Minggu, 17 Maret 2019

Lelaki Sepantaran Bapak

Dita baru saja menghempaskan diri di pojok kasur di kamar tidurnya, ketika terdengar dering notifikasi dari gawainya. Dia tidak segera menanggapinya, perasaan gerah lebih dirasakannya, setelah melalui gang menuju rumahnya yang terik sepulang kuliah. Disentakkannya dengan lembut kerudung warna pink yang dikenakannya, sehingga tampaklah gelyng kecil perapi rambut panjangnya.

Gawai itu berdering kini, terdengar nada panggilan khusus dari nomer yang paling dibencinya. Dengan gerakan sangat malas dia meraihnya, yang tergeletak di atas meja sampung laptopnya. Dengan dua kali usap, maka tersambunglah panggilan itu.

"Assalamu'alaikum, cantik!" terdengar suara seseorang nun diseberang sana.

"Waalaikumusalaam... ada apa sih, Kakek?." balasnya terdengar ketus.

"Kamu sudah pulang kuliah? Sudah nyampai rumah?" tanya yang dari kota Nganjuk terdengar.

"Iya, sudah pulang. Alhamdulillah, sudah sampai rumah yeu!"

"Yaudah langsung istirahat saja, ya. Atau kalau lagi ada tugas, kerjain dulu baru tidur."

Aaarrrggghhh!!!
Perasaan gemas tiba-tiba mengacaukan suasana hati Dita, siapa dia sampai merasa berhak mengatur-atur kehidupannya. Dengan cepat diputuskannya panggilan itu, lalu dengan kuat dia membanting tubuh mungilnya ke atas kasur. Memejamkan mata, dan mengingat-ingat kejadian awal dia mengenal lelaki itu.

Di sebuah komunitas kepenulisan, dia pertama kali mengenal Pakdhe (Uwa) yang berasal dari Kabupaten Nganjuk di Jawa Timur itu. Di dalam komunitas, Dita lebih senior dari Pakdhe. Walaupun Pakdhe dua kali usianya lebih tua darinya, tetapi karena kewajiban mengharuskannya bersikap sebagai seorang kakak. Pakdhe ini seirang duda, 47 tahun murnya. Tapi tingkah lakunya, dan tutur bahasanya trended sekali. Dia bisa mengimbangi bahasa-bahasa gaul abege jaman sekarang, sehingga kadang diapun lupa Pakdhe sudah setua itu.

Hari demi hubungan adik-kakak, atau senior-yunior ini menjafi semakin aneh. Pakdhe sering mengiriminya emot berbau sayang dalam pesan WhatsApp, sering juga menebar kata-kata pujian kepadanya:

Hai, Dita cantik...
Syantik...
Dita idolaku...
Oh bunga tidurku...
Wahai pujaanku...
Dan lain-lain.

Pertamanya dia merasa lucu saja, tiba-tiba mendapatkan puja dan puji dari seseorang yang tidak terduga. Dia hanya menanggapinya dengan bercanda, bahkan hanya membalas setiap rayuannya dengan sepatah kata: heu, yeu, deu, atau dia akan membalasnya dengan ish jika Pakdhe mulai merayunya dengan kata-kata serius. Tetapi, akhir-akhir ini sikap Pakdhe semakin membuatnya was-was, Pakdhe sudah berani memanggilnya Dita sayang.

Bukanya Dita tidak ada perasaan dengan Pakdhe, lelaku itu juga tidak jelek-jelek amat wajahnya. Bahkan di lain sisi, kehadiran Pakdhe sedikit bisa menghibur hatinya. Tetapi di komunitas Pakdhe itu sudah sangat terkenal, sebagai playboy dan perayu banyak wanita. Dita menjadi galau, hanya dengan mengingat-ingat tingkah laku duda beranak empat itu. Tetapi Dita juga tidak mau memberi harapan padanya, untuk mengenal lebih dalam perasaannya. Bagaimanapun juga, dia sudah mempersiapkan jurus counter attack jika suatu saat Pakdhe kembali mengajaknya memmbina sebuah hubungan. Dita tidak mungkin akan menerima cinta, dari lelaki sepantaran Bapaknya.

Tidak ada komentar:

Tehnik Membuat Paragraf Awal

Menulis cerita pendek membutuhkan teknik khusus. Kenapa? Kembali ke definisi, cerita pendek adalah cerita yang habis dibaca dalam sekali dud...