Minggu, 07 Oktober 2018

Tsunami Telah Merenggut Anak Kita

Wanita itu berlari di tebaran pantai yang basah. Angin meriapkan rambut putihnya yang basah. Memandang batas cakarawala dengan hati yang gundah. Yang dinantikannya hari ini akan datangkah?

"Kanda! Nahkoda bertuah!" teriaknya dalam selaksa pasrah.

Debur ombak menyentuh ujung jemarinya tak terasa. Sudah dilaluinya sepanjang hari sepanjang masa. Namun tak jua terlihat bayang bahtera kekasih kerinduannya, tempat dimana dia akan menyampaikan berita.

"Kanda! Nahkoda bertuah, datanglah!"

Anak yang dikandungnya dulu kini pernah tumbuh dewasa. Seperti dirinya pun merindukan pengukir raganya. Tetapi gempa tsunami telah melenyapkan nyawanya.Tergeletak mayatnya nun jauh di ujung desa.

"Kanda! Nahkoda bertuah, pulanglah!"

Kekasih tetap datang ke pinggir pantai ingin memberi tahu. Kepada dia yang telah berlayar berpuluh tahun lamanya. Tubuh rentanya masih tetap setia menunggu di ujung dermaga, Tunaikan janji indah yang akan mengikat jiwanya menyatu selamanya.

Rindu yang tiada terbantah. Menghajar raga yang telah renta. Berteriak kepada luasnya samudra. Pada kekasih hatinya yang ada di balik cakrawala. Berjanji mencarikan harta untuk meminangnya.Menjadibisri sang nahkoda bertuah sang bajak samudera.

"Kanda! Nahkoda bertuah, maafkanlah!"

Kerangka tua itu pun rapuh. Ambruk tak bernyawa di tepian segara. Dibelai angin senja yang meraung dengan dahsyatnya.Dilingkupi temaram jingga yang marah. Rindu menguburnya bersama kesetiaan. Ombak berontak. Deburnya menyeret raga tua nan tiada berdaya. Menghantarkannya ke dasar samudera. Menyatukannya dengan belulang  kekesih yang dinantikannya. Dia telah binasa.

Tidak ada komentar:

Tehnik Membuat Paragraf Awal

Menulis cerita pendek membutuhkan teknik khusus. Kenapa? Kembali ke definisi, cerita pendek adalah cerita yang habis dibaca dalam sekali dud...