Jumat, 14 Juni 2019

Day4

"Sudah siap, Mbor?" tanya Robert Paijan mantap, setelah merasa yakin panggilan dari gawainya tersambung ke gawai kekasihnya.

"Sudah dari tadi, Kang." Jawab Debora Wakinem, yang dipanggil Kombor olehnya tadi.

Pemuda itu segera menutup percakapan, kemudian memasukkan kembali gawai kevilnya ke dalam saku bajunya. Lelaki 25 tahunan itu beranjak menuju sebuah cermin yang tergantung di dinding kayu ruang tamunya, menelisik setiap detil penampilannya. Setelah puas mematut diri, jebolan kelas 11 SMA El Panas itu segera pergi ke istal. Memilih seekor dari kuda tunggangannya, seekor peranakan sadel arab yang sangat gagah. Tetapi, begitu keluar dari istal ibunya sudah siap menghadang langkahnya.

"He, bocah gemblung. Kamu mau pergi kemana, sebentar lagi Maghrib!" tanya Mak Michele Paijah, sambil berkacak pinggang di hadapan putra tunggalnya itu.

'Mau pergi ngabuburit, Mak. Nanti sebelum Maghrib, aku janji sudah ada di rumah." jawab Robert Paijan, yang langsung saja melompat ke punggung kucanya yang tidak berpelana itu.

"Baiklah, awas jika kumandang adzan Maghrib terdengar, dan kamu belum siap di meja makan!"

"Baiklah, Mak. Aku janji hanya pergi sebentar saja, assalamu'alaikum!"

"Waalaikumusalaam!"

Dan kuda berwarna hitam itupun melesat, berlari meninggalkan halaman rumah dengan cepatnya. Mengarah ke barat, ke arah kota Talang City ibukota kecamatan El Panas. Pada setiap tiba bulan puasa, kota itu menjadi sangat ramai. Karena munculnya pedagang takjil dadakan, dan masakan untuk kepentingan berbuka puasa.Dan sesungguhnya, keramaian itu juga dikarenakan orang yang sedang ngabuburit. Menunggu saat adxan Maghrib berkumandang, sambil melupakan rasa lapar mereka dengan kegembiraan.

El Kilat, nama kuda blasteran arab dan sunda itu dipacu dengan sangat kencang. Melewati halaman Masjid Al Maghribiha yang megah itu, terus dipacu ke arah matahari yang akan tenggelam. Tetapi di tengah jalan, Robert Paijan menghentikan El Kilat dengan tiba-tiba. Dari kejauhan, dia melihat kuda Deborah Wakinem sedang berlari ke arahnya. Tetapi dia tidak melihat sang pemilik mengendarainya, sampai La Nyinyir si kuda putih itu berhenti berlari di samping El Kilat kuda hitamnya. Robert Paijan memandang asal si Nyinyir datang, berharap melihat bayangan Debora Wakinem... tapi tidak ditemukannya kekasihnya disana. Dan dia mulai merasa khawatir, jangan-jangan telah terjadi sesuatu yang buruk pada diri kekasihnya itu.

Tanpa berfikir panjang lagi, Paijan segera membelokkan kudanya berlari menuju arah La Nyinyir datang. Sepanjang jalan fikirannya melayang, apa yang terjadi dengan Debora Wakinem kekasihnya?.

Di pinggiran kota El Panas City, daerah yang juga tempat tinggal Deborah, Robert Paijan menghentikan langkah kudanya. Dia terpaku melihat pemandangan yang tidak pernah ada di benaknya selama ini, dia melihat Deborah Wakinem duduk sepelana dengan Steven Parjo. Yang membuat dadanya merasa sesak seketika adalah, dia melihat kedua tangan Wakinem memeluk erat pinggang anak Marshal Mukiyo penguasa El Panas City.

"Aku melihat La Nyinyir berlari sendiri ke tengah kota, aku membawanya kembali untukmu!" teriak Robert Paijan kepada Debora Wakinem, mereka berdua segera turun dari kudanya.

"Hai Paijan, apa kabar kawan?" sapa Parjo akrab, tetapi Paijan menghiraukannya. Pandangannya tertuju ke arah Deborah, yang seakan tidak mengenalinya lagi. Sikapnya seperti orang yang baru pertama kali berjumpa, kaku dan tidak ada senyuman.

"Kamu jangan salah faham dulu, Jan. Gadis yang kamu lihat bersamaku itu bukan Wakinem, tapi dia adalah Anaconda Wakijah... saudari kembar kekasihmu Deborah Wakinem. La Nyinyir baru saja menjatuhkannya dari punggungnya, untung aku melihat kejadian itu dan segera menolongnya."

"Jadi, dia bukan Wakinem?" Robert Paijan melompat turun dari punggung El Kilat, memperbaiki pandangan matanya ke arah gadis itu.

"Aku disini, Kakang!" sebuah seruan, membuatnya memalingkan wajahnya ke arah suara tersebut. Dan betapa sangat terkejut hati Paijan, disana dia melihat kekasihnya Debora Wakinem tampak begitu jelita, duduk di punggung La Nyempluk kuda yang satu lagi miliknya.

"Kombor?! Kenapa kamu tidak pernah bercerita, kalau punya saudari kembar padaku?" tanyanya, sambil meraih tangan kekasihnya itu turun dari sadel kudanya.

"Kakang tidak bertanya, lagian Wakijah juga baru sekali ini datang ke El Panas, setelah 21 tahun diasuh keluarga Pamanku Alex Saidi di kota lain." jawab Debora Wakinem.

"Sudahlah, kebetulan kalian datang. Aku pasrahkan Anaconda Wakijah kepada kalian, sementara itu aku meneruskan perjalananku ke kota." kata Parjo dengan gentlemen, Paijan menyalami dan memeluk tubuh Parjo sahabatnya di SD El Anyep dulu itu. Mengucapkan terima kasih, kemudian melambaikan tangan ke arah pemuda yang baik hati itu.

"Aku terjatuh dari punggung El Nyinyir, rupanya dia baru sadar jika bukan kamu yang mengendarainya Nem." Kata Anaconda Wakijah, ketika Debora Wakinem sedang memeriksa luka ringan di dengkul saudarinya itu.

"Tidak ada yang serius, Jah. Kamu ikut kami pergi ngabuburit, atau pulang ke rumah dengan La Nyempluk?"

"Baiklah, aku ikut kalian saja!"

"Dan untukmu, Kang! Hafalkan perbedaanku dengan Wakijah, jangan sampai keliru lagi seperti saat ini!"

"Eh iya, Mbor. Aku sudah langsung tahu dari penampilan kalian berdua, kamu lebih trendy dari Wakijah yang feminis." jawab Paijan terbata.

"Baiklah, itu masuk akal. Aku menerima jawabanmu, dan mari kita lanjutkan acara ngabuburit kita."

Ketiganya, secara berlari sedang memacu kudanya masing-masing. El Kilat merasa sangat beruntung, berlari didampingi kedua kekasih hatinya El Nyinyir dan La Nyempluk. Mungkin juga hati Robert Paijan, baru di puasa Ramadhan 1440 hijriyah ini, dia ngabuburit dengan dua orang gadis tercantik di seluruh kota El Panas Kecamatan Talang City.

#RWCOdop2019
#onedayonepost
#Day4

Tidak ada komentar:

Tehnik Membuat Paragraf Awal

Menulis cerita pendek membutuhkan teknik khusus. Kenapa? Kembali ke definisi, cerita pendek adalah cerita yang habis dibaca dalam sekali dud...