"Filmnya bagus, kita nonton Student Show yuk!" kata Sitanala saat mengeluarkan sepedanya dari tempat parkir sekolah.
"Ke Balai Budaya (nama gedung bioskop di Nganjuk) lagi?, kapan-kapan pergi yuk ke Mustika atau Perdana." jawab Lasmianastasia dengan wajah memelas.
"Di Mustika gak ada student show, bayarnya full. Di Perdana? Pengen donor darah sama kepinding?" kelakar Agik, sambil menerima setir sepeda yang diangsurkan oleh Sita kekasihnya.
Aku pun menerima sepeda dari Lasmianastasia kekasihku, dan langsung beraksi di sadelnya.
"Jadi, kemana nih tujjan kita?" tanyaku pada semuanya. Mereka saling berpandangan satu dengan lainnya, sebelum Sitanala mengambil kepurusan.
"Ke Arjuna Studio Photo dulu, ya?!"
" Foto lagi? Dua hari lalu kita baru saja berfoto bersama?" protes Lasmianastasia.
"Kemarin itu kita pakai seragam putih Abu, kita foto pakai seragam Pramuka" Sitanala tidak mau mengalah.
"Kita mejeng di depan SMAM yuk?!" kata Agik penuh semangat.
"Pengen ketemu mantan?" tukas Sitanala gusar. Agik nyengir kuda, sufah ketahuan itikad buruknya.
"Apa ngepam (mejeng juga) di bangjo (traficlight) saja?" saranku, yang kemudian disambut dengan keheningan.
"Ke Arjuna saja!" akhirnya, pilihan Sitanala juga yang menang.
Meninggalkan halaman belakang sekolah, inilah salah satu kisah perjalanan madol (main dolan) kami.
Beriring-iringan kami bersepeda ke arah timur sekolah kami, Agik berboncengan dengan Sitanala, dan aku dengan Lasmianastasia. Ini adalah petualangan kesekian kalinya, padahal di kelas sedang berlangsung mata pelajaran.
Melewati perempatan Terminal Anjuk Ladang, kami semakin nenggila. Sepeda kami parkir di antara traficlight yang menyala merah, dan kami berjoget denhan iringan cemooh dan caci maki orang yang berkendara. Kami baru bergegas menepi, setelah lampu menyala hijau. Oh senangnya, nafas kami terengah-engah nikmat.
Perjalanan kami lanjutkan menuju ke timur, masuk Jalan Panglima Sudirman. Mampir sebentar ke Bakso Pak No di depan SMA Muhammadiyah, menikmati bakso kerikil yang murah meriah dan es teh pelega dahaga. Tentu saja hanya kami pengunjung yang berseragam, karena memang ini masih jam pelajaran sekolah.
Akhirnya madol kami sampailah ke kawasan terminal, kami membikin ulah dengan membuat kebisingan dengan bel sepeda. Banyak yang menertawai kami, karena aksi seperti itu dirasa lucu. Seorang Polantas mendekati kami, dan itu adalah entah yang keberapa puluh kalinya kami alami.
"Kalian bolos, ya?" tanya Pak Polisi dengan tegas.
"Tidak, Pak! Kami sedang diutus Bu Guru menjilidkan buku." jawabku berbohong, biasanya ini akan mengakhiri percakapan regulee itu. Dan itu benar lagi, Pak Polisi itu pun ngeloyor pergi.
Bukan itu saja kehebohan kami, setelah puas beebuat keonaran di sekitaran alun-alun. Kami membuat keonaran di SMADIP sebelum pergi ke Arjuna Photo Studio, kemudian membuat keonaran di SMA Cakra.
Pukul 13.00 kami sudah sampai di Balai Budaya, terlihat sudah ramai juga dwngan kehadiran pelajar-pelajar sekolah lain. Kami menonton student show, tidak peduli apa judulnya. Kami hanya butuh kegelapan ruangan bioskop itu untuk bercumbu, menyalurkan keinginan yang memang sedang tinggi-tingginya. Cukup dengan Facesex (berciuman), dan beberapa gerangan, elusan, dan remasan sebagai variasi. Dan kami pun kehilangan kata-kata, saat keluar dari gedung bioskop itu. Masih terbawa euforia sesaat di dalam ruangan tadi, bahkan selalu saja Lasmianastasia mengunci mulutnya sepanjang perjalanan pulang. Dan kami beepisah di tempat mangkal Mikrolet di perempatan Guyangan (nama desa), aku dan Agik naik Mikrolet. Dan mereka melanjutkan perjalanan menuju rumah masing-masing, dengan lemas mengayuh sepeda mereka.
Itulah sekelumit kisahku di SMABAG (SMA PGRI Bagor, Nganjuk. Tahun 1990.
Untuk mengenang kepergian sahabat terbaikku : Agus Widianto/Agik (1970-2009), dan mengantar rasa kangenku teruntuk: Sutik (Sitanala) dan Lasmiati (Lasmianastasia)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar