Jumat, 14 Juni 2019

Day16

Tragedi Sebuah Sepatu
Oleh: Winarto Sabdo

Hati Eny Siswanti merasa tidak berghairah, setelah membaca secarik undangan di tangannya. Ada salah satu nama tertera di dalamnya, itu yang membuatnya merasa enggan. Anis Hidayati yang masih ada disana, melihat kecanggungan itu di wajah sahabatnya.

"Kenapa, En? Karena ada nama Winarto sebagai panitia disana? Bukankah kalian sudah berbaikan, saat itu?" tanyanya.

"Ah, tidak. Aku pasti datang, kok." jawab Eny salah tingkah, karena sahabatnya itu dapat menerka keengganannya.

"Baiklah, aku permisi pulang dulu. Jangan baper, ini kesempatanmu bertemu dengan teman-teman KOPLING (Komunitas Pejuang Literasi Nganjuk) lainnya," kata Anis sambil menyalami tangan sahabatnya itu, tidak lupa bercipika-cipiki setelahnya, "Titip undangan ini, ya."

Keduanyapun berpisah, karena Anis harus mengantarkan undangan lainnya. Meninggalkan Eny yang masih masih duduk termangu, di sebuah kursi taman Alun-alun Kota Nganjuk. Saat itulah datang kedua sahabat baiknya, Yulia Ahkam Sandhi dan Eka Amelia. Mereka juga mendapatkan undangan untuk Bukber, Anis sudah menitipkan undangan itu padanya tadi sebelum pulang.

Setelah berbasa-basi sebentar, merekapun segera meninggalkan tempat itu. Menuju ke Masjid Jami' untuk melaksanakan shalat Dhuhur, karena sudah mendengar suara adzan yang berkumandang.

*****

Eny menjangkau gawai yang ada di dekatnya, dilihatnya siapa yang membuat panggilan. Novarina Dian Wardani, sahabat baiknya sedang membuat panggilan padanya.

"Hallo! Kok belum nyampai juga di lokasi, En?" tanya Nova diseberang sana.

"Eh, iya. Ini sudah mau berangkat kok Va, tapi kendaraanku sepertinya sedang ngadat nih." jawab Eny terbata.

"Tenang, Rina Herawati sudah menyampaikan hal itu padaku tadi." jawab Nova.

"Kok disuruh tenang, sih?"

"Iya, tenang saja. Seseorang sudah meluncur ke rumahmu, dia yang akan membawamu kesini."

"Eh, siapa Nov?... Hallo! Hallo!" Eny menyaringkan suaranya, karena tiba-tiba Nova memutuskan panggilannya.

Siapa yang dimaksud Nova, dengan seseorang akan menjemputnya? Eny tiba-tiba merasa berdebar dalam hatinya, mencoba menerka seseorang yang akan rela menempuh perjalanan sejauh 10 kilometer ke rumahnya ini? Siapa?.

Mungkin Agus Heri Widodo yang biasa berkendara mobil, kalau Heru Sang Mahadewa jelas tidak mungkin, karena dia berhalangan ikut bukber. Tinggal seorang yang belum masuk dalam perkiraannya, seseorang yang selalu membuat hatinya menjadi gemas jika mengingatnya.

"Assalamu'alaikuum!" sebuah salam membuyarkan lamunannya, dengan sepontan dia menoleh ke arah pintu depan rumahnya.

"Winarto Sabdo! Eh waalaikumusalaam!" jawabnya terbata dan salah tingkah, karena dia sama sekali tidak menduga kedatangan lelaki itu.

"Emh, duduk dulu Mas. Jadi,  kamu yang menjemputku?" tanya Eny, setengah sibuk membenahi kerudungnya yang sudah benar.

"Benar, aku yang menjemputmu. Bisa kita berangkat saja, sekarang?"

"Baiklah." hanya kata itu yang diingatnya untuk mengakhiri kecanggungan tersebut.

*****

"Kamu masih marah padaku, En?" tanya lelaki itu dalam perjalanan, saat mereka sudah berada di jalanan beraspal.

