Kamis, 20 Desember 2018

Novel Suraida Sudah Terbit

Suraida dengan bahagia menghempaskan tubuh kecilnya ke atas springbed, dia masih belum meyakini seutuhnya atas berkah... juga kasih sayang, yang diterimanya hari ini. Wajahnya tampak berseri-seri, selalu nampak senyum diujung bibir kecilnya. Kejadian di sekolah tadi pagi, masih menari-nari di matanya.

Pak Suradi, guru Bahasa Indonesia memanggilnya ke Ruang BP ketika jam istirahat. Semua mata mereka yang berdiri di sepanjang lorong menuju Ruang BP, menatapnya dengan pandangan bertanya-tanya. Karena sebelumnya, namanya dipanggil melalui pengeras suara.

"Perhatian! Siswi bernama Hessa Suraida, kelas XII IPS-2. Harap segera menemui Bapak Suradi, di Ruang BP!" begitu bunyi panggilan, yang entah berapa kali diulang-ulang.

Di selasar kelas XII IPS-1, dia bertemu Vidia teman sekelasnya... sedang mengobrol dengan Betran, sosok favorit, dan juga idola di sekolahnya. Seorang pemuda genius langganan ranking 1, juara olimpiade bahasa, juara beberapa lomba even kepenulisan, baik tingkat Kabupaten maupun Provinsi.

Membawa team basket sekolah, menjuarai  Pekan Olahraga Pelajar, dan juga menjadi juara pencak silat pelajar tingkat nasional. Belum lagi dia haffiz penghafal Al-qur'an, dan qori yang bersuara merdu.

Sungguh suatu prestasi yang sangat luar biasa, untuk ukuran bocah tinggi kerempeng itu. Sangat wajar, jika seantero sekolah ini mengidolakannya. Juga Suraida, hanya saja... mereka terlihat seperti 'Tom dan Jerry' saja layaknya.Suraida bahkan marah atau pura-pura marah, jika namanya disebut sebagai salah satu 'penggemar' Betran.

Vidia menyapanya dengan pertanyaannya,"Ada apa,Da? Kenapa Pak Suradi memanggilmu? Apa kamu belum mengerjakan tugas resume?"

"Tidak tahu aku,Vid. Aku sudah mengerjakan semua tugas Bahasa Indonesia, sebaiknya aku segera kesana. Sebelum perawan tua itu, memanggil-manggilku lagi!" jawab Suraida. Perawan tua yang dimaksud Suraida adalah Julaika, pegawai TU berumur 30 tahun yang senang betul memposisikan diri sebagai 'penyiar'.

Suraida, yang sudah bermaksud melanjutkan langkah kakinya. Tetapi dia mengurungkan niatnya, karena mendengar Betran menimpali obrolannya dengan Vidia

"Mungkin, nagih uang SPP!" Suraida terkejut dengan kata-kata Betran, dia menoleh sinis pada pemuda dambaan semua cewek di sekolahnya itu.

"Apa Lu bilang, nagih SPP? Kalau bener gue ditagih uang SPP, nagihnya juga pake surat resmi kelles. Lagian, kenapa juga Pak Suradi ngurusin pembayaran SPP? Konyol Lu!"

Betran terkejut melihat reaksi Suraida yang begitu sinis, dia hanya tersenyum kikuk sambil memandangi gadis berkerudung itu. Suasana menjadi tegang, seperti sudah tidak kondusif lagi. Untung dengan lihainya, Vidia menengahi, pembicaraan yang berpotensi menuai konflik itu.

"Sudah! Mending Lu cepetan cabut deh, Da. Apa pengen nama Lu dipanggil lagi, sama Julaikah?"

Suraida tidak menjawabnya, terakhir dia memandang wajah Betran. Pemuda Idola semua siswa itu hanya menunduk, tidak berani menatap matanya yang masih terlihat nanar.

Ruang BP tampak lengang, hanya terlihat Pak Suradi duduk di balik meja bimbingan. Melihat Suraida sudah memasuki ruangan, Julaikah segera beranjak dari meja penyiaran. Memandang sebal pada Suraida, lalu memberi isyarat pamit keluar ruangan pada Pak Suradi.

Setelah mendapat isyarat 'diijinkan', gadis gemuk berkacamata itupun pergi meninggalkan ruangan. Pak Suradi membuat isyarat lagi, kali ini mempersilakan Suraida untuk duduk di kursi di depannya.

