidup menduda. Tetapi... tujuan dari tingkah Painah saat ini, mereka yang sedang mengikuti lari Painah... tidak ada yang tahu.

Ini sebenarnya bermula ketika, Painah sedang mencuci beras dan sayuran di belik (pancuran air yang muncul dari sela bebatuan) di ujung desanya. Sedanh asyik mencuci sayuran, tiba-tiba datanglah Saimah istri Wakijan tetangganya, biasanya mereka berangkat ke belik berbarengan.

"Kok telat, Mah?"

"Iyo, Nah. Ke rumah Warsini dulu... dia lagi kurang enak badan katanya, aku disuruhnya memasak sebentar" kata Saimah tanpa memandang wajah sahabatnya itu. Mendengar nama wanita yang dibencinya itu disebut, memerahlah wajah Painah. Dia ingat suaminya sedang berada di rumah janda itu, apa benar suaminya sedang membetulkan genteng si janda gatel iru? Tanya hatinya, yang tiba-tiba berfikiran yang tidak-tidak tentang suaminya.

"Kamu lihat Kang Parman disana, Mah?" tanyanya, pada sahabatnya yang sedang sibuk mencuci sayurannya itu. Dengan tanpa menoleh, Saimah menjawabnya.

"Iya lihat..."

"Ngapain dia?"

Sebenarnya Saimah tidak begitu "ngeh" dengan pertanyaan sahabatnya itu, dia mengira Painah sedang bertanya tentang Warsini.Maka dengan pelan dia menjawabnya.

"Pareman di kamar, sejak ku tinggal pulang tadi"

"Apa Parman di kamar?!" tanya Painah dengan suara bergetar, dia sedang membayangkan suaminya itu sedang di kamar mantan istrinya itu.

"Iya... pareman di kamar..."

Saimah tidak melanjutkan kata-katanya, karena dia melihat Painah sudah berlari sambil meraung-raung, meninggalkanya yang kebingungan.

Laju lari Painah semakin dekat ke tujuan, rumah Warsini sudah tampak di depan mata. Pintu depannya terbuka, sehingga Painah dengan mudah dapat memasukinya. Dia berteriak-teriak memanggil nama suaminya. Tiga pintu kamar yang tertutup berhasil didobraknya, tinggal satu kamar lagi. 

Sementara itu, orang banyak sudah sampai pula kebrumah iru. Melihat Painah yang berteriak histeris, beberapa orang segera menenangkannya.

"Keluar kau wanita sundal! Perebut suami orang! Kang Parman! Kang Parman!" teriak Painah di depan sebuah pintu kamar yang tertutup, di tidak berhasil mendobrak pintu itu karena terkunci, dan karena orang-orang telah memegangi tubuh kecilnya.

"Ada apa, Nah?!" tanya Wakijan sambil tetap memegangi tubuh wanita yang meronta-ronta itu. 


"Parman di kamar! Parman di kamar!" teriaknya sambil menunjuk ke arah pintu kamar yang tertutup.

"Parman di kamar? di kamar ini? Siapa yang bilang?" tanya Suparno yang membantu Wakijan memegangi tubuh wanita itu.

"Saimah yang bilang Kang... dia pagi tadi kesini... dia melihat Kang Parman di kamar bersama Warsini..." jawab Painah di sela tangisnya.

"Eh... bukanya Warsini sedang di Kinik Desa? Katanya dia sedang sakit, ketika aku pulang... dia baru saja antri" terdengar suara dari kerumunan, tetnyata Paijo yang berkata. Seketika tangis Painah terhenti, ketika dia melihat suaminya turun dari tangga. Parman terpaksa turun, karena mendengar keributan di dalam rumah itu. Painah segera memeluk tubuh suaminya, yang dipenuhi keringar bercucuran itu.

"Kang Parman, kamu tidak di kamar bersama Warsini kan?" tanyanya sambil berurai air mata, betapa dia sangat mencintai lelaki itu. Dia akan bunuh diri saja, jika benar suaminya masih berhubungan dengan wanita itu.

"Kamu ini kenapa, Nah? Siapa yang bilang aku sedang di kamar Warsini?" tanya suaminya, sambil membelai rambut istrinya itu dengan lembut. Sebelum sempat menjawab pertanyaan suaminya, Painah melihat sahabatnya Saimah menerobos kerumunan. Dengan gampang dia langsung menunjuk hidung wanita itu, seketika ramailah orang mencemohnya. Wakijan dengan segera melindungi istri tercintanya, dari cemoohan orang-orang.

