Jumat, 19 Oktober 2018

Vidia

Angin berhembus pelan, mengusap pepohonan, menggugurkan dedaunan. Hawa dingin menusuk kulit, merasuk kedalam jiwa, membekukan hati. Udara begitu sejuk, melingkupi SMP Negeri Kotamobango Timur. Dalam sebuah ruang kelas VIII... Vidia hanya duduk diam, memandangi teman-temannya dari balik jendela. Bola matanya berkeliaran kesana kemari mengikuti kemana teman-temannya pergi. Perasaannya bercampur antara gundah dan bahagia. Dia melirik cowok yang duduk di sudut belakang ruang kelas, sambil malu-malu Vidia pun tersenyum. Cowok itu membalas tatapan dan senyumnya, Vidia pun berpaling... pipinya bersemu merah, mata beningnya berbinar-binar. Diambilnya secarik kertas, di tulisnya sajak-sajak puisi seindah mungkin. Sebelum ia menyimpan kertas itu, ia kembali melirik cowok itu. Navy... cowok teman sekelasnya itu, beberapa hari ini mengusik jiwanya.

Vidia sudah mulai tumbuh menuju gadis dewasa, meski kini baru 13 tahun. Dia mulai senang bercermin... memperhatikan penampilannya, sebelum pergi kesekolah. Tetkadang... ia melenggang kesana kemari di depan cermin dengan seragamnya, memastikan penampilannya sudah layak pergi ke sekolah.

Vidia hanyalah gadis belia biasa, sama seperti gadis seusianya. Seperti yang lainnya, dia juga tengah menghadapi krisis pubertas. Dia sudah mulai tertarik dengan lawan jenisnya. Kadang ia malu-malu melirik Navy, yang entah dari mana mulai masuk ke dalam hati dan pikirannya. Kadang ia merindukan cowok itu menghampirinya, sekedar menanyakan pekerjaan rumah.  Kadang ia ingin menyentuhnya,  sekedar berjabat tangan mungkin. Kadang ia ingin duduk bersama teman-temannya, mulai membicatakan tentang "keistimewaan"cowok itu. Tetapi kuat-kuat di tepisnya keinginan itu. dia membiarkan jiwanya bergemuruh, hanya satu yang diingatnya. “Tuhan sudah mempersiapkan orang yang tepat untuknya”. Vidia pun tersenyum dalam hati, karena sesungguhnya dia juga belum memahami kata-kata ini. Dia hanya menyadari hatinya sedang jatuh cinta, hatinya sedang berbunga-bunga. Dan mereka mengetahuinya, Vidia sedang jatuh hati dengan Navy sang Genius Man. Navy sang pemain basket. Navy si anggota band "Kotimbo" milik sekolahnya. Tetapi dia selalu menyembunyikan perasaannya itu, meskipun dia juga merasa Navy juga tertarik padanya.

Vidia sering harus menolak ajakan teman-temannya, untuk sekedar jalan bersama sepulang sekolah. Hatinya masih begitu malu, dia belum terbiasa dengan perasaannya. Meskipun dia tahu... Navy ada di antara mereka, tetapi dia belum bisa melakukannya. Dan ketika esok.paginya mereka bercerita, tentang pengalaman jalan mereka... Vidia hanya bisa tersenyum saja.

****

Hari itu hujan rintik-rintik membasahi desa tempat Vidia tinggal. Entah dari mana asalnya, Vidia tiba-tiba merasa gundah. Dia berulang-ulang memeriksa isi tasnya, memastikan perlengkapan sekolahnya tidak ada yang tertinggal. Ia bolak-balik memeriksa PR-nya, dan tugas prekeryanya. Semua sudah yang seharusnya, tapi dia tiba-tiba merasa tidak siap berangkat ke sekolahnua. Dia merasakan sesuatu akan terjadi, tetapi dia tidak yakin apa itu. Maka dengan terpaksa, dia kalahkan perasaannya.

Vidia melangkahkan kakinya, meninggalkan rumahnya yang hangat, menempuh perjalanan ke sekolahnya yang berjarak sekitar 2 Km, hujan mengguyur tubuh kecilnya, langkahnya kadang-kadang gontai, dia kadang-kadang kesulitan menahan payung berwarna ungu yang melindunginya dari hujan. Angin sesekali bertiup agak kencang, nyaris menerbangkan payung yang dipegangnya. Tetapi, bahkan angin kencang dan rintik hujan pun tak mampu menghentikan langkah kakinya. Sampailah  dia disekolah, tak ada yang berbeda, tak ada yang berubah, semuanya sama. Tak ada yang menakutkan hari itu.  Navy juga ada di tempatnya, disudut belakang. Sesekali di liriknya
cowok yang tampan itu. Dari bangku di sudut kelas, Navy melemparkan senyum untuknya. Dan seperti biasanya, pipi Vidia pun merona merah.