"Kamu terkejut ya, Bapak panggil kemari? tanya pria 45 tahun itu sambil tersenyum simpul. Suraida pun membalas senyum itu, dan mengangguk perlahan.

"Iya, Pak. Saya terkejut sekali, kenapa saya dipanggil."

"Bapak ingin membicarakan perihal novelmu, yang kamu ingin saya editori. Aku sudah membacanya, tapi karena sedang sibuk mengurusi Ujian Akhir Semester. Maka naskah itu kulimpahkan kepada orang lain, yang kuanggap mampu mengerjakannya," katanya sembari memilah beberapa tumpukan dokumen di mejanya, "Seperti permintaanmu, setelah selesai direvisi naskah itu langsung kukirimkan ke penerbit."

"Lhah?! Siapa yang jadi editornya, Pak?" tanya Suraida masih dalam keterkejutannya, bagaimana mungkin naskah novelnya sudah sampai ke penerbit... tetapi dia tidak tahu siapa editornya, siapa dia?.

"Betran Aliando Ahmad, dia tidak bercerita padamu?" kata Pak Suradi yang kali ini juga nampak terkejut,"Hanya dia di sekolah ini, yang kepiawaian menulisannya sangat mumpuni. Karena itu aku percayakan naskah novelmu padanya, untuk diedit dan direvisi."

Suraida ingin pingsan saja rasanya, dia tidak tahan membayangkan 'nasib novelnya' di tangan pemuda itu. Mungkin ada beberapa bagian yang dikuranginya, atau beberapa bagian yang ditambahinya. Atau mungkin, dia malah sudah merubah semua nama tokoh dalam ceritanya?. Suraida tiba-tiba merasa sangat patah hati, dia ingin marah, ingin ngamuk, dia sungguh sangat kecewa. Dia ingin berteriak sekuatnya, 'Tiiiiidddaaaaaakkk!!!'.

"Ida! Kamu melamun, ya?" tiba-tiba suara Pak Guru Bahasa Indonessia itu menyadarkan lamunannya, dia menunduk dengan tersipu, tersenyum malu dibalik ujung kerudungnya.

"Ini ada surat 'Bukti Terbit' dari penerbit, ini lima eksemplar cetakan novelmu, dan ini bukti sirkulasi novelmu di seluruh Nusantara," kata Pak Suradi sambil menyodorkan beberapa dokumen dalam amplop coklat yang besar, dan setumpuk novel bersampul sangat indah di depan Suraida,"Ilustrasi cover dan isi, Betran sendiri yang mengerjakannya."

Dengan terkejut Suraida segera menyambar salah satu novel di depannya, dengan tergesa dia membuka lembar pemberitahuan. Tertulis disana:

Suraida Lestari
Sang Idola/Suraida Lestari
Editor: Betran Aliando Achmad
Jakarta, Republik Penerbit, 2018

ISBN: 978.602.8997.90-1
I. Judul        II. Betran Aliando Achmad

Ditetbitkan oleh:
Republik Penerbit, Jakarta
Anggota IKAPI DKI Jakarta.

Suraida terbelalak tidak percaya dengan apa yang dibacanya, ternyata Betran sangat membantu sekali atas terbitnya novel ini. Pemuda itu tidak mengirimkan naskahnya ke penerbit indie, tetapi justru ke penerbit mayor yg juga menerbitkan karya novelis besar Terei Liyei. Dan di akhir tulisan, Betran menambahkan satu quote yang indah.

"Idolamu, adalah seseorang yang engkau kagumi sepanjang yang kau ketahui tentangnya. Kenalilah hatinya."

Perasaan Suraida begitu campur aduk, dimulai dari pertentangan kecil yang membuat hatinya sebal tadi. Lalu, rasa curiganya yang tidak terbukti pada Betran. Dan kini, benih kekaguman semakin tumbuh dan kuat melingkupi hati sanubarinya. Dan kemungkinan besar, Betran sudah faham tentang 'tokoh Wisky sang idola' di dalam novelnya itu, sehingga dia menambahkan quote di halaman akhir novelnya. Betran ingin dia menyelami hatinya?.

"Dan ini, chek senilai Rp.10.000.000 dari penerbit, yang kontrak kerjasamanya sudah di tandatangani Betran untukmu" kata-kata Pak Suradi tak dihiraukannya lagi, dia segera menghambur keluar ruangan. Berlari sekencang-kencangnya, smbil menyerukan sebuah nama, "Betraaaan!"