"Dengarkan dulu penjelasan istriku! Jangan main cemooh saja!" seru Wakijan pada semua, yang langsung terdiam dalam seribu bahasa. Saimah pun menceritakan, tentang percakapannya dengan Painah tadi waktu bertemu di belik.Tudak ada yang ditambahi, atau pun sengaja ditutup-tutupinya. Dia menegaskan lagi jawabannya, yang kemungkinan telah membuat Painah salah faham.

"Aku bilang pareman di kamar, karena kusangka dia sedang menanyakan tentang Warsini" kata Saimah dengan percaya diri

"Pareman???" hampir bersamaan mereka terkejut, "Pareman artinya sedang memakai param???"

"Iya, aku menjawabnya begitu. Karena memang, aku sedang melihat Warsini mamakai param di dalam kamar. Mungkin terdengar di telinga Painah... Parman di kamar" dengan gamblang Saimah bercerita.

"Oooohhh! Jadi seperti itu???"
serentak mereka yang disitu sudah memahaminya. Tampak Painah yang tersipu, membenamkan wajahnya di dada suaminya.

Sementara Warsini yang pulang dari berobat di Klinik Desa terkejut, karena dirumahnya terlihat banyak berkerumun. Dia mengira telah terjadi sesuatu pada Parman, karena dia menitipkan rumahnya pada pria itu... ketika dia pergi ke klinik tadi.

"Ada apa, ramai-ramai di rumahku ini?" tanyanya kebingungan.
Suparno segera dengan cermat, menceritakan semua yang sudah terjadi di rumah itu. Gaya bahasanya yang kocak, sering membuat yang lain terbahak-bahak.

"Seperti itulah kejadianya, Tuan Putri" Suparno mengakhiri penjelasannya, sambil membungkukkan badanya. Semua pun tergelak dengan ceria.

Warsini mendekati Painah, yang sudah tidak lagi dalam pelukan suaminya. Memegang tangannya sambil berkata,

"Dik Painah, aku dan Kang Parman tidak lagi mempunyai hubungan apa-apa. Aku sudah menganggapnya seperti kakakku sendiri, seperti saudara layaknya," kata Warsini dengan lembut, "Bahkan, sangat kebetulan sekali kalian ramai-ramai ada di rumahku ini. Karena ada seseorang yang akan kuperkenalkan, pada kalian semua" katanya seraya tanganya melambai pada seseorang pria, yang tadi mengantarkannya berobat. Pria itupun berjalan ke arah Warsini, penampilannya sungguh menawan, tampan, gagah, dan mengenakan baju yang rapi. Semua wanita yang hadir disitu berdecak kagum, melihat penampilan orang itu.

"Kenalkan semuanya, ini adalah Mas Winarto kekasihku... bulan depan dia akan menikahiku" kata Warsini dengan bangganya.

Tiba-tiba terdengar suara orang terjatuh ke lantai, bunyinya berdebuk mengagetkan semua yang ada.

"Partijan pingsan!" terdengar seseorang di belakang berteriak, seorang lagi berusaha membangunkan dengan menepuk-nepuk pipinya, "Jan! Bangun Jan!"

"Kenapa dia pingsan?" tanya Warsini panik.

"Dia pingsan karena mendengar, kamu akan menikah dengan Mas Winarto!" teriak seseorang dari belakang.

"Kenapa bisa begitu?" tanya Warsini lagi.

"Yaiya lah, dia kan naksir kamu setengah mati! Semoga setelah bangun dia tidak bunuh diri!" kata yang lainnya, disambut gelak tawa semua yang ada. Wakakakakak.

Akhirnya Warsini membuat syukuran dadakan di rumahnya, Painah dan lainnya turut membantu mempersiapkan,makanan dan minumannya. Semua kembali ceria, kembalj bahagia.

Tidak ada komentar:

Tehnik Membuat Paragraf Awal

Menulis cerita pendek membutuhkan teknik khusus. Kenapa? Kembali ke definisi, cerita pendek adalah cerita yang habis dibaca dalam sekali dud...