Ketika jam pelajaran berakhir, Vidia dan tiga orang temannya tidak segera pulang. Mereka hari ini bertugas membereskan kelas, salah satu kegiatan rutin di kelasnya,  juga kelas-kelas lainnya. Ika dan Rahma teman piketnya itu sedang sibuk menata meja kursi Guru, dan menghapus papan tulis. Sedang dia dan Hanifah bertugas membereskan korden, dan bangku siswa. Saat akan menutup korden kaca kelas, tiba-tiba dia melihat Navy duduk du kuar kelas... tepat memandang ke arahnya, dia pun tersipu malu. Dalam hatinya bertanya-tanya, mengapa si tampan itu belum pulang juga? Kemudian Vidia melihat Ika tergesa keluar kelas, setengah berlari menghampiri tempat Navy berada. Vidia terus memandangi dua temannya itu bercakap, selertunya membicarakan sesuatu yang serius. Sejurus kemudian Ika telah kembali masuk ke dalam kelas, Vidia juga menyaksikan Navy yang mulai beranjak pergi melintasi halaman sekolah.

"Ada apa dengan Navy, Ka?" Vidia mendengar suara Rahma bertanya, "Bela-belain sampai nunggu kita piket segala?"

"Sebenernya, Navy itu mau ngomong sama Vidia. Eh malah aku yang di japri, disuruh menyampaikan pada dia!" mendengar namanya disebut Ika, Vidia pun menoleh ke arahnya.

"Dia ngomong apa, Ka?" tanyanya.

"Hari ini adalah hari terakhir Navy bersekolah disini, karena besok akan pindah bersekolah ke Jawa" semua nampak terkejut mendengar jawaban Ika, terlebih Vidia yang mengagumi teman sekelasnya itu.

" Benarkah?!" tanyanya dengan perasaan sesak di dadanya, hampir saja dia tak dapat membendung air matanya. Dia memalingkan wajah dari teman-temannya, sambil menyeka air mata yang sudah mengembang di pelupuknya. Tak urung, perbuatannya itu diketahui juga oleh teman-temannya. Rahma merangkul bahunya, seraya bertanya.

"Kamu menangis ya, Vid?"

"Ah tidak... tadi mataku terkena debu, saat melepas ikatan korden itu" jawab Vidia tersenyum kecut.

"Dan, Navy mengajak kita semua ini ke cafe selepas piket. Dia akan berpamitan dengan kita di sana, mungkin" kata Ika lagi, "Kamu ikut, Vid?"

Vidia tersentak, di situasi yang tidak seperti ini  pasti ditolaknya. Tapi ini adalah demi pertemuan terakhir dengan pujaan hatinya, dia mengangguk dengan mantap, "Ya, aku ikut!" jawabnya pasti.
Mereka pun segera mengakhir piket mereka, kemudian peegi menuju cafe dimaksud.

Sepanjang jalan Vidia hanya melamun, hari-hari yang membosankan tanpa Navy lagi. Sanpai-sampai dia tidak mebdengarkan, aoa yang mereja percakapkan seoanjang jalan itu. Tahu-tahu sampailah mereka ke cafe di ujung jalan itu. Vidia melihat Navy sudah di sana, masih dwngan seragamnya. Gadis muda itu segwra menghampirinya, tidak ikut ketiga sahabatnya memwsan makanan minuman. Duduk di depan tempat kursi yang diduduki Navy, oemuda tanggung utu pun tetsenyum.padanya. Senyum yang selalu membuatnya melayang, tetapi tidak kali ini.

"Benar, kamu akan pindah sekolah Vy?" tanyanya langsung, yang ditanya tampak terkejut dan menjadi salah tingkah. Vidia jadi merasa heran, ini bukan Navy yang di kenalnya selama ini. Sementara itu... ketiga temannya sudah selesai memesan untuk mereka semua, kemudian duduk di kursi sekitar Vidia.

"Sebenarnya, ini rencana kami untuk bisa mengajakmu jalan bersama, Vid. Navy sudah menolak rencana ini, tapi kami yakinkan dia untuk menyetujuinya. Kami hanya ingin sekali saja, bisa mengajakmu keluar. Navy tidak akan kemana-mana besok, juga besoknya lagi, bahkan setahun kemudian pun, dai tidak akan pindah kemana-mana" kata Ika sambil mwnggenggam tangan Vidia, yang sudah berkaca-kaca.

"Jadi, kalian lakukan semua ini demi aku?" tanyanya lirih.

"Iya, Vid. Karena kami juga tahu, kamu dan Navy saling menyukai... kenapa tidak janjian saja di tempat ini?" kata Rahma disambut tawa berderai mereka semua. Tawa ABG jaman Now.

1 komentar:

Uky mengatakan...

Typo terus 🤣🤣🤣

Tehnik Membuat Paragraf Awal

Menulis cerita pendek membutuhkan teknik khusus. Kenapa? Kembali ke definisi, cerita pendek adalah cerita yang habis dibaca dalam sekali dud...