Seluruh sekolah pun seketika heboh milihat tingkahnya, dia berlari seperti orang kesurupan. Setiap kelas dimasukinya, setiap lorong dilaluinya. Tetapi, sosok yang dicarinya tidak juga ditemukannya.

Tiba-tiba Vidia sudah memeluk tubuh Suraida, yang sudah mulai bercucuran air mata di wajahnya. Suraida balas memeluk tubuh sahabatnya itu dengan sangat kuat, menangis lepas di bahu sahabatnya itu.

"Mana Betran, Vid!" serunya diantara tangisnya.

Dari kerumunan siswa terdengar seseorang menyahut,"Lu nyari gue, Da?" Betran keluar dari kerumunan, melangkah perlahan menuju tempat Suraida dan Vidia berpelukan.

Suraida segera melepaskan pelukannya dari tubuh Vidia, lalu menghamburkan tubuhnya ke pelukan Betran. Kembali menangis haru dalam pelukan idolanya itu. Semua yang berkerumun segera memberikan aplause, beberapa 'resse men' langsung berkomentar.

"Ini hari patah hati SMA kita!" disambut derai tawa mereka semuanya.

Setelah mereka saling melepaskan pelukkannya, Betran berkata pada Suraida.

"Maaf, gue sengaja tidak memberitahu Lu. Tapi gue selalu berkoordinasi dengan Pak Suradi  tentang novelmu, alhamdulillah sekarang novelmu sudah terbit. Selamat, ya!" kata Betran sambil mengulurkan tangannya.

Suraida memandang wajah Betran dengan lekat, dia tidak menyambut tangan itu. Tetapi malah kembali menghambur memeluk tubuh cowok pujaannya itu, lebih kuat dengan berbagai perasaannya yang berkecamuk. Pelukan seorang fans kepada Idolanya.

Dengan berbisik lirih Suraida berkata,"Lu sudah tahu tentang 'siapa' sang idola yang gue maksud dalam novel gue itu, kan?"

"Gue sudah tahu itu adalah gue, dan perlu elu tahu 'sang idolamu' itu sama sekali belum punya pacar... dia bahkan bukan playboy, atau pemberi harapan palsu seperti yang lu sangkakan dalam novelmu itu. Gue masih jomlo, tau!" Betran berbisik juga ditelinga Suraida lembut.

Suraida semakin jatuh hati pada cowok idola itu, setelah mendengar bisikkannya. Atau sebelum mendengar bisikkannya pun, dia sudah jatuh cinta.

"Lu mau jadi pacar gue?" bisik Betran kemudian, yang langsung dijawab Suraida dengan lembut dan malu-malu.

"Iyaaaa...gue mau"

Suraida juga Betran yang berpelukan tidak menyadari, ternyata kerumunan teman-temannya itu sudah mengepung mereka. Setapak demi setapak mereka melangkah mendekati Suraida dan Betran yang asyik berdiskusi, tanpa mereka sadari. Bahkan percakapan mereka pun terdengar sangat jelas, tidak ada rahasia lagi. Suraida dan Betran resmi berpacaran.

Sorak sorai mereka membuyarkan keasyikannya, mereka pun masing-masing menjadi tersipu-sipu. Mereka akhirnya bubar juga saat mendengar bel masuk berdering, juga Suraida dan Betran... mereka berjalan menuju kelasnya masing-masing.

Sepulang sekolah, Suraida dan Betran mampir di kedai bakso. Sebelum dengan sepeda motor trailnya, Betran mengantarkan kannya pulang ke rumah. Suraida tak berhenti mencubiti pipinya, di sepanjang perjalanan masuk ke dalam gang menuju rumahnya. Dia mengulas banyak senyum manis di bibirnya, di dadanya terdekap novel pertamanya Sang Idola. Suraida tertawa sendiri, karena tiba-tiba terlintas di fikirannya:
"Andai saja novel ini berjudul Sang Idola Kekasihku"

Tamat.

2 komentar:

Triang MarTan mengatakan...

Kok pas part akhir aku yang malu2 ya ndan 😂😂

Winarto Sabdo mengatakan...

kalau yang baca jadi malu... apalagi yang nulis ndan Triang...

Tehnik Membuat Paragraf Awal

Menulis cerita pendek membutuhkan teknik khusus. Kenapa? Kembali ke definisi, cerita pendek adalah cerita yang habis dibaca dalam sekali dud...