"Tidak, aku sudah melupakannya." jawab Eny datar, bagaimana mungkin dia bisa melupakan kejadian yang merenggangkan hubungan mereka itu.

"Beneran?"

"Iya, aku sudah melupakannya!"

"Sebenarnya, itu bukan ideku saja. Tapi semua founder telah bersepakat melakukannya, karena kami tahu kamu yang sedang berulang tahun saat kopdar itu." sayup suara Winarto terdengar, karena dia berbicara sambil mengatur kewaspadaannya berkendara.

"Siapa saja yang terlibat, Mas?' tanya Eny, kali ini dia mencoba mendekatkan kepalanya ke kepala belakang lelaki itu.

" Ide memang dariku, tapi ketiga founder mengetahui, dan menyetujui rencana itu."

"Astaghfirullaah, mereka juga turut merencanakannya?!" seru Eny kaget.

------------------------------------------------------------
Eny pun mengingat kejadiaan yang membuatnya menangis saat itu, saat kopdar pertama komunitas penulis di kotanya. Di akhir acara, dia tidak dapat menemukan sepatu dan tas jinjingnya. Seseorang telah dengan sengaja menyembunyikannya, dan sampai dia menangis terguling-guling pun benda-benda itu tidak dapat ditemukan. Ternyata, tas dan sepatu itu disembunyikan ke dalam bak pickup seseorang yang sedang bersembahyang di Masjid Jami', dan pickup itu pergi tanpa mereka sadari sebelumnya.

Dua hari kemudian, baru semua diantarkan kembali ke rumahnya. Tidak ada satupun barang yang hilang, dan rombongan pengacau itupun sudah berusaha meminta maaf kepadanya.
---------------------------------------------------------------

"Iya, dan setelah kamu pulang dengan kesedihan. Ganti Nova yang menangis tersedu-sedu, di pelataran Masjid. Karena sepatunya yang kupinjamkan padamu itu, ternyata sepatu pinjaman juga dari tetangganya."

"Yang benar, Mas?!" kali ini Eny bisa tersenyum, membayangkan Nova juga berguling-guling di lantai masjid. Terdengarlah kekehnya, seperti sudah hilang beban di hatinya.

Tak terasa, perjalanan mereka sudah sampai di pelataran rumah Nova di Kelurahan Ganung. Kedatangan mereka disambut keriuhan para teman dan sahabatnya yang terlebih dulu datang, berbagai celotehan terdengar riuh-rendah.

"Nah, pengantinnya sudah datang!"

"Kok yang istrinya tidak merangkul pinggang suaminya?!"

"Masih marahan mereka!"

"Hahahaha!" mereka nampak sangat bergembira menyambut kedatangannya.

Nova menghambur dari kerumunan, setelah bersalaman dan bercipika-cipiki dengan Eny lalu dia bertanya.

"Kamu bawa sepatu yang Winarto pinjamkan saat itu, En?"

Semua orang tanpa dikomando, langsung memandang ke arah kaki Eny. Dan keriuhan pun tiba-tiba kembali terdengar, karena mereka baru melihat satu kelucuan di kaki sahabatnya itu. Ternyata Eny tidak memakai alas kaki apapun di kedua kakinya, dia lupa mengenakannya karena mungkin tadi melamun atau tergesa-gesa.

Dengan terkejut dan perasaan malu yang tetamat sangat, dia segera memasukkan kepalanya ke dalam jaket belakang Winarto. Sambil memukuli ringan bahu lelaki itu, yang ikut menertawakan keteledorannya. Keseruan ini segera berakhir lima menit kemudian, karena sudah terdengar kumandang adzan dari sebuah mushola di dekat rumab Nova. Mereka pun segera berbuka puasa, dalam situasi yang menyenangkan.

-Tamat-

#RWCOdoo2019
#onedayonepost
#Day16

Tidak ada komentar:

Tehnik Membuat Paragraf Awal

Menulis cerita pendek membutuhkan teknik khusus. Kenapa? Kembali ke definisi, cerita pendek adalah cerita yang habis dibaca dalam sekali